Richard Thaler dan Ekonomi Perilaku: Mendobrak Asumsi Utama Ilmu Ekonomi

Sebagian besar dari kita yang pernah belajar ilmu ekonomi baik di sekolah maupun dalam lingkup perkuliahan, pasti sedikit memahami tentang teori permintaan-penawaran (demand-supply), keseimbangan (equilibrium), hingga teori permainan (game theory). Semua teori yang kita pelajari tersebut dibangun pada satu asumsi utama, yaitu bahwa manusia selalu berpikir rasional dan selalu membuat keputusan yang rasional. Bahasa kerennya adalah manusia itu adalah makhluk yang homo economicus. Namun, apakah asumsi tersebut sepenuhnya benar?

Richard Thaler, seorang profesor dalam bidang ekonomi perilaku (behavioral economics) di Universitas Chicago, tertarik untuk mengkritisi dan menantang asumsi tersebut. Beliau mendedikasikan mayoritas karir akademiknya untuk mempelajari mengapa teori-teori ekonomi yang kita pelajari di sekolah tidak sepenuhnya terjadi di kehidupan nyata. Beliau mencoba melakukan studi interdispliner antara ilmu ekonomi dan ilmu psikologi untuk memahami perilaku ekonomi manusia. Sebagai penghargaan atas kiprahnya mengembangkan ilmu ekonomi perilaku, pada 9 Oktober 2017, beliau meraih Hadiah Nobel Ekonomi (nama resminya: Sveriges Riksbank Prize in Economic Sciences in Memory of Alfred Nobel).

Richard Thaler. Sumber gambar: forbes.com

Prof. Thaler lahir pada 12 September 1945 di New Jersey. Beliau menamatkan studi magister dan doktoralnya di Universitas Rochester tahun 1970 dan 1974. Setelah menamatkan studinya, Prof. Thaler menjajaki karir di bidang akademik dengan menjadi profesor di Universitas Cornell di tahun 1978 – 1995 dan kemudian Universitas Chicago sejak 1995 hingga sekarang. Beliau juga menulis banyak buku, yang paling terkenal di antaranya adalah buku berjudul “Nudge: Improving Decisions About Health, Wealth, and Happiness”, yang ditulis di tahun 2008 bersama Cass Sunstein, profesor di Departemen Hukum Universitas Harvard.

Sebagai pionir ilmu ekonomi perilaku, Prof. Thaler kerap membenturkan teori-teori ekonomi konvensional dengan realitas bahwa manusia itu sesungguhnya makhluk yang tidak rasional. Fakta bahwa manusia itu sesungguhnya tidak rasional membuat pasar tidak akan bisa “efisien” sebagaimana digambarkan sebagai kondisi yang ideal dalam ilmu ekonomi klasik.

Salah satu poin penting dalam ekonomi perilaku adalah fenomena “mental accounting”. Dalam fenomena ini, seseorang akan memiliki kecenderungan untuk membelanjakan uangnya secara berbeda jika pundi-pundi uang tersebut dilabeli berbeda. Contohnya, jika kita membagi-bagi pundi uang kita dalam beberapa kategori seperti uang kuliah, jajan, transportasi, main-main, bayar kontrakan, maka kita akan cenderung lebih disiplin dalam membelanjakan uang kalian. Kita akan mudah sekali membelanjakan uang di pundi “jajan” untuk beli nasi goreng, sementara sangat kecil kemungkinannya kita membelanjakan uang di dalam pundi “uang kuliah” untuk keperluan menonton film di bioskop.

Contoh yang diberikan di atas bertentangan dengan asumsi ilmu ekonomi klasik. Menurut ilmu ekonomi klasik, uang adalah hal yang bersifat “fungible” dan bisa dipindah-pindah. Konkretnya, ketika kita mau menggunakan uang tersebut untuk bayar kuliah, atau untuk jajan bakso, uang ya tetap saja uang. Dengan kata lain, pada manusia yang 100% rasional, seharusnya tidak masalah bagi kita untuk membelanjakan uang dari pundi mana saja karena ujung-ujungnya uang itu sama.

Melalui penelitian Prof. Thaler, beberapa pemerintahan di dunia jadi punya ide bagus untuk mengatur ekonomi rakyatnya. Sebagai contoh, Presiden Obama sangat mempertimbangkan temuan-temuan Prof. Thaler dalam merancang kebijakan ekonominya. Salah satu implementasinya adalah dengan mendesain sistem pensiun [di Amerika Serikat (AS), skema pensiun dinamakan 401(k)] sedemikian rupa sehingga pekerja di AS otomatis terdaftar dalam skema pensiun. Namun, jika diinginkan juga bisa keluar dari skema tersebut. Pada skema lama, perusahaan memiliki program pensiun dan pekerja boleh memilih untuk mendaftarkan diri (bukan otomatis terdaftar). Skema baru yang diterapkan Obama sukses dalam mengubah perilaku menabung para pekerja dan berhasil meningkatkan tabungan pekerja hingga total 29,6 miliar dolar AS. Negara lain yang berhasil menerapkan kebijakan serupa adalah Swedia.

Prof. Thaler juga merekomendasikan pemerintah negara-negara yang ingin menurunkan emisi karbonnya untuk tidak serta merta membuat peraturan yang terlalu kaku terkait emisi karbon (yang akan menghukum pelanggarnya), tetapi bisa dengan cara alternatif seperti dengan memasang “meteran” yang memonitor emisi karbon kita versus emisi karbon tetangga kita. Dengan stimulus kompetisi, secara tidak sadar kita ingin sebaik-baiknya menekan emisi karbon ketika melihat tetangga kita lebih baik dalam hal itu.

Pada prinsipnya, Prof. Thaler berpendapat bahwa jika manusia ingin diarahkan untuk berperilaku tertentu, pemerintah atau otoritas harus mendesain sistem sedemikian rupa untuk memberikan “insentif kecil-kecil” (Thaler membahasakannya dengan istilah “nudge”) jika warganya berperilaku sesuai dengan yang diinginkan. Prof. Thaler yakin bahwa hal tersebut akan jauh lebih efektif untuk mempengaruhi perilaku masyarakat ketimbang peraturan-peraturan yang mengancam akan memberikan hukuman serius bagi pelanggarnya.

Komite Nobel Ekonomi tahun 2017 menyebutkan bahwa Prof. Thaler berjasa dalam “Mengombinasikan asumsi psikologi yang realistis dalam analisis pengambilan keputusan ekonomi.” Dengan menggali konsekuensi dari sifat-sifat manusia seperti rasionalitas terbatas (limited rationality), kecenderungan sosial (social preference), dan kurangnya kontrol diri (lack of self-control), beliau berhasil membuktikan bahwa sifat-sifat manusiawi tersebut sangat mempengaruhi pengambilan keputusan individu serta konsekuensinya di pasar.

 Bahan bacaan:

Penulis:
Muhammad Rifqi, alumnus Jurusan Ekonomi Manajemen, Tohoku University, Jepang.
Kontak: rifqilazio(at)yahoo(dot)com

 

Back To Top