Berbagai studi selama 30 tahun, khususnya di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa program pembinaan anak usia dini dapat memperbaiki prestasi belajar, baik di SD maupun SMP, dan dapat meningkatkan produktivitas kerja dan penghasilan di masa depannya, serta mengurangi ketergantungannya pada pelayanan kesehatan dan sosial. Demikian kesimpulan Mary Eming Young dalam bukunya yang dalam bahasa aslinya dinyatakan :
Thirty years of research have shown that such programs can improve primary and even secondary school performance, increase children’s prospects for higher productivity and future income, and reduce the probality that they will become burdens on public health and social budgets.
Selanjutnya ditemukan bahwa yang menentukan kualitas manusia yang perlu dibina sejak dini adalah kesehatan, nutrisi dan stimulasi intelektual dan emosi anak. Ketiga hal tersebut perlu ditangani secara serentak dan sinergis. Maksudnya adalah kita tidak dapat mengutamakan hanya dimensi kesehatan saja dan melupakan nutrisi dan rangsangan intelektual/emosional. Kita juga tidak dapat hanya memberikan rangsangan intelektual tanpa memperhatikan nutrisi dan kesehatan. Penanganan ketiganya pun harus dimulai sejak usia 0 (nol) tahun. Bahkan untuk kesehatan dan nutrisi sudah harus mulai sejak dalam kandungan (pre–natal). Oleh karena itu, memulai pembinaan baru pada usia Taman Kanak-kanak sudah dipandang terlambat.
Studi yang dilakukan oleh “Carniage Task Force on Meeting the Needs of Young Children” menyimpulkan hasil penemuannya sebagai berikut:
- Brain development before age one is more rapid and extensive than was previously realized. Although cell formation is virtually complete before birth, brain maturation continous after birth.
- Brain development is much more vulnerable to environmental influence than we suspected. Inadequate nutrition before birth and in the first years of life can seriously interfere with brain development and lead to such neurological and behevioral disorders as learning disabilities and mental retardation.
- The influence of early environment on brain development is longlasting. There is considerable evidence showing that infants exposed to good nutrition, toys, and playments had measurably better brain function at twelve years of age than those raised in a less stimulating environment.
- Environment affects not only the number of brain cells and the number of connections are “wired”. The process of eliminating excess neurons and sysnapses from the dense, immature brain, which continues well into adolescence, is most dramatic in the early years of life, and it is guided to a large extend by the child’s sensory experience of the outside world.
- Early stress can affect brain function, learning, and memory adversely and permanently. New research provides a scientific basic for the long-recognized fact that children who experience extreme stress in their earliest years are at greater risk for developing a variety of cognitive, behavioral, and emotional difficulties later in life.
Ditemukan juga bahwa 50% kemampuan kognitif seseorang telah terbentuk pada usia 4 tahun. Karena itu, intervensi perkembangan anak sejak dini dalam tiga hal yang telah disebut di atas, yaitu kesehatan, nutrisi, dan rangsangan intelektual dan emosional, mempunyai pengaruh jangka panjang terhadap kemampuan dan perkembangan intelektual, sosial, dan kepribadian seseorang dalam perkembangan selanjutnya.
Secara singkat, dapat dikemukakan bahwa paling tidak ada lima pertimbangan yang menjadikan program pembinaan anak sejak dini sebagai program yang penting, yaitu:
- Menyiapkan tenaga manusia yang berkualitas dengan pendekatan ilmiah;
- Mendorong “economic return” yang tinggi, dan rendahnya biaya sosial, karena tingginya daya tahan;
- Meningkatkan pemerataan dalam kehidupan masyarakat;
- Meningkatkan daya guna investasi di bidang lainnya; dan
- Menolong para orang tua dan anak-anak itu sendiri.
Sebagian besar negara berkembang belum memberi perhatian secara penuh kepada pembinaan perkembangan anak usia dini. Perhatian sebagian besar negara berkembang terhadap perkembangan anak usia dini barulah pada dimensi kesehatan untuk “survival“. Tetapi apa artinya “survival” kalau ternyata kemampuan dasar kognitifnya rendah, produktivitasnya rendah, dan daya tahannya rendah. Mereka bukan hanya kurang berarti dalam menyumbang pada pembangunan negara bangsanya, melainkan akan menjadi beban bagi masyarakat dalam hidupnya. Dalam kaitan ini, perlu diinformasikan bahwa di negara maju lebih dari 80% anak sejak dini terjangkau oleh pelayanan pembinaan anak, sedangkan di negara berkembang paling tinggi antara 20-30%. Bagaimana dengan Indonesia?
Sesungguhnya di Indonesia telah terdapat berbagai upaya untuk menangani pembinaan anak sejak usia dini, baik secara langsung (melalui Penitipan Anak, Kelompok Bermain, dan taman Kanak-Kanak), maupun secara tidak langsung, seperti Posyandu, Balai Keluarga Balita (BKB), dan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh PKK, KOWANI, dan Pendidikan Keluarga yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan KOWANI dan PKK.
Namun demikian, segala pelayanan itu masih terpisah-pisah, belum tersinkronkan dan belum sinergis. Di samping itu, jumlah dan jangkauannya masih sangat terbatas. Taman Kanak-Kanak hanya menjangkau kurang dari 20% anak usia Taman Kanak-Kanak, sedangkan Penitipan Anak dan Kelompok Bermain belum menjangkau 1% anak usia < 5 tahun. Kenyataan ini cukup memprihatinkan karena kita mengetahui makin meningkatnya ibu yang bekerja, masih adanya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan, dan masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pembinaan anak usia dini. Karena itu, upaya untuk mengembangkan program pengembangan anak usia dini merupakan tantangan yang tidak ditunda lagi sebagai upaya untuk mengembangkan dan melaksanakannya.
Bagaimana itu dikembangkan? Pilihan-pilihan apakah yang terbuka untuk dijelajahi dalam mengembangkan dan melaksanakan program pembinaan anak usia dini? Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, bagian berikut akan digunakan untuk membahasnya. Dalam tulisan ini setiap istilah pembinaan dan pendidikan dimaksudkan untuk menunjuk pada upaya yang secara serentak dan sinergis meliputi pembinaan kesehatan, nutrisi, dan pendidikan yang dalam kaitannya dengan anak balita lebih berintikan pada upaya untuk merangsang perkembangan kemampuan intelektual, perkembangan emosi, perkembangan sosial, dan kepribadian anak. Berangkat dari kenyataan terbatasnya daya jangkau pelayanan yang melembaga dari Taman kanak-kanak, Kelompok Bermain, Penitipan Anak, Posyandu, BKB, dan program-program pendidikan keluarga, perhatian kita perlu ditujukan pada upaya alternatif yang memungkinkan lebih banyak anak pada usia dini, baik langsung maupun tidak langsung, mendapat pelayanan pembinaan.
Ada berbagai pendekatan atau alternatif pelayanan yang sasaran akhirnya adalah meningkatnya jangkauan dan mutu layanan bagi pembinaan anak usia dini. Pendekatan-pendekatan itu adalah sebagai berikut:
- Pelayanan langsung kepada anak-anak melalui program penitipan anak, kelompok bermain, dan berbagai bentuk kelembagaan yang melayani secara langsung dan melembaga.
- Pendidikan “Caregivers“, baik orang tua, ibu atau tenaga sukarela melalui program-program kunjungan dari rumah ke rumah, pendidikan keluarga, Posyandu, atau BKB.
- Peningkatan partisipasi masyarakat melalui progam pemasyarakatan dengan melatih kader dan pemimpin seperti yang dilakukan di Malaysia dan Thailand.
- Pengembangan kemampuan tenaga ahli dan semi ahli untuk memberikan model-model pembinaan yang dapat menarik perhatian dan meningkatkan motivasi masyarakat untuk mengikuti jejak model-model yang dikembangkan oleh para ahli.
- Peningkatan kesadaran masyarakat dan peningkatan tuntutan masyarakat atas perlunya program tersebut.
- Mengembangkan jaringan kerja dalam masyarakat yang dapat mendukung terlaksananya suatu program, seperti ditetapkannya peraturan-peraturan yang secara tidak langsung mendorong atau memperkuat kemauan seluruh masyarakat untuk melaksanakan program pembinaan anak usia dini.
- Mengembangkan kebijaksanaan nasional yang menjadi landasan terlaksananya program secara ajeg dan sinambung.
Ketujuh alternatif pendekatan yang disajikan bukanlah bentuk-bentuk pendekatan yang “mutually exclusive” melainkan dapat merupakan rangkaian upaya yang akhirnya bermanfaat bagi masyarakat dan melembaganya program pembinaan anak usia dini.
Menyadari kedudukan strategis pembinaan anak usia dini dalam upaya meningkatkan kualitas manusia Indonesia dan memaklumi masih rendahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat Indonesia akan pentingnya pembinaan anak usia dini, maka marilah kita mulai menggalakkan kepada masyarakat tentang pentingnya pembinaan anak usia dini tersebut.
Bahan bacaan:
- Laporan studi misi Bank Dunia, Early Child Development in Indonesia, Jakarta (1996).
- R. Myers, The Twelve Who Survive, New York, Rotledge (1992).
- Publikasi Bank Dunia. Enriching Lives: Overcoming Vitamin and Mineral Malnutrition. The World Bank, Washington (1994).
- M. E. Young, Early Child Development: Investing in the Future, The World Bank, Washington (1996).
Penulis:
Prof. Dr. H. Soedijarto, Guru Besar Ilmu Pendidikan (Emeritus) di Universitas Negeri Jakarta.