Bob Dylan dan Lagu Tradisional Amerika Sebagai Media Ekspresi Era Modern

Teman-teman pasti sudah tahu setiap tahunnya sekitar awal Oktober terdapat suatu acara ilmiah yang sangat ditunggu-tunggu oleh para ilmuwan dari berbagai penjuru dunia. Ya, acara itu adalah pengumuman bagi pemenang penghargaan Nobel. Namun, sebetulnya tidak hanya ilmuwan, acara ini juga dinantikan berbagai aktivis dan sastrawan dari berbagai penjuru dunia.

Hal ini sesuai dengan surat wasiat yang dibuat oleh Alfred Nobel, seorang ahli kimia sekaligus pengusaha yang saat di akhir hayatnya merasa sangat terpukul dan kecewa karena penemuan dinamit yang saat itu diproduksi massal oleh pabrik yang dimilikinya justru digunakan untuk saling membunuh pada saat perang dunia meletus. Padahal tujuan asli Nobel mengembangkan dinamit adalah untuk keperluan eksplorasi tambang dan mineral. Kekecewaan tersebut kemudian mendorong Alfred Nobel untuk menyumbangkan seluruh aset perusahaannya tersebut agar digunakan dalam memberikan hadiah bagi para manusia yang bekerja memberikan manfaat bagi kehidupan manusia dan perdamaian.

Bob Dylan pada suatu panggung di New York (https://en.wikipedia.org/wiki/Bob_Dylan).
Bob Dylan pada suatu panggung di New York (https://en.wikipedia.org/wiki/Bob_Dylan).

Dalam penghargaan Nobel ini terdapat beberapa kategori yang dulu direkomendasikan oleh Alfred Nobel sendiri sebelum beliau meninggal. Di antaranya adalah fisiologi dan kedokteran, kimia, fisika, perdamaian dan yang terakhir adalah bidang literatur ataupun sastra. Pada bidang sastra dan literatur sendiri tidak sembarangan karya sastra yang akan dimasukkan dalam nominasi untuk diberikan hadiah Nobel ini.

“Sebuah karya tidaklah terlahir dalam ruang vakum,” demikianlah kata seorang sastrawan, tetapi karya tersebut adalah hasil dari proses interaksi seorang penulisnya dan perenungan dengan lingkungan di tempat sosialnya. Karya-karya yang masuk dalam kategori untuk dinominasikan penghargaan Nobel adalah karya sastra yang memang membahas perihal refleksi manusia atas kehidupan dirinya di dunia yang ia tinggali. Maka, kebanyakan orang yang mendapatkan hadiah Nobel dalam bidang sastra memang sekaligus menjadi seorang filsuf tentang manusia, sebut saja Tagore, Albert Camus, Sastre, dan Orhan Pamuk.

Ada yang cukup unik dan mengejutkan pada pengumuman pemenang Nobel Sastra pada tahun 2016 ini. Bukannya orang yang memang berlatar belakang penulis atau sastrawan, penerima hadiah Nobel Sastra kali ini adalah Bob Dylan, seorang musikus, yang dianggap telah melestarikan budaya lagu tradisional Amerika dan mengombinasikannya dengan genre modern untuk menyampaikan pesan-pesan sosial.

Ngomong-ngomong tentang Bob Dylan, siapakah sih Bob Dylan itu? Mari kita simak sedikit informasi mengenai Bob Dylan yang barangkali masyarakat Indonesia generasi ini masih belum mengenal sosoknya dan mengapa dia menjadi orang pertama yang meraih hadiah Nobel Sastra dengan latar belakang karya musik.

Bob Dylan terlahir pada tanggal 24 Mei 1941 di kota Duluh, Minessota, Amerika Serikat, dari pasangan keluarga Yahudi yang melakukan perantauan ke Amerika untuk menghindari genosida oleh Adolf Hitler di Jerman. Awal mulanya Bob Dylan terlahir nama Robert Allen Zimmerman. Ia dibesarkan di daerah Hibbing, Minnesota, hingga usia enam tahun.

Sebagai seorang anak, Bob Dylan mulai tertarik pada musik sejak masih kecil, pada mulanya ia belajar untuk bermain gitar dan harmonika. Tidak lama kemudian lama kemudian mulai berisiniatif untuk membentuk sebuah band rock & roll bersama teman-temannya pada masa sekolah SMA yang diberi nama The Golden Chord. Setelah lulus dari SMA pada tahun 1959, Dylan mulai tampil dengan menyanyikan lagu-lagu rakyat di kedai-kedai kopi (cafe) dan mulai menggunakan nama Bob Dylan. Ia mengambil nama tersebut dari seorang penyair Dylan Thomas.

Dylan sangat terinspirasi oleh Hank Williams dan Woody Guthrie yang merupakan tokoh musik dengan genre folk. Pada saat memasuki lingkungan kampus, Dylan mulai mendengarkan musik-musik dengan genre blues yang secara tak sengaja. Ketidaksengajaan justru membuatnya tertarik pada jenis musik tersebut. Selanjutnya, genre blues inilah yang memberikan pengaruh besar bagi pada aliran yang kemudian hari dibentuk oleh Bob Dylan.

Pada saat Dylan menghabiskan libur musim panasnya di tahun 1960 di Denver, ia bertemu dengan penyanyi blues Jesse Fuller. Pertemuan yang kebetulan tersebut membuat Dylan dan Jesse Fuller menjadi akrab. Jesse Fuller juga menjadi orang yang pertama mengajarkan cara penulisan lagu yang menurutnya khas menggunakan aransemen bersama harmonika dan gitar. Peristiwa ini menjadi inspirasi bagi Dylan dan gaya Jesse Fuller ini mempengaruhi jenis lagu yang ia buat pada masa selanjutnya.

Setelah musim panas berakhir, Dylan kembali ke kota tempat kelahirannya Minneapolis. Pada saat itu ia telah tumbuh secara substansial sebagai seorang musisi dan memiliki tekad untuk menjadi seorang musisi yang profesional untuk membentuk karya-karyanya yang baru. Hasil dari liburan ini mengubah cara Dylan dalam membuat gubahan, menuliskan dan membuat lagi beberapa karya hasil dari yang telah dihasilkannya.

Pada Januari 1961, Bob Dylan pindah ke New York. Kedatangannya di New York tersebut memberikan kesan yang besar bagi rakyat yang berasal dari desa Greenwhich. Pada tahun yang sama, Dylan juga mulai sering tampil di cafe dan kemudian dikenal sebagai pria yang memiliki karisma. Pada bulan April ia tampil pada pembukaan konser untuk John Lee Hooker di Gerde. Lima bulan kemudian, Dylan tampil konser di tempat lain yang ditinjau dari positif oleh Robert Shelton dari The New York Times. John Hammond dari Columbia Records mencari Dylan karena tinjauan yang positif, dan menandatangani penulis lagu ini pada musim gugur 1961.

Dylan mulai membuat album pertamanya yang dirilis pada Maret 1962. Lagu awal debutnya yang dirilis tersebut adalah koleksi beberapa hasil dari lagu yang beraliran folk dan blues standar yang hanya terdapat dua lagu dengan komposisi asli berasal dari dirinya sendiri. Tahun 1962, Dylan mulai menulis sebagian besar lagu dengan komposisi sendiri.

Banyak di antara lirik lagu yang digubah Bob Dylan berbentuk protes politik yang mengandung nilai-nilai idealismenya sejak berada di Greenwhich. Lagu-lagu tersebut kemudian ditampilkan dalam album keduanya, yaitu The Freewheelin’ Bob Dylan. Sebelum rilis, The Freewheelin’ Bob Dylan sempat melalui beberapa inkarnasi. Dylan juga telah merekam single debut rock & roll, yang berjudul “Mixed Up Confusion”, pada akhir tahun 1962.

Pengaruh Bob Dylan dalam perkembangan musik populer di Amerika sangat besar. Sebagai seorang penulis, Dylan telah merintis beberapa genre baru berbeda dari lagu pop saat itu yang berkembang di Amerika. Dylan sebagai seorang musisi menjadi yang pertama kali mengawali menggunakan musik di Amerika sebagai sarana untuk melakukan kritik sosial dan melakukan penyadaran kepada masyarakat Amerika pada saat itu atas hak-hak kemanusiaan yang tidak adil karena disebabkan adanya diskriminasi oleh beberapa pihak yang memonopoli.

Sebagai seorang vokalis, Dylan mengubah anggapan dasar yang mendominasi perkembangan musik pada saat waktu itu bahwa seorang penyanyi harus memiliki suara konvensional yang baik dalam melakukan konser. Dylan melakukan definisi ulang terhadap peran seorang vokalis dalam musik yang memiliki genre populer. Hal ini kemudian memberikan dampak yang besar pada perkembangan musik di Amerika pada abad ke-20.

Sebagai seorang musisi, ia telah berkontribusi untuk memicu beberapa genre musik pop, termasuk elektrifikasi folk rock dan country rock. Hal tersebut tidak hanya menyentuh ujung prestasinya. Kekuatan Dylan terlihat selama tingginya popularitas pada tahun 1960-an.  Meskipun popularitas lagu-lagu tradisional dan kritik sosial sempat bergeser ke arah lagu yang bergenre permasalahan pribadi seperti halnya cinta dan konflik personal,  kehadirannya Dylan jarang tertinggal dan kebangkitan komersial genre yang ia usung pada tahun 2000-an membuktikan kekuatannya masih ada.

Mengapa Bob Dylan memenangi hadiah Nobel Sastra pada tahun 2016 ini dibandingkan dengan nominasi lainnya yang ada? Perlu diketahui pada tahun 2015, Bob Dylan juga masuk dalam nominasi pemenang Nobel dalam bidang yang sama, tetapi pada tahun tersebut yang memenangi Nobel adalah sastrawan Svetlana Alexievich. Salah satu hal yang mungkin menjadi alasan utama panitia Nobel adalah bahwa genre yang dibawakan Bob Dylan melibatkan beberapa nilai kemanusiaan sekaligus berupa kebebasan dan semangat kesetaraan yang merupakan hasil dari protes pada masa diskriminasi ras yang terdapat di Amerika sekitar tahun 1960-an.

Wilfrid Mellers dalam analisis karya Bob Dylan melalui tulisan “God, Modality and Meaning in Some recent Songs of Bob Dylanmengungkapkan bahwa genre yang dibawakan oleh Bob Dylan merupakan perubahan dari gabungan blues, rock & roll, dan folk yang dapat membuat semua orang menikmati tanpa perbedaan dari beberapa golongan saja. Ia juga menyatakan bahwa genre Bob Dylan ini dapat dinikmati oleh berbagai kelas dan golongan sehingga menghilangkan sekat pembatas bagi masyarakat Amerika.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Snaevarr (2016) yang berjudul “Dylan as a Rortian: Bob Dylan, Richard Rorty, Postmodernism, and Political Skepticism”, beberapa karya Bob Dylan terpengaruh oleh filsafat Richard Rorty, yang lebih berpusat kepada budaya yang dimiliki oleh Amerika pada masa itu, yaitu musik folk. Dan inilah yang menjadi nilai-nilai budaya 1960 yang dimiliki oleh musik-musik yang dihasilkan dan dipertahankan oleh Bob Dylan. Meskipun terdapat tambahan instrumen musik yang digunakan, hal itu tidaklah mengubah genre musik yang dibuatnya.

Bagaimana dengan musik di Indonesia? Pada awal reformasi dahulu, sebetulnya banyak musik yang bermunculan sebagai respon musisi atas kebebasan dalam berekspresi yang bertanggung jawab. Contoh saja Iwan Fals, barangkali yang kita ingat lirik lagu, Wakil rakyat seharusnya merakyat…”. Akan tetapi, setelah itu sangat jarang munculnya musisi yang menghasilkan karya-karya yang mewakili masyarakat dalam menyampaikan keresahannya. Justru belakangan ini masyarakat didominasi oleh lagu-lagu yang memiliki genre cinta yang berfokus kepada permasalahan pribadi seseorang. Padahal bagi Bob Dylan sendiri, musik dapat digunakan sebagai sarana komunikasi untuk membuat suatu perubahan besar bagi masyarakat.

Bahan bacaan :

  • Long, Alex B. (2010). The Freewhelin’ Judiciary: A Bob Dylan Anthology. Fordham Urban Law Journal, 38(5), 1363-1383.
  • Lyod, B. (2014). The Form is the Message: Bob Dyland and the 1960s. Rock Music Studies, 1(1), 58-76.
  • Mellers, Wilfrid. (1981). God, Modality and Meaning in Some Recent Songs of Bob Dylan. Popular Music, 1, 142-157.
  • Nobel Media. (2016). The Nobel Prize in Literature 2016: Biobibliographical notes. Stockholm: Svenska Akademien. (https://www.nobelprize.org/nobel_prizes/literature/laureates/2016/).
  • Renza, L. A. (2014). Absolutely Bob Dylan? South Atlantic Review, 74 (3), 118-134.
  • Snaevarr, Stefan. (2016). Dyland as a Rortian: Bob Dylan, Richard Rorty, Postmodernism, and Political Skepticism. The Journal of Aesthetic Education, 48 (4), 38-49.

Penulis:
Akbar Prasetyo Utomo, alumnus Jurusan Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang.
Kontak: prasetyakbar(at)gmail(dot)com.

Back To Top