Memotong Gen Virus dengan CRISPR/Cas9

Abad ke-21 menjadi etalase bagi perkembangan rekayasa genetika, termasuk genome editing. Metode konvensional dalam genome editing adalah dengan memanfaatkan faktor eksternal seperti mutagenesis atau rekombinasi, yang melibatkan insersi (pemasukan) gen dari luar. Kemampuan memodifikasi sekuen DNA memiliki pengaruh terhadap sifat organisme yang kita kehendaki (fenotip). Contoh sederhananya adalah memasukkan gen fluorescent protein atau GFP dari ubur-ubur ke suatu hewan untuk mendeteksi timbulnya penyakit tertentu. Rekayasa genetika, walau banyak menuai kontroversi, sangat laris manis di industri bioteknologi untuk menghasilkan berbagai produk seperti pangan unggul atau antibiotik.

Kucing yang berfluoresensi akibat insersi GFP. Sumber gambar: https://www.theguardian.com/science/2011/sep/11/genetically-modified-glowing-cats.
Kucing yang berfluoresensi akibat insersi GFP. Sumber gambar: https://www.theguardian.com/science/2011/sep/11/genetically-modified-glowing-cats.

Metode genome editing konvensional masih terbilang kurang spesifik dalam menetapkan target sekuen DNA sehingga dapat mempengaruhi sekuen DNA lain dan menimbulkan efek yang tak dikehendaki. Para ilmuwan bioteknologi mulai mengembangkan perangkat baru untuk mengatasi berbagai aral yang melintang, yakni dengan genome editing with engineered nucleases atau GEEN. Konsep dari GEEN sesederhana gunting dan tempel. Genom atau sekuen DNA suatu organisme yang ‘rusak’ dapat kita ‘gunting’ dengan suatu enzim bernama nuklease dan menempelnya dengan DNA baru yang kita hendaki.

Beberapa tahun terakhir, suatu enzim bernama Zinc Nuclease Finger (ZFN) memasuki tren sebagai gunting molekuler dalam GEEN, walaupun biaya untuk menggunakan enzim ini mencapai $5,000. Selanjutnya, teknologi baru bernama Transcription activator-like effector nucleases atau TALENs mulai menghiasi rak bahan kimia para ilmuwan bioteknologi. TALENs memiliki fungsi yg sama dengan ZFN, namun memiliki reaksi yang lebih cepat dan relatif lebih murah, dengan harga per kitnya sekitar ratusan dolar.

CRISPR/Cas9, dobrakan dalam bidang GEEN yang menjadi juara kedua Breakthrough of the Year Award dari Science Magazine berhasil menyabet perhatian dunia rekayasa genom. Jennifer Doudna dari University of California dan Zen Fang dari Broad Institute merupakan dua peneliti yang berjasa menemukan dan mengembangkan teknik ini. Tidak seperti ZFN dan TALENs yang merupakan enzim restriksi artifisial yang didesain manusia, CRISPR/Cas9 berasal dari hasil pertahanan mikroba terhadap virus.

Pada tahun 1980, beberapa ilmuwan mengamati sebuah fenomena unik ketika sedang meneliti genom bakteri. Suatu sekuen DNA pada genom bacteria muncul berulang-ulang. Fenomena tersebut dinamai Clustered regularly-interspaced short palindromic repeats atau CRISPR, dan di antara sekuen DNA yang muncul berulang-ulang, didapatkan sekuen DNA yang diduga berasal dari virus.

Lalu, apa itu Cas9? Cas atau CRISPR-associated protein merupakan protein yang bertanggung jawab memotong sekuen DNA virus dalam pertahanan bakteri. Ada beberapa tipe Cas, namun yang dikenal paling baik mekanismenya adalah Cas9. Mikroba Streptococcus pyogenes menghasilkan Cas9. Cas9 yang dihasilkan ini akan dibimbing gRNA (guide RNA) untuk menemukan dan menggunting sekuen DNA yang berbahaya. Sifat inilah yang menjadi potensi besar CRISPR sebagai gunting molekuler alami yang mudah didapatkan dan diaplikasikan dalam skala laboratorium.

Sejak tahun 2013, sudah ratusan artikel ilmiah mengenai CRISPR sudah dipublikasikan, dan potensi CRSIPR dapat menjadi terobosan besar dalam dunia biomedis. James Haber, seorang ilmuwan biologi molekuler mengatakan bahwa CRISPR secara efektif telah mendemokratisasi teknologi rekayasa genom. Bagaimana tidak? Jika gen penyebab kanker dapat dipotong dan dijinakkan, teknologi ini memiliki kans besar dalam kehidupan manusia di masa depan.

Ed59-biologi-2

Ed59-biologi-3

Tak hanya sampai pada terapi gen dalam tubuh manusia, CRISPR juga memilki potensi merekayasa ekosistem, dengan membasmi sebuah penyakit yang dibawa organisme tertentu seperti nyamuk. Harvard School of Public Health tengah melakukan penelitian untuk memasukkan gen resisten malaria kepada nyamuk Anopheles gambiae. Memotong gen pembawa virus dengue, malaria ataupun Zika bukanlah hal yang mustahil lagi dengan teknik CRISPR.

Bahan bacaan:

Penulis:
Muhammad Hamzah, Mahasiswa Jurusan Bioteknologi SITH, Institut Teknologi Bandung.
Kontak: m.hamzah.sy(at)gmail.com.

Back To Top