Penggunaan reaktor nuklir sebagai pembangkit tenaga listrik (PLTN) terus mengalami perkembangan yang cukup signifikan hingga saat ini. Jika dibandingkan dengan pembangkit tenaga listrik lainnya, nilai ekonomis PLTN masih jauh lebih tinggi karena keluaran daya termal yang cukup besar (350 MW) sehingga mampu berkontribusi hingga 17% pasokan listrik dunia. Selain itu, reaktor nuklir adalah pembangkit listrik yang ramah lingkungan karena tidak menghasilkan gas buangan yang dapat mengakibatkan timbulnya efek rumah kaca.
Hingga saat ini, reaktor nuklir yang banyak dikembangkan adalah reaktor generasi IV. Molten Salt Reactor (MSR) merupakan salah satu dari enam sistem reaktor nuklir generasi IV. MSR memiliki beberapa kelebihan antara lain: (1) mampu menghasilkan pasokan energi listrik secara lebih efisien, (2) sistem keamanan bersifat pasif, (3) berpotensi menghasilkan gas hidrogen karena beroperasi pada suhu tinggi (> 650oC), dan (4) dapat menghasilkan bahan serpihan untuk jangka panjang.
Di antara beberapa negara maju, Jepang telah mengembangkan beberapa konsep MSR dengan beberapa varian. Salah satunya adalah reaktor Fuji. Secara khusus, Fuji-12 merupakan reaktor nuklir generasi IV berjenis MSR dari reaktor Fuji. Jika dibandingkan dengan reaktor lainnya yang sejenis, Fuji-12 memiliki beberapa keunggulan seperti ukurannya yang kecil, nilai ekonomis yang tinggi karena dapat diproduksi secara massal, dan juga tidak memerlukan areal lahan yang luas sehingga mengurangi biaya penempatan dan konstruksi.
Reaktor Fuji-12 memiliki tinggi 5.4 m dan diameter 5.2 m yang kemudian dibagi ke dalam empat bagian: (1) teras aktif (core), (2) reflector, (3) absorber, (4) fuel duct. Bagian core terdiri dari beberapa assembly yang berbentuk heksagonal dengan ukuran diameter luar sekitar 0.2 m. Reflector terbuat dari bahan grafit dengan ketebalan 0.4 m. Absorber terbuat dari boron karbit yang berfungsi untuk menyerap neutron sekaligus pelindung pada reaktor. Fuel duct berfungsi sebagai saluran bahan bakar.
Dalam sebuah reaktor nuklir, neutron memiliki peran yang sangat penting pada proses terjadinya reaksi berantai. Sejumlah neutron yang dihasilkan dari reaksi-reaksi fisi akan bereaksi dengan bahan bakar serpihan untuk memacu reaksi fisi berikutnya. Dengan menentukan banyaknya neutron yang bereaksi kita dapat menentukan kelahiran neutron-neutron baru hasil reaksi fisi tersebut yang merupakan neutron generasi baru.
Oleh karena itu, kita perlu mengetahui jumlah neutron yang berada dalam dua generasi neutron yang berurutan. Kita dapat mendefinisikan rasio neutron-neutron yang dikenal dengan nilai multiplikasi efektif (keff) sebagai:
Jika keff = 1, jumlah neutron dalam suatu generasi akan sama dengan jumlah neutron pada generasi sebelumnya, dan karenanya reaksi berantai yang terjadi tidak bergantung terhadap waktu. Keadaan ini disebut dengan keadaan kritis. Jika nilai keff < 1, jumlah neutron dalam sebuah generasi akan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah neutron dalam generasi sebelumnya, dan reaksi berantai yang terjadi akan semakin berkurang. Keadaan ini disebut dengan keadaan subkritis. Jika keff > 1, jumlah neutron pada suatu generasi lebih banyak dari jumlah neutron pada generasi sebelumnya sehingga reaksi berantai semakin lama semakin banyak, bahkan tidak dapat dikontrol sehingga dapat menyebabkan efek yang sangat berbahaya seperti bom nuklir.
Kembali ke reaktor Fuji-12, perhitungan nilai multiplikasi efektif dan kombinasi komposisi bahan bakar dapat dilakukan dengan menggunakan paket perangkat lunak seperti SRAC-PIJ dan JENDL 3.2 data library untuk memperoleh keff yang paling baik.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa reaktor Fuji-12 mencapai kondisi kritis pada saat komposisi bahan bakar Reactor Grade Plutonium-Thorium sebesar 71.78% LiF, 16% BeF2, 8.86% ThF4 dan 3.36% PuF3 dengan keff > 1 dan nilai burn-up mencapai 2.694 x 104 MWd/ton selama 5 tahun operasil. Akan tetapi, komposisi bahan bakar weapon grade plutonium-thorium sebesar 71.78% LiF, 16% BeF2, 10.86% ThF4 dan 1.36% PuF3 adalah yang paling efektif jika dibandingkan dengan komposisi lainnya. Nilai keff-nya tepat pada kondisi kritis dengan nilai burn-up mencapai 2.694 x 104 MWd/ton selama 5 tahun waktu operasi.
Penggunaan reactor grade plutonium dan weapon grade plutonium sebagai bahan bakar lebih efektif karena tidak diperlukan reaktor nuklir berbahan bakar thorium untuk memproduksi 233U. Selain itu, penggunaan bahan bakar tersebut efektif dalam mengurangi jumlah limbah plutonium dan senjata nuklir berbahan bakar plutonium.
Catatan: Artikel ini dimuat ulang dari Media Nuklir Indonesia dengan beberapa penyesuaian oleh redaksi 1000guru atas seizin penulis.
Bahan bacaan:
- http://majalah1000guru.net/2014/07/teknologi-reaktor-nuklir/
- G. Cochran dan N. Tsoulfanidis, The Nuclear Fuel Cycle: Analysis and Management. Illinois: American Nuclear Society (1999).
- J. Duderstad dan L. J. Hamilton, Nuclear Reactor Analysis. New York: John Wiley & Sons, Inc (1976).
- 2002. SRAC (Ver. 2002), The Comprehensive Neutronics Calculation Code System, Volume I.
Penulis:
Indarta Kuncoro Aji, peneliti di KK Nuklir dan Biofisika, Institut Teknologi Bandung.