Virus Pemakan Sel Kanker: Musuh pun Bisa Jadi Teman

Tahun 2020 ini seluruh dunia, termasuk Indonesia, sedang dilanda pandemi infeksi virus corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit yang ditimbulkan oleh infeksi virus tersebut dikenal sebagai COVID-19. Namun, tahukah kalian bahwa di samping sifat virus yang sangat membahayakan manusia, masih ada lo keluarga virus lain yang bisa dijadikan teman oleh kita. Mengapa bisa begitu? Yuk kenalan dulu sama si virus.

Apa itu virus?

Virus adalah partikel yang sangat kecil (berukuran nanometer) dan mampu menginfeksi sel makhluk hidup. Virus hanya dapat memperbanyak diri di dalam sel inang (makhluk hidup) karena tidak memiliki kelengkapan sel untuk berkembang biak sendiri. Saat tidak berada dalam sel inangnya, virus berbentuk partikel bebas yang disebut virion.

Virion tersusun atas materi genetik berupa DNA atau RNA saja dan diselubungi oleh lapisan protein yang disebut kapsid. Beberapa virus juga dilengkapi dengan lapisan terluar dinamakan amplop yang tersusun atas lapisan lemak dan protein berujung runcing (spike) yang menyerupai paku. Pada bentuk virion, virus tidak dapat memperbanyak diri sebelum menginfeksi inangnya.

Lebih dari 3000 jenis virus telah diketahui, dengan bentuk dan komposisi kimia yang sangat beragam. Diameternya berkisar antara 20 hingga 500 nm, atau jika dibandingkan dengan ukuran bakteri yang berkisar antara 500-5000 nm maka virus sekitar 25 kali lebih kecil. Dengan ukuran yang sekecil itu, maka virus hanya bisa dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron. Lapisan kapsid dan amplop pada virus dapat melindungi isi virus, membawanya dari sel ke sel di dalam inang yang terinfeksi dan menyebarkannya dari inang yang terinfeksi ke inang yang tidak terinfeksi.

Bagian virus pada umumnya adalah: (A) RNA/DNA, (B) amplop, (C) protein penempelan, (D) protein paku. Sumber: Wikipedia.

Virus dikenal dalam sejarah manusia sebagai agen infeksi yang sangat merugikan. Selain itu, infeksi virus bertanggung jawab atas 15% kematian akibat kanker. Meskipun demikian, virus tertentu bisa menjadi teman bagi kita.

Pada akhir abad ke-18, Edward Jenner menggunakan virus penyebab cacar sapi (cowpox) untuk melindungi manusia melawan infeksi dari virus yang mematikan, yaitu penyakit cacar (smallpox). Hal ini membuat penelitian selanjutnya mengarah pada pengembangan virus menjadi senjata melawan beberapa penyakit, salah satunya ialah kanker. Banyak pasien kanker yang tetap tidak dapat disembuhkan secara total meskipun sampai saat ini teknologi radio, kemo, dan imunoterapi telah mengalami kemajuan.

Berdasarkan kemampuan virus memperbanyak diri di dalam sel kanker, sembilan keluarga virus telah dikembangkan ke uji klinis sebagai onkolisis (perusak sel kanker), yaitu virus DNA seperti Adenoviridae, Herpesviridae, Parvoviridae, dan Poxviridae, serta virus RNA seperti Paramyxoviridae, Picornaviridae, Reoviridae, Retroviridae, dan Rhabdoviridae. Sayang sekali, keluarga virus corona, yaitu Coronaviridae belum termasuk keluarga virus yang bisa dijadikan teman.

Apa itu virus onkolitik?

Virus onkolitik atau virus pemakan sel kanker didefinisikan sebagai virus hasil rekayasa genetika atau virus alami yang secara selektif dapat memperbanyak diri di dalam sel kanker dan membunuh sel kanker tanpa merusak jaringan normal. Pengobatan kanker dengan virus onkolitik disebut dengan viroterapi onkolitik. Ada lebih dari 3000 jenis virus, tetapi tidak semua cocok sebagai agen virus onkolitik (VO). VO harus bersifat nonpatogenik (tidak berbahaya bagi sel normal), memiliki aktivitas membunuh kanker secara selektif, atau dapat direkayasa untuk memunculkan gen yang telah dipersenjatai melawan sel kanker.


Viroterapi onkolitik. Partikel virus tidak dapat memperbanyak diri di dalam sel normal (kiri), sedangkan dalam sel kanker, virus dapat memperbanyak diri hingga sel kanker yang baru (kanan). Sumber: Bourke dkk. (2011).

Bagaimana kerja virus onkolitik dalam membunuh sel kanker?

Efek antikanker dari VO memiliki dua mekanisme, yaitu onkolisis (merusak) sel kanker dan memicu terbentuknya kekebalan sel alami terhadap sel kanker. Perbanyakan virus di dalam sel kanker target akan menghasilkan protein sitotoksik (meracuni sel kanker), mengambil alih proses pembuatan protein sel, dan akumulasi virus baru. Semua itu dapat menyebabkan sel kanker mengalami kerusakan (lisis) dan pelepasan virus ke dalam sel kanker di sekitarnya.

Virus baru yang dilepaskan mampu menginfeksi sel-sel kanker lainnya sehingga mengakibatkan kematian massal sel kanker karena serangan virus. Virus yang direkayasa dapat digunakan sebagai pembawa gen terapetik (gen yang diinginkan), termasuk untuk pendamping obat pengaktif enzim, pemicu aktivitas sistem imun sitokin, dan penghambat RNA pada sel kanker spesifik.

Penggunaan virus sebagai perusak sel kanker (viroterapi) memiliki sejumlah kelebihan potensial dalam pengobatan kanker saat ini. Pertama, resistensi yang rendah sel kanker terhadap virus, karena virus menggunakan beragam metode penghancuran sel kanker yang tidak mengakibatkan atau memerlukan proses kematian sel terprogram (apoptosis). Pertumbuhan virus yang spesifik pada sel kanker tertentu akan membatasi efek buruk pengobatan. Kedua, virus perusak sel kanker juga mampu menghambat aliran darah menuju sel kanker, sehingga secara tidak langsung akan menyebabkan kematian sel kanker.

Beberapa strategi lain yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan virus perusak sel kanker adalah dengan modifikasi protein permukaan virus yang berperan dalam infeksi, sehingga mempermudah virus untuk masuk ke dalam sel kanker target dan memanfaatkan enzim yang banyak dihasilkan di sekitar pertumbuhan sel kanker. Selain itu, penyisipan materi genetik ke dalam genom virus juga dapat dilakukan, sehingga membatasi perbanyakan sel kanker baru, serta rekayasa genetik agar virus mampu mengeluarkan senyawa antikanker bawaan saat memperbanyak diri di dalam sel kanker.

Mekanisme virus onkolitik dalam membunuh sel kanker. (a) Target pada proses transkripsi. Virus memperbanyak diri pada sel kanker, tidak pada sel normal. (b) Target pada proses translasi. Virus hasil rekayasa kehilangan sifat aslinya, sel kanker terus membelah. Pada sel normal menghentikan pertumbuhan sel sekitarnya, virus mati. (c) Target proapoptosis. Virus menyamarkan protein penyebab apoptosis, sel kanker tetap membelah. Pada sel normal, langsung bunuh diri saat virus masuk. (d) Target transduksi. Virus hasil rekayasa memanfaatkan reseptor sel kanker untuk masuk, reseptor ini tidak ada pada sel normal. Sumber: Russell and Peng (2007).

Bagaimana virus onkolitik menghindari sistem imunitas tubuh pasien?

Sifat dasar alami virus yang membahayakan sel normal akan memicu respon imun bawaan dan adaptif (seluler dan humoral), yang akan melawan infeksi dan melindungi sel normal inang dari paparan virus yang sama di masa depan. Oleh sebab itu, perlu strategi untuk menjadikan virus onkolitik dapat sampai ke sel kanker target.

Adenovirus yang membawa senyawa dengan target sel kanker dan telah dilapisi dengan polimer menunjukkan kemampuan untuk menghindari sistem imun alami. Selain dengan strategi tersebut, penggunaan tipe yang berbeda dari jenis virus yang sama dapat membatasi pengembangan antibodi antivirus. Pengurangan antibodi antivirus dengan penambahan senyawa siklofosfamid atau steroid sebelum pemberian terapi virus onkolitik juga memiliki potensi sebagai strategi untuk memungkinkan terapi berbasis virus dalam menghindari mekanisme pertahanan terhadap virus.

Strategi perawatan menggunakan viroterapi harus dirancang agar selain memungkinkan virus untuk menghindari sistem imun alami tubuh sebelum mencapai sel anker, juga untuk memungkinkan viroterapi memacu sistem kekebalan anti-kanker alami. Terapi berbasis virus dapat digunakan untuk mengganggu senyawa penekan sistem imun dalam sel kanker dan merangsang respon imun anti-kanker alami tubuh. Penyisipan gen yang merangsang sistem kekebalan tubuh inang seperti interleukin (IL), faktor nekrosis tumor (TNF), interferon-k dan sel-T untuk mengenali dan menghancurkan sel-sel kanker baru ke dalam virus, juga merupakan strategi yang telah digunakan.

Gambar kiri: Virus yang telah direkayasa mengandung selubung anti imun akan menuju sel kanker target dengan mengelabui sistem imun bawaan. Gambar kanan: Setelah menginfeksi sel kanker, virus akan mengaktifkan sistem imun adaptif sehingga sistem imun akan mematikan sel kanker. Sumber: de Matos dkk. (2020).

Apa saja virus onkolitik yang telah diaplikasikan sebagai antikanker?

Meskipun pengobatan viroterapi secara tunggal masih menunjukkan keterbatasan sebagai antikanker, aktivitas antikanker tersebut akan meningkat dan lebih aman saat digunakan sebagai terapi kombinasi. Sel kanker dengan resistensi obat tumbuh sangat cepat. Virus onkolitik dapat secara efektif menyerang sel kanker dengan resistensi tersebut. Virus onkolitik bisa diharapkan untuk menghasilkan sinergi dalam hubungannya dengan obat antikanker terapi. Beberapa virus pemakan sel kanker yang telah disetujui penggunaannya sebagai agen antikanker antara lain adalah Rigvir, Oncorine, dan T-VEC.

Rigvir (Riga virus) adalah virus dari keluarga Picornaviridae yaitu Enteric Cytopathogenic Human Orphan tipe 7 (ECHO-7) yang tidak dimodifikasi dan disetujui untuk pengobatan melanoma di Latvia sejak 2004, Georgia pada 2015, dan Armenia pada 2016. Penelitian klinis menemukan bahwa pasien melanoma tahap awal (IB, IIA, IIB, dan IIC) di Latvia setelah mengalami tindakan bedah dan dikombinasi dengan Rigvir bertahan secara signifikan lebih lama daripada pasien yang menerima operasi bedah saja. Rigvir tampaknya memiliki efek pada kekambuhan tumor setelah bedah melanoma tingkat rendah, namun potensi Rigvir untuk mengobati pasien melanoma tingkat tinggi masih belum jelas.

Oncorine adalah virus dari keluarga Adenoviridae hasil rekayasa gentika yang telah dihilangkan beberapa gen yang tidak diinginkan. Oncorine disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Negara Cina (SFDA) pada 2005 untuk pasien kanker kepala dan leher dalam kombinasi dengan kemoterapi. Oncorine disetujui untuk digunakan pada pasien setelah uji coba Oncorine secara mendalam dan menyeluruh, kemudian dibandingkan dengan kemoterapi pada pasien karsinoma sel skuamosa kepala dan leher atau kanker kerongkongan.

Pasien dalam kelompok kemoterapi ditambah Oncorine memiliki tingkat respons 78,8% dibandingkan dengan tingkat respons 39,6% untuk pasien yang menerima kemoterapi saja. Oncorine tetap menjadi satu-satunya adenovirus yang disetujui untuk terapi kanker, dan hanya diberikan dalam kombinasi dengan kemoterapi.

T-VEC (Imlygic™) adalah virus dari keluarga Herpesviridae hasil rekayasa genetika dengan penyilangan gen yang tidak diinginkan dan penyisipan gen yang diinginkan. T-VEC telah disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) pada tahun 2015 dan selanjutnya disetujui di Eropa dan Australia pada tahun 2016. Virus onkolitik ini digunakan  untuk perawatan melanoma metastasis yang tidak dapat diperbaiki.

Selanjutnya di Uni Eropa, virus T-VEC digunakan untuk melanoma kulit terlokalisasi tingkat lanjut atau metastatik, sehingga menjadikannya sebagai virus onkolitik terbaru dan yang pertama mendapatkan persetujuan di AS. Pasien yang menerima kombinasi anti-CTLA4 antibodi ipilimumab dengan T-VEC, dibandingkan dengan pemberian ipilimumab saja, menunjukkan peningkatan ketahanan terhadap perkembangan metastasis visceral dari 0% dengan ipilimumab menjadi 23% dengan T-VEC plus ipilimumab.

Contoh irisan patologi sel kulit penderita melanoma yang diperlakukan kemoterapi dengan penambahan T-VEC. Pewarnaan menggunakan pewarna HSV. Permukaan kulit (A), sel kanker melanoma hidup (B), nekrosis sel kanker melanoma (C). Sumber: Hu et al. (2006).

Kini kita telah mempelajari apa itu virus dan mengetahui bahwa tidak semua virus bersifat merugikan. Selain itu, kita mendapatkan pelajaran bahwa hal kecil (tak kasatmata) dapat memberikan manfaat yang luar biasa apabila dikekola dan dikembangkan secara tepat dan benar. Begitu pula sebaliknya, mereka dapat menjadi bencana apabila dikelola dan dikembangkan dengan cara yang salah.

Bahan bacaan:

  • Bourke, M.G., Salwa S., Harrington K.J., Kucharczyk M.J., Forde P.F., de Kruijf M., Soden D., Tangney M., Collins J.K., O’Sullivan G.C. (2011). The emerging role of viruses in the treatment of solid tumours. Cancer Treatment Reviews. 37. 618–632.
  • Cattaneo R, Russell SJ. (2017). How to develop viruses into anticancer weapons. PLoS Pathog. 13(3): e1006190. doi:10.1371/journal.ppat.1006190.
  • Yun Ju, Jung. (2018) Viruses: A novel anticancer weapons. International Research Journal of Advanced Engineering and Science. 3(2), pp. 282-286.
  • Stephen J. Russell and Kah-Whye Peng. (2007). Viruses as anticancer drugs. Trends Pharmacol Sci. 28(7): 326–333. doi:10.1016/j.tips.2007.05.005.
  • Luke Russell and Kah-Whye Peng. (2018). The emerging role of oncolytic virus therapy against cancer. Chin Clin Oncol. 7(2): 16. doi:10.21037/cco.2018.04.04.

Penulis:
Eris Septiana, Peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Kontak: septiana.eris(at)gmail(dot)com

Gerakan 1000guru adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bersifat nonprofit, nonpartisan, independen, dan terbuka. Semangat dari lembaga ini adalah “gerakan” atau “tindakan” bahwa semua orang, siapapun itu, bisa menjadi guru dengan berbagai bentuknya, serta berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Back To Top