Secuil Sejarah Nama Indonesia

“What is in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet.”

(“Apalah arti sebuah nama? Andaikata kamu memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi.”)

Begitulah kira-kira kutipan dialog yang mengisahkan drama cinta Romeo dan Juliet karya William Shakespeare. Sebenarnya Shakespeare tak bermaksud menyepelekan arti sebuah nama. Maksud Shakespeare pada dialog tersebut lebih logis jika ditafsirkan bahwa untuk apa arti sebuah nama (Capulet, nama keluarga Juliet) jika hanya menimbulkan perselisihan antara dua keluarga dan tidak membawa kebaikan.

Lalu, pernahkah kita berpikir mengapa bangsa dan negara kita dinamakan “Indonesia”? Nama Indonesia ternyata memiliki sejarah yang cukup panjang. Jika ditengok ke belakang, berawal dari abad ke-19, nama Indonesia tidak terlepas dari anggapan awal bangsa Eropa yang mengira bahwa semua wilayah yang terbentang antara Persia dan Tiongkok disebut Hindia.

Daerah Asia Selatan dahulu disebut Hindia Muka, sedangkan daerah Asia Tenggara disebut Hindia Belakang. Kepulauannya disebut Kepulauan Melayu. Wilayah Kepulauan Melayu ini kemudian berganti menjadi Nederlandsch-Indie (Hindia-Belanda) ketika dikuasai Belanda.

Dalam hal ini, Belanda mengikuti Inggris yang pada masa itu menjajah India dan menamakan wilayah India sebgai British-Indie. Multatuli, atau lebih dikenal sebagai Eduard Douwes Dekker pernah menggunakan nama Insulinde. Dalam bahasa Latin, “insula” berarti pulau, yang merujuk pada kepulauan Indonesia.

Pada tahun 1850, George Samuel Windsor Earl, dalam majalah ilmiah tahunan JIAEA (Jurnal Kepulauan Hindia dan Asia Timur) volume IV, mengemukakan bahwa masyarakat yang tinggal di Kepulauan Melayu harus memiliki ciri khusus. Di antara ciri khusus itu adalah nama yang dapat digunakan untuk merujuk langsung pada orang yang tinggal di Kepulauan Melayu tanpa harus memunculkan keambiguan.

Earl mengajukan dua nama, yaitu Indunesia atau Malayunesia (“nesos” dalam bahasa Yunani artinya “pulau”). Dalam edisi jurnal yang sama, James Richardson Logan melalui tulisannya yang berjudul The Ethnology of the Indian Archipelago juga menganjurkan nama Indonesia. Meski demikian, saat itu cakupan wilayah Indonesia yang dimaksud oleh Logan adalah dari Sumatera hingga Formosa (Taiwan).

Kata Indonesia ini kemudian menjadi terkenal di kalangan akademisi Eropa setelah Adlof Bastian menulis sebuah buku dengan judul Indonesien oder die Inseln des Malaysichen Archipels. Penggunaan kata Indonesia oleh orang Indonesia sendiri dimulai oleh Ki Hajar Dewantara yang menggunakan nama Indonesisch (kata Indonesia dalam bahasa Belanda) ketika beliau dibuang ke Belanda.

Ed46-sosbud1

Sementara itu di dalam negeri, penggunaan kata Indonesia yang merujuk Kepulauan Indonesia mulai umum digunakan sekitar tahun 1920-an. Contohnya adalah nama organisasi yang didirikan Dr. Sutomo pada tahun 1924 yang bernama Indonesische Studie Club. Perserikatan Komunis Hindia pun berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia.

Penggunaan nama Indonesia berlanjut pada 1925 dengan terbentuknya organisasi National Indonesische Padvinderij (cikal bakal Gerakan Pramuka Indonesia). Hingga akhirnya, pada tanggal 28 Oktober 1928, Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia menyatakan nama “Indonesia” sebagai nama tanah air, bangsa, dan bahasa. Peristiwa inilah yang kini kita kenal dengan sebutan Sumpah Pemuda.

Jadi, pemberian nama pada dasarnya cukup penting untuk menjadi suatu identitas. Kalaulah kita tidak disebut sebagai bangsa Indonesia, mungkin kita akan bingung sendiri harus disebut sebagai bangsa apa.

Bahan bacaan:

Penulis:
Viny Alfiyah, Mahasiswi Universitas Multimedia Nusantara.

Gerakan 1000guru adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bersifat nonprofit, nonpartisan, independen, dan terbuka. Semangat dari lembaga ini adalah “gerakan” atau “tindakan” bahwa semua orang, siapapun itu, bisa menjadi guru dengan berbagai bentuknya, serta berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Back To Top