Jika teman-teman memiliki kesempatan untuk berwisata ke Jepang, tempat apa yang akan kalian kunjungi? Mungkin banyak dari kalian yang ingin ke Kyoto yang terkenal dengan kuilnya, Tokyo dengan Akihabaranya, atau mungkin Hokkaido yang terkenal dengan kudanya. Padahal cukup banyak tempat di Jepang yang menarik selain yang sudah disebutkan tadi. Nah, kali ini saya ingin berbagi cerita tentang perjalanan wisata ke Prefektur Mie (dibaca mi-e), tempat yang memiliki banyak tempat wisata menarik dan sangat kental dengan budaya Jepang yang juga tak kalah dari yang lainnya.
Pertama kali tiba di Prefektur Mie, tempat yang pertama kali saya kunjungi adalah Ise Jingu. Ise Jingu merupakan salah satu kuil Shinto yang paling terkenal di Jepang. Ise Jingu terbagi atas Naiku dan Geku. Menurut kepercayaan Shinto, di tempat ini Amaterasu Omikami (dewa matahari) bersemayam. Tempat bersemayam Amaterasu Omikami ini berpindah setiap 20 tahun sekali, lalu kembali ke tempat semula, dan seterusnya. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan bahwa tidak ada kekekalan sehingga perlu dilakukan “pembaharuan” di kuil. Proses ini diebut Sengu.
Yang menarik dalam perjalanan ke Ise Jingu adalah setelah melewati jembatan besar, jalanan menuju kuil begitu bersih, dan di samping kanan kiri banyak terdapat pepohonan hijau sehingga terasa berjalan memasuki hutan yang eksotis. Di samping kiri jalan juga terdapat sungai dengan pepohonan di pinggirannya yang terlihat memutih. Kami kemudian berjalan ke kuil tempat kepercayaan Shinto Amaterasu Omikami bersemayam. Berhubung saya seorang muslim, saya tidak menginjakkan kaki sampai ke dalam kuil dan hanya melihat dari bagian luarnya saja. Berhubung kuil tersebut berpindah Oktober 2013, ketika itu (Februari 2013) keadaan kuil penuh sesak karena ada begitu banyak pengunjung yang datang berdoa di kuil ini. Cara berdoa mereka cukup unik, sebelum berdoa, pertama-tama mereka akan melemparkan uang koin ke dalam sebuah bak kayu berwarna coklat dan kemudian diiringi dengan tiga kali tepukan tangan.
Dalam perjalanan wisata tersebut saya bersama rombongan duta wisata Chubu singgah di tempat penjualan Omamori, bahasa Jepangnya adalah “お守り” (jimat keberuntungan), yang dijual oleh para pendeta. Omamori dijual dalam berbagai jenis tergantung tujuan si pemakainya, seperti untuk kesuksesan dalam hal berbisnis hingga kelulusan ujian. Di sana saya melihat “巫女” (Miko), pendeta wanita dalam agama Shinto, dengan pakaiannya yang mengingatkan saya pada salah satu tokoh dalam anime Inuyasha bernama Kikyo. Miko biasanya mengenakan pakaian bagian atas berwarna putih dan celana merah yang sedikit longgar lengkap dengan busur dan panah.
Setelah selesai membeli souvenir, kami menuju Okage-yokocho! Okage-yokocho hanya berjarak 3-5 menit dari Ise Jingu. Hal pertama yang menjadi perhatian saya adalah tulisan “これよりおかげ横丁” artinya, “mulai dari sini adalah Okage-yokocho”. Disini kita bisa menikmati masakan khas Ise seperti Ise Udon, tempura rasa keju dan favorit saya: Akafuku (mochi dengan pasta kacang merah)! Selain wisata kuliner, ada banyak hal yang bisa kita lihat di Okage-yokocho. Di antaranya yaitu Kamishibai, pertunjukan anime masa lampau sebelum TV ditemukan, lalu pertunjukan Taiko, drum khas Jepang yang didedikasikan untuk tuhan penganut agama Shinto. Saat itu saya sampai ternganga melihat pertunjukannya, keren! Salah satu penerjemah yang sangat mengetahui seluk beluk tempat ini mengatakan, “Hati-hati, alat pemukul drumnya kadang patah dan terlempar ke penonton!”
Ketika berjalan-jalan mengelilingi kawasan tersebut, saya sangat terkesima dengan bangunan-bangunan di sana. Bangunan-bangunan tersebut merupakan peninggalan khas zaman Edo sehingga berjalan-jalan mengelilinginya seolah memutar waktu menuju masa 1600-1800 tahun silam. Salah satu titik terfavorit pengunjung untuk mengambil foto adalah patung kucing yang mereka percaya membawa keberuntungan dalam berdagang atau dikenal sebagai Maneki Neko.
Seusai berjalan-jalan di Okage-yokocho, grup kami terbagi menjadi dua kelompok kecil. Grup pertama menuju Dolphin Island dan yang lainnya menuju Ise Azuchi Mamoyama Bunkamura atau juga terkenal Chonmage World Ise. Chonmage berarti top knot/Jambul.
Saya termasuk grup yang memilih Ise Azuchi Mamoyama Bunka Mura, kenapa? Karena disini kita bisa bertemu dengan ninja dan samurai! Walaupun sebenarnya cosplay-nya saja. Jika ingin bertemu dengan “the real ninja”, teman-teman bisa mengunjungi Iga Ryu: Ninja School of Ninjutsu yang juga terletak di di Kota Ise, Prefektur Mie.
Tujuan kami selanjutnya adalah Kastil Nobunaga. Tahukah teman-teman siapa Oda Nobunaga itu? Ia adalah satu dari tiga pemimpin militer yang sangat terkenal di Jepang. Ketiga pemimpin militer ini, Oda Nobunaga, Toyotomi Hideyoshi dan Tokugawa Ieyasu, berasal dari Prefektur Aichi, yang berada di samping Mie. Nah, di kastil ini kita bisa belajar banyak sejarah Jepang, salah satunya perang saudara dan kisah pembunuhan Oda Nobunaga yang dilakukan oleh bawahannya. Kisah sejarah pembunuhan Nobunaga disampaikan secara apik melalui diorama patung lilin yang terdapat di ruang-ruang dalam kastil. Selain itu, dari tempat tertinggi di kastil ini kita juga bisa melihat pemandangan kota Ise.
Selain kastil, kami juga mengunjungi banyak wahana seperti haunted house dan Monster House. Ketika bertemu dengan ninja dan samurai, saya mengubah gaya bicara saya dari bahasa Jepang modern menjadi Jepang kuno. Dalam bahasa Jepang modern, sering kali digunakan “desu” sementara jika diubah ke dalam bahasa Jepang kuno menjadi “de gozaru.” Contoh lainnya, alih-alih menggunakan istilah yen untuk mata uang mereka, di sini para ninja menggunakan istilah ryo! Tempat lain yang paling berkesan setelah Kastil Nobunaga adalah Rumah Ninja, rumah paling aneh bin menjengkelkan yang pernah saya masuki. Betapa tidak? Lantainya miring dan saya jatuh beberapa kali!
Setelah puas mengunjungi beberapa tempat, kami kembali ke Nemu no Sato, sebuah resort dan hotel tempat kami menginap sebelum melanjutkan perjalanan esok harinya.
Pada hari kedua, kami menuju Mikimoto Pearl Island. Di sana, selain belajar tentang proses pembuatan mutiara, kami juga bertemu dengan para Ama–san, penyelam perempuan yang bertugas mengambil kerang di dalam laut. Perjalanan dilanjutkan ke Toba Aquarium, aquarium terbaik yang pernah saya kunjungi.
Sayangnya, ada begitu banyak tempat yang belum sempat kami kunjungi di Prefektur Mie. Di sini saya seolah menemukan sisi-sisi lain Jepang yang tidak saya ketahui sebelumnya. Tak hanya menikmati wahana rekreasi, saya juga bisa belajar banyak tentang budaya dan sejarah di tempat ini. Jika ada kesempatan, saya sangat menyarankan Prefektur Mie sebagai tujuan wisata teman-teman sekalian.
Bahan bacaan:
Penulis:
Ria Anastasia Wulandari, mahasiswa S1 jurusan Hubungan International, Aichi Prefectural University.
Kontak: upiek_merah(at)yahoo.co.id.