Pengalaman tinggal di Jepang memberikan banyak kisah menarik bagi warga Indonesia yang menetap di sana. Berikut ini pengalaman penulis mengenai kehidupan di Jepang yang tampak seperti dongeng dalam kisah Doraemon. Mengapa Doraemon? Karena ia memiliki kantong ajaib yang bisa mengeluarkan barang-barang yang memudahkan urusan si Nobita. Begitulah hidup di Jepang. Banyak kemudahan di dalamnya, seperti cerita negeri dongeng. Nah, ketika kalian merasakan hidup di Jepang dan kemudian melihat dunia nyata, niscaya kalian akan tersadar bahwa Jepang negeri dongeng impian banyak orang. Okay, seperti apa negeri dongengnya Doraemon ini? Mari kita bahas satu per satu.
1. Kantor pelayanan publik
Jepang memiliki kantor kecamatan (kuyakusho), dan kantor kota (shiyakusho) di setiap wilayah. Penulis beberapa kali pergi ke kuyakusho untuk mengurus berbagai hal. Di sini, semua data penduduk tercatat rapi di kantor kuyakusho masing-masing. Bukan hanya data warga negara melainkan juga data orang asing, semua rincian data tersimpan di sana. Kali pertama datang ke Jepang, tiap warga pendatang atau orang asing harus mendaftarkan diri ke kuyakusho. Lantas diberikanlah semacam KTP dan asuransi kesehatan (hokken). Ketika pindah rumah (yang berarti pindah alamat), semua warga berkewajiban lapor diri ke kuyakusho untuk mencatatkan alamat baru dan mendapat hokken baru sesuai dengan alamat saat ini.
Di Jepang, berlaku aturan seseorang tidak bisa bebas memiliki dan membuat KTP di mana-mana. Dengan demikian, ketika ada tagihan atau kelebihan pembayaran di alamat lama, pihak bersangkutan akan menghubungi alamat baru yang tercatat di kuyakusho. Pengalaman penulis, beberapa kali penulis mendapat pengembalian uang dari alamat lama dan dikirim ke alamat baru, misalnya pengembalian uang listrik dan internet. Sistem administrasinya sangat rapi membuat susah kabur tanpa meninggalkan jejak.
Manfaat lain dari sistem kependudukan yang rapi ini adalah memudahkan urusan pemerintah melakukan sensus penduduk. Ketika sensus, selain survei langsung ke rumah penduduk, petugas juga tinggal menanyakan keadaan penduduk ke kuyakusho karena semua data ada di sana. Tidak hanya pemerintah yang dibuat mudah urusannya, penduduk pun merasakan banyak kemudahan. Contoh sederhananya, kalau kita tidak mendaftarkan diri, kita tidak akan pernah mendapatkan hokken, asuransi kesehatan. Kalau tidak punya hokken, berarti jangan pernah sakit karena kita harus membayar penuh biaya kesehatan tanpa potongan dari pemerintah.
Rapinya sistem administrasi kependudukan juga mendatangkan kemudahan untuk anak-anak sekolah, tingkat SD, SMP, dan SMA. Urusan pemilihan sekolah dibantu oleh pemerintah. Kualitas sekolah negeri di sini memiliki standar yang seragam. Di mana pun sekolahnya, tidak ada perbedaan mencolok tentang kualitas, fasilitas, dan sistem belajar mengajarnya. Orang tua cukup datang ke kantor pemerintah kota, shiyakusho. Setelah itu petugas shiyakusho yang akan mencarikan dan menghubungi calon sekolah yang terdekat dengan tempat tinggal kita. Jadi, buat orang tua yang memiliki anak usia sekolah, lokasi perlu dipertimbangkan manakala ingin pindah rumah. Saat pergi ke sekolah, orang tua kita tinggal membawa surat pengantar dari shiyakusho dan hari itu juga sekolah akan menerima. Kita tidak perlu repot membawa segala macam “embel-embel” keterangan lainnya. Pokoknya, pemerintah sangat membantu dalam hal ini.
Sepanjang penglihatan penulis selama berkali-kali berkunjung ke kuyakusho, tidak pernah terlihat pegawai santai ataupun bergerombol mengobrol. Semua tampak sangat sibuk di depan meja kerja masing-masing yang tanpa sekat sehingga aktivitasnya bisa dilihat oleh siapapun. Warga yang membutuhkan pelayanan cukup mengantri beberapa saat dan segera dilayani. Kantor dibuka antara pukul 09.00 sampai 17.00, dan benar-benar tepat waktu buka dan selesai. Luar biasanya, pada jam istirahat, mereka masih melayani warga. Istirahat dilakukan secara bergantian, tidak membiarkan warga menunggu jam istirahat selesai.
Pelayanan maksimal dapat dirasakan penulis sejak awal menginjakkan kaki ke sini. Saat itu, penulis sama sekali belum tahu bahasa Jepang. Melihat warga asing yang sama sekali tidak bisa bahasa Jepang, petugas berusaha menghubungi penerjemah di kuyakusho. Setelah sekian lama tinggal di sini, mau tidak mau penulis memaksa diri sendiri menggunakan bahasa Jepang. Mereka sangat menghargai orang asing yang berusaha berbicara dalam bahasa Jepang. Urusan akan menjadi lebih lancar, bila kita juga lancar berbahasa. Misalnya, sempat suatu ketika penulis harus mengurus boshitecho (buku kesehatan ibu dan anak), ada kata-kata dalam bahasa kanji yang sulit dipahami artinya. Petugas dengan sabar berusaha menjelaskan semampunya. Semua petugas ramah dan murah senyum. Selama ini penulis belum pernah bertemu dengan petugas yang sinis. Tidak pernah ditampakkan mood mereka yang sebenarnya, hanya wajah penuh senyum ketika mereka harus profesional sebagai pelayan publik. Dan semua warga mendapatkan pelayanan prima tanpa diskriminasi, tanpa merasa kesulitan dan lama menanti.
2. Pasar tradisional dan supermarket
Pasar tradisional di sini sangat bersih tanpa tercium bau-bauan tidak sedap. Setiap kali lapak ditutup, keadaan kembali rapi seperti semula dan tidak nampak lagi kalau beberapa waktu sebelumnya adalah pasar. Para penjual juga memegang prinsip kejujuran. Saat kita akan belanja, akan diberi beberapa alternatif pilihan, lengkap dengan masing-masing kelebihan dan kekurangannya. Misalnya, buah dengan harga yang sekian karena ada cacatnya, sedangkan buah yang sama dengan harga yang sedikit lebih mahal karena kualitasnya nomor satu. Pembeli diberi kebebasan memilih dan tidak akan kecewa dengan hasil belanjanya karena sejak awal si penjual memberi tahu keadaan barang dagangannya. Begitulah keadaan di pasar tradisional.
Situasi di supermarket, biasa disebut supa, sekilas mirip di Indonesia. Pembeli memilih barang belanja sendiri kemudian menuju kasir untuk membayar. Nah, di sinilah keunikannya. Uang kembalian selalu berupa uang tunai berapapun uang yang kita bayarkan kepada kasir. Pecahan terkecil yen adalah satu yen. Satu kasus misalnya, jika uang kembalian adalah 101 yen, kasir akan memberi sekeping koin recehan bernilai 100 yen dan sekeping lagi bernilai 1 yen. Tidak pernah dijumpai kembalian berupa permen di kasir.
Jika pembeli memerlukan kantong plastik, biasanya mereka harus membayar tambahan antara 1 hingga 5 yen (berbeda harganya tiap supa). Pembeli bisa membawa kantong belanja sendiri sehingga mereka tidak perlu membayar tambahan. Setiap supa menjual kantong belanja yang bisa dipakai berulang kali. Tentunya petugas pun tidak memaksa untuk membeli kantong belanja yang disediakan. Malahan, dengan semangat go green, pembeli diharapkan membawa kantong belanja sendiri dari rumah. Selesai membayar, si pembeli membungkus barang sendiri (self service). Dan pembeli lain pun tidak perlu antri lama menunggu si petugas membungkus belanjaan kita. Petugas kasir pun ramah-ramah semua.
3. Pelayanan toko
Kalau kita masuk ke sebuah toko, kita akan disambut oleh petugas yang bersahabat. Kita diperbolehkan membuka barang yang akan dibeli, melihat detail, dan menanyakan kualitas. Andaikata akhirnya tidak jadi beli, si petugas toko tetap akan mengantar kita keluar tokonya dengan ucapan yang menyenangkan. Meskipun kita tak jadi membeli. Dengan demikian akan ada kesan baik dari konsumen. Di kesempatan selanjutnya, kita tetap nyaman kembali ke toko tersebut.
4. Transportasi
Ada berbagai macam jenis transportasi, di antaranya bus, taksi, kereta, dan subway. Jenis kereta yang seperti “pintu ke mana saja” milik Doraemon adalah shinkansen (kereta cepat). Shinkansen sangatlah efektif dan efisien meskipun harga tiketnya mahal (untuk jarak sekitar 300 km rata-rata 10.000 yen per satu kali jalan). Prinsip kerjanya, jika dalam waktu satu hari kita bisa mengurus semua pekerjaan yang perlu dilakukan di dua kota berbeda yang masih terjangkau perjalanan shinkansen, artinya harga tiket shinkansen sebanding dengan hal itu. Misalnya, jarak seperti Semarang-Bandung bisa ditempuh dalam waktu hanya 2 jam. Dari Semarang ke Bandung balik lagi ke Semarang bisa ditempuh dalam 4 jam saja. Jika kita bekerja di Bandung pagi hari dan siangnya ada yang harus dikerjakan di Semarang, kemudian malam kembali lagi ke Bandung, bayangkan betapa sangat efektif dan efisiennya menggunakan shinkansen. Urusan selesai, kerjaan lancar, semua bisa dilakukan dalam hari yang sama.
Demikian pula transportasi lainnya, semua tepat dengan jadwal masing-masing. Jika ada keterlambatan jadwal, biasanya lebih banyak terjadi karena kejadian di luar kendali manusia, seperti badai salju. Perusahaan kereta pun akan bertanggung jawab kepada para penumpang agar tidak “terlunta-lunta” di tempat macet. Jika ada yang naik kereta biasa (kemudian delay) lantas dialihkan naik shinkansen atau dinaikkan taksi sampai ke tujuan, tanpa tambahan biaya. Ketepatan waktu menjadi salah satu ciri khas Jepang. Bahkan untuk taksi pun, pengalaman penulis naik taksi selalu dicarikan rute yang paling cepat sampai ke tempat tujuan. Beberapa sopir yang cukup berpengalaman biasanya mengatakan hal semacam ini, “Kita lewat jalan sini ya, lebih dekat.”
Bahkan pengalaman salah seorang teman ketika naik taksi, pak sopir sampai mematikan argonya karena dia salah jalan. Sang teman pun membayar sesuai argo sebelum dimatikan. Dan pak sopir pun berkali-kali meminta maaf. Ada kepuasan penumpang tanpa khawatir ditipu argo karena muter-muter. Dari transportasi, kita belajar betapa berharganya waktu bagi orang Jepang.
5. Sampah
Pembuangan sampah ada jadwalnya masing-masing. Sampah dipilah dari rumah masing-masing warga; sampah organik dan non organik (plastik, botol, dan kertas). Mobil sampah akan mengambil di setiap wilayah sesuai jadwal hari. Meski di sepanjang jalan tidak ditemui kotak sampah, ajaibnya tidak ada sampah di sana (meski sekadar sampah bungkus permen). Kita harus siapkan kantong atau tas masing-masing untuk wadah sampah kita, hingga dibawa pulang. Kalaupun ada sampah, biasanya hanya berupa puntung rokok. Inilah yang menjadi bagian para volunteer untuk memungut puntung rokok di trotoar dengan menggunakan capitan. Ada kemungkinan, sang perokok tidak membawa puntung ke rumah, takut saku mereka terbakar. Tapi, sebagian perokok ada juga yang bermurah hati membeli wadah puntung rokok portabel untuk tempat sampah mereka.
6. Trotoar dan jalan sepeda
Pejalan kaki dan pengendara sepeda memiliki jalan sendiri. Kita bisa merasa tenang, aman, dan tenteram mengendarai sepeda keliling kota. Lampu lalu lintas bekerja optimal. Kita bisa santai menyebrang zebra cross tanpa harus khawatir ada mobil menyelonong. Semua pengguna jalan tahu hak dan kewajiban masing-masing. Jarang terdengar mobil maupun motor membunyikan klakson. Ada banyak lansia di jalan, dan mereka sangat berisiko lebih besar jika terdengar suara klakson.
Udara kota juga bersih. Meski banyak kendaraan dan gedung bertingkat, ruang hijau tetaplah tersedia. Tidak hanya satu taman kota, nyaris di setiap kelurahan ada taman kota untuk warga bercengkerama. Naik sepeda menjadi benar-benar sehat yang sesungguhnya, bebas polusi.
7. Daiso dan Hyakuen Shop
Toko sejuta umat, murah meriah. Banyak barang kebutuhan sehari-hari, isi dapur, pernak-pernik, dan barang-barang sejenisnya dijual rata seharga 105 yen. Ada juga yang harganya lebih mahal, tetapi kita bisa memilihnya. Nyaris semua barang tersedia mulai dari barang-barang hobi berkebun, barang keperluan dapur hingga kamar mandi. Seperti isi kantong Doraemon!
8. Fasilitas kesehatan, klinik, dan rumah sakit
Sebelum ke rumah sakit, kita harus periksa ke klinik dulu. Jika mendapat rujukan barulah bisa pergi ke rumah sakit. Klinik dan rumah sakit di sini tidak menyeramkan, tanpa bau obat. Dokter di klinik kecil pun nyaris semuanya adalah dokter spesialis yang profesional. Penulis jarang melihat praktik dokter umum. Jika pasien perlu dirujuk ke dokter spesialis lain, dokter klinik akan menelepon klinik rujukan sebelum si pasien datang. Semua dibuat berdasarkan janji pertemuan, termasuk jadwal janji selanjutnya. Semua dilayani dengan baik tanpa pembedaan kelas. Seperti sudah disebutkan di atas, hokken (asuransi kesehatan) sangat membantu ketika sakit, dengan membayar 30% dari total biaya. Tentu saja, lebih baik jika kita selalu sehat.
9. Bento
Sejak TK anak-anak dibiasakan membawa makan bekal makan siang, bento. Anak-anak tidak dibiasakan jajan di luar. Ini salah satu budaya Jepang yang mengakar, ada jam makan siang di sekolah. Makan bento bersama-sama. Bahkan, kebiasaan membawa bento ini terus berlanjut hingga tingkatan para pekerja kantoran yang tidak jarang membawa bento yang dibuat sendiri di rumah.
10. Semangat hidup
Ganbarimashou! Tidak boleh putus asa dari keterpurukan. Hal ini terutama sangat terasa pascagempa dan tsunami Maret 2011. Meskipun krisis tengah melanda seluruh Jepang, mereka tidak banyak mengeluh tetapi terus berusaha memperbaiki keadaan dan perlahan-lahan bangkit kembali seperti sediakala.
***
Sepertinya cukup dulu cerita tentang negerinya Doraemon, negeri khayalan karena banyak kemudahan hidup. Sebagai warga Indonesia yang tinggal di Jepang, tebersit kukuhnya niat menjadi agen perubahan ketika kembali ke Indonesia. Mengambil nilai-nilai positif dari negeri ini untuk diterapkan di Indonesia dan tinggalkan hal-hal buruknya. Mari bangun dari tidur kita karena perjalanan Indonesia untuk bisa menjadi seperti Jepang tampaknya masih sangatlah amat panjang.
Penulis:
Retno Ninggalih, ibu rumah tangga, bertempat tinggal di Sendai, Jepang.
Kontak: r.ninggalih(at)gmail(dot)com