Prolog
Untuk mengisi liburan akhir tahun ini, Budi bersama dengan keluarganya pergi ke Yogyakarta, Indonesia. Selain berkunjung ke Candi Borobudur dan Prambanan, tujuan lainnya adalah Pantai Indrayanti. Pantai Indrayanti adalah salah satu pantai yang terkenal akan pasirnya yang putih di daerah Pantai Selatan Yogyakarta.
“Wah bagus ya pantainya…” ujar Elia, adik Budi, di tengah tiupan angin laut yang sepoi-sepoi.
“Iya, airnya juga jernih banget,” timpal ibu sambil tersenyum. “Eh, kakakmu mana, Elia?”
“Itu Bu, yang baju oranye di tengah itu,” jawab Elia sambil menunjukkan posisi kakaknya yang ternyata sudah jauh ke tengah.
“Eh itu kan sudah jauh. BUDIIII… JANGAN JAUH JAUH!” teriak ibu dari bibir pantai.
Budi tampaknya tidak mendengar titah dari ibunya. Dia masih asyik mengamati kerang unik yang ditemukannya. “Wah, di sana ada ikan yang bagus,” ucapnya. Tanpa sadar Budi melangkah lebih jauh ke tengah laut sementara ombak mulai meninggi.
“Kaaak…ada ombak mau datang!” tambah Elia, menunjuk dengan tangannya yang belepotan pasir.
“Sebentar, ikannya keburu pergi nih,” jawab Budi sekenanya tanpa melihat ke depan.
BYUUURRR… Tiba tiba ombak menghempaskan Budi jauh hingga terseret ke pinggir pantai.
“Abwah-abwah..uhuk,” Budi terbatuk-batuk karena banyak air laut yang tertelan.
“Kan sudah ibu bilang jangan jauh-jauh,” ujar ibu sambil menyodorkan sebotol air mineral, segera diambil Budi dengan mata yang merah.
“Glek-glek-glek… Kenapa ya ombaknya besar sekali? Sayang sekali jika energinya tidak dimanfaatkan,” renung Budi sambil menghabiskan air mineral dari ibunya.
Potesi Ombak Sebagai Energi
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan luas perairan hampir 60% dari luas wilayahnya, tentu memiliki garis pantai yang sangat panjang. Badan Informasi Geospasial (BIG) menyebutkan, total panjang garis pantai Indonesia adalah 99.093 kilometer, hampir 100 kali panjang Pulau Jawa! Dengan garis pantai yang panjang tersebut, potensi energi ombak sangat besar. Energi yang dihasilkan ombak ini, jika dimanfaatkan tentu bisa menjadi sumber energi yang sangat besar.
Asosiasi Energi Laut Indonesia (ASELI) pada tahun 2011 telah mendata potensi energi listrik yang bisa dihasilkan ombak. Arus pasang surut memiliki potensi teoretis sebesar 160 Gigawatt (GW), potensi teknis 22,5 GW, dan potensi praktis 4,8 GW . Sungguh besar, bukan? Akan tetapi, di manakah potensi itu berada?
Berdasarkan survei yang dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Pemerintah Norwegia sejak tahun 1987, didapat jika banyak daerah-daerah pantai Indonesia yang berpotensi sebagai pembangkit listrik bertenaga ombak. Lokasinya tersebar di sepanjang Pantai Selatan Pulau Jawa, di atas Kepala Burung Irian Jaya, dan sebelah barat Pulau Sumatera yang sangat sesuai untuk menyuplai energi listrik.
Nah, melihat potensi sedemikian besar ini, meski belum ada pembangkit tenaga ombak komersial di Indonesia, sebenarnya pemerintah tidak tinggal diam. Dasar undang–undang tentang energi telah tertuang dalam UU No. 30/2007 tentang Energi maupun UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Berbagai model pembangkit listrik pun diujicobakan di Indonesia. Salah satunya, pemerintah bekerja sama dengan BPPT khususnya BPDP (Balai Pengkajian Dinamika Pantai) di daerah selatan Yogyakarta. Uji coba Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut ini menggunakan metode OWC (Oscillating Water Column).
Tantangan Ombak Sebagai Energi
Di balik potensi yang sedemikian besar, terdapat tantangan yang harus dihadapi. Negara kita, Indonesia, menjadi negara yang paling rawan terhadap bencana di dunia berdasar data yang dikeluarkan oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana (UN-ISDR), mengingat juga posisi Indonesia yang berada di daerah yang disebut cincin api (ring of fire). Dari peta yang sudah dibuat, diketahui bahwa potensi gempa di Indonesia bersinggungan dengan persebaran potensi ombak di Indonesia. Contohnya saat gempa di Bantul, Yogyakarta pada tahun 2006. Saat itu, uji coba pembangkit listrik yang ada di Yogyakarta sangat terganggu. Tetapi jangan berkecil hati kawan-kawan, adalah tugas kita, ilmuwan muda Indonesia untuk mencari solusinya.
Pelamis: Si Ular Laut
Salah satu model pembangkit yang sedang dikembangkan saat ini mirip seperti yang dicoba di Skotlandia, yaitu sebuah alat pengubah gerakan ombak menjadi energi listrik bernama Pelamis Wave Energy Converter. Pembangkit ini cukup unik karena mengadaptasi gerakan ular berenang di permukaan air. Seperti ular, gerakannya meliuk-liuk dari kanan-kiri dan atas-bawah. Pembangkit ini bekerja pada laut dengan kedalaman lebih dari 50 m dan berjarak 2-10 km dari pantai (tipe pembangkit offshore).
Dengan sistemnya yang mengapung mengikuti gerak ombak, setiap mesin alat ini diperkirakan dapat mengkonversi energi ombak menjadi listrik sebesar 750 kW dengan target efisiensi 25-40% tergantung pada pemilihan lokasi. Sementara itu, generasi kedua memiliki efisiensi hingga 70%. Daya sebesar ini diperkirakan mampu menghidupi sebanyak 500 rumah penduduk Skotlandia, dengan konsumsi listrik domestik rata-rata sebesar 4.148 kWh. Padahal, konsumsi energi listrik domestik Indonesia hanya 591 kWh. Dengan demikian, berdasarkan estimasi awal, penerapan di Indonesia bisa mencapai tujuh kali lipat daripada di Skotlandia, atau 3500 rumah. Wow!
Bagian-bagian Si Ular Laut
Pelamis yang sedang dikembangkan saat ini adalah generasi kedua (P2), dengan adanya pengembangan desain yang cukup signifikan. Pada Pelamis terdapat 3 bagian utama, yaitu Power Module, Universal Joints, serta Machine connection & anchoring system
Berikut ini penjelasan setiap bagiannya:
a. Power Module
Ada empat power module, satu untuk tiap sendi. Power module ini bagian yang seperti tubuh ularnya dan berupa tabung-tabung warna oranye. Di tabung-tabung tersebut terdapat pembangkit listrik dan komponen pengkonversi energi.
b. Universal Joints
Universal Joint adalah bagian yang memungkinkan si ular laut melenggok-lenggok, seperti sendi dalam tubuh manusia. Setiap sendi memiliki dua derajat kebebasan dengan 4 silinder hidrolis.
c. Machine connection & anchoring system
Pembangkit ini memiliki jangkar untuk menahan diri agar tidak terbawa arus laut. Pada bagian ini juga terdapat sistem elektrik yang bertujuan untuk mendistribusikan listrik hasil konversi. Seperti dalam gambar di bawah, bagian ini juga berguna untuk mendistribusi listrik menggunakan kabel bawah laut untuk selanjutnya didistribusikan ke rumah penduduk.
Cara Kerja si Ular Laut
Cara Pelamis untuk menghasilkan listrik adalah sebagai berikut: Pembangkit ini mengapung dengan beberapa bagian tubuhnya tenggelam dalam air laut, dan posisi Pelamis langsung berhadapan dengan arah ombak. Badan pelamis terdiri dari lima tabung (Power module ─ yang seperti badan ular) yang terhubung dengan universal joints (sendi-sendinya) yang memungkinkan pergerakan dua arah.
Ketika ombak mengarah ke badan Pelamis, ombak akan menyebabkan terjadinya pembengkokkan pada sendi-sendi Pelamis. Gerakan pembengkokkan tersebut dimanfaatkan dengan mengubahnya menjadi energi listrik dengan bantuan hidrolik yang memanjang dan memendek seiring dengan tarikan dan tekanan yang berasal dari gerakan naik-turun ombak. Listrik kemudian didistribusikan melalui kabel bawah tanah.
Ingin gambaran lebih lanjut? Berikut ini adalah visualisasi cara kerja Pelamis si ular laut:
- Flash player:
Peluang Aplikasi si Ular Laut di Indonesia
1. Riset dari Pelamis Wave Power Ltd
Pelamis Wave Power Ltd. selaku penemu dan pengembang Pelamis telah memprediksi beberapa tempat di dunia yang dinilai cukup efektif untuk mengaplikasikan Pelamis Wave Converter. Salah satu tempat tersebut berada di lautan Indonesia.
2. Mitigasi Bencana
Dengan sistem pembangkit yang mengapung, jika ada gelombang tinggi dan getaran akibat dari aktivitas tektonik maupun vulkanik, sistem ini memiliki probabilitas yang tinggi untuk tahan terhadap getaran tersebut. Oleh karenanya layak untuk dikembangkan di daerah rawan gempa seperti Indonesia.
3. Konsep Clean Energy
Pembangkit ini tidak memerlukan bahan bakar untuk pergerakannya. Semakin kuat dan tinggi ombak yang ada, semakin rendah “harga” energi yang dihasilkan dari sumber energi terbarukan ini.
4. Kebutuhan masyarakat di pantai
Berdasarkan dari hasil observasi, daerah pinggiran Pantai Selatan Yogyakarta masih merupakan daerah yang tertinggal dari daerah lainnya. Terlebih di Provinsi Yogyakarta sendiri belum terdapat pembangkit listrik sama sekali. Model Pelamis ini layak untuk dikembangkan di daerah tersebut sehingga potensi perekonomian masyarakat daerah pesisir bisa ditingkatkan.
Mengingat bahwa energi gelombang adalah sesuatu yang baru, namun memiliki keuntungan dari segi produksi dan pengembangan teknis sehingga sangat dibutuhkan dukungan dari pihak terkait terutama pemerintah, masyarakat, dan peneliti-peneliti muda Indonesia agar dapat bersaing dan menjadi produsen pembangkit energi alternatif. Bukan tidak mungkin kita kalahkan penemu konsep Pelamis itu sendiri sehingga kita tidak lagi bergantung pada teknologi dari luar negeri.
Epilog
“Wah,sungguh besar ya potensi ombak di Indonesia,” ujar Budi.
“Nah, makanya belajar yang rajin biar bisa membuat pembangkit listrik sendiri di Indonesia,” timpal ibu menasehati.
“Oke Bu, saya akan belajar untuk membangun Indonesia!” teriak Budi dengan semangat dan yakin.
Catatan:
Tulisan ini didasari oleh paper berjudul “Pelamis as The Wave Power Plant Solution that Withstand Earthquakes in Pantai Selatan, Yogyakarta” oleh Muhammad Nabil Satria Faradis, Kholqillah Ardhian Ilman, dan Akhsanto Anandito yang telah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Termofluida ke-5, pada 28 Agustus 2013, di Yogyakarta.
Bahan Bacaan:
- Laporan Teknis Penelitian dan Pengembangan Kelistrikan (Oscillating Water Column), BPDP-BPPT, 2005.
- I. Raharjo (2013). Cincin Api Indonesia.
- Web resmi riset Pelamis: http://www.pelamiswave.com/
- Pelamis Wave Power Brochure
- Berita JPNN (2011): Konsumsi Listrik Indonesia Terendah di ASEAN.
Penulis:
Muhammad Nabil Satria Faradis, mahasiswa Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada, Indonesia.
Kontak: nabil.satria24(at)yahoo.co.id; muhammad.nabil.s(at)mail.ugm.ac.id