Kisah Gerak Brown dan Fenomena Keteracakan

Alkisah pada masa lampau, para filsuf meyakini bahwa seluruh benda di alam semesta ini tersusun atas sejumlah partikel kecil yang tidak bisa dibagi lagi yang bernama “monads”. Setiap benda mengandung jumlah partikel yang berbeda. Di masa kini, pemahaman tersebut telah berkembang menjadi konsep tentang atom.

Seorang filsuf Romawi bernama Lucretius menyebutkan dalam bukunya On the Nature of Things bahwa pergerakan debu-debu yang beterbangan yang biasa kita lihat saat matahari bersinar dengan cerahnya itu sangat terkait dengan hembusan yang tak terlihat dari atom-atom penyusun debu. Dengan konsep fisika yang ada di masa sekarang, kita mungkin tidak akan setuju dengan pandangan Lucretius tersebut karena telah lazim dipahami bahwa debu-debu tersebut dapat “menari” akibat adanya arus udara yang menggerakkan partikel debu.

Tapi tunggu dulu, apakah berarti ide Lucretius sepenuhnya salah? Mungkin benar idenya tidak bisa digunakan untuk menjelaskan gerakan debu yang beterbangan, tetapi ternyata di awal abad ke-19 hingga abad ke-20, ada fenomena menarik yang membuat pusing para ilmuwan dan mungkin saja bisa dijelaskan dengan konsep atom, bahkan menjadi bukti tersendiri bahwa atom itu ada!

Pada tahun 1827, ahli Botani bernama Robert Brown menggunakan mikroskopnya mampu mengamati  pergerakan yang menarik dari serbuk bunga yang terlarut dalam suatu cairan. Awalnya ia mengira partikel-partikel di dalam serbuk bunga (yang menyebabkan gerakan tersebut) pastilah hidup. Akan tetapi, ketika ia mengganti serbuk bunga dengan serbuk lainnya yang mati, ternyata ia mendapati gerakan yang sama persis.

Partikel-partikel  di dalam serbuk bunga ini tampak bergerak saat  dilihat dengan mikroskop.
Partikel-partikel di dalam serbuk bunga ini tampak bergerak saat dilihat dengan mikroskop.

Dari penelitiannya ini, Brown mendapatkan beberapa fakta menarik terkait sifat gerakan partikel di dalam cairan yang ia teliti, antara lain: (1) gerak partikel tidak pernah berhenti, (2) gerak partikel tidak tergantung pada sifat hidup /mati dari medium penampungnya, (3) seluruh partikel bergerak sangat acak, bahkan dua partikel yang sangat dekat pun tampak independen satu sama lain, dan (4) gerakan yang muncul akan semakin aktif jika ukuran partikel semakin kecil, atau temperatur semakin besar, atau cairan penampung semakin encer.

Hanya saja, meskipun Brown mampu menemukan faktor-faktor penting yang mempengaruhi gerakan partikel tersebut, ia tidak mengerti apa yang menjadi sebab partikel-partikel berkelakuan seperti yang ia amati. Jauh sebelum Brown, sekitar tahun 1785, ilmuwan Belanda Jan Ingenhousz sebenarnya pernah mengamati gerakan serupa pada partikel batuan yang ditempatkan di atas alkohol. Namun, saat itu Ingenhousz belum menemukan faktor-faktor penting yang mempengaruhi aktivitas gerakan partikel. Oleh karenanya, gerakan partikel yang acak ini dinamai sebagai gerak Brown untuk lebih menghargai kontribusi Brown.

Pada tahun 1800an, John Dalton di Inggris sedang dalam puncak kejayaannya dengan berbagai penelitian yang ia lakukan. Salah satu yang menarik adalah idenya tentang keberadaan atom. Ia dianggap sebagai orang pertama yang secara sistematis membuat model atom. Sayangnya, tidak ada eksperimen maupun perhitungan yang mampu membuktikan keberadaan atom saat itu.

Kembali pada kasus gerak Brown, penjelasan gerakan ini secara matematis pertama kali berhasil dirumuskan oleh astronom Denmark bernama Thorvald Thiele  pada tahun 1880. Kemudian pada tahun 1900 matematikawan Prancis bernama Louis Bachelier menulis tesis doktornya yang berjudul “Teori Spekulasi”, yang merupakan analisis matematis pertama terhadap pasar stok. Di sisi lain, Bachelier juga menyinggung persoalan gerak Brown yang dikaitkan dengan pemodelan pasar, yang sama-sama tampak sangat acak.

Nah, yang jadi masalah pada saat itu adalah, para ilmuwan masih tidak bisa menemukan keterkaitan antara rumusan matematis dari konsep keteracakan dengan sumber penyebab gerak Brown, karena sumber gerak Brown itu sendiri masih tidak diketahui. Permasalahan ini akhirnya dipecahkan oleh Albert Einstein pada 1905 di dalam 3 makalahnya. Einstein menyadari bahwa gerakan acak dari partikel serbuk bunga (atau partikel lainnya) di dalam cairan sebenarnya terjadi karena tumbukan antara partikel serbuk (yang dapat terlihat karena ukurannya cukup besar untuk diamati mikroskop) dengan molekul cairan (yang tidak dapat terlihat karena saking kecilnya). Analoginya seperti seorang ‘hantu’ menendang-nendang bola sepak di lapangan sehingga bola bergerak acak meski tidak terlihat siapa yang menendangnya.

Lebih jelasnya kita bisa bayangkan ukuran partikel serbuk kira-kira 1 mikrometer ($latex 10^{-6}$ m). Anggaplah partikel ini terapung di sebuah kolam yang terisi penuh oleh air. Satu molekul air ukurannya kira-kira 1 angstrom ($latex 10^{-10}$ m), sekitar 10.000 kali lebih kecil daripada ukuran partikel serbuk. Namun, jumlah molekul air ini sangat banyak di sekeliling partikel serbuk. Kita bisa bayangkan lagi partikel serbuk ini seperti balon besar yang terdesak oleh molekul-molekul air dari berbagai arah. Gerak Brown kemudian dapat terjadi karena ketidakseimbangan gaya yang dihasilkan oleh molekul-molekul cairan yang kecil terhadap partikel serbuk yang lebih besar.

Dengan teorinya itu, Einstein bahkan dapat menghitung berapa jumlah molekul cairan (yang tidak terlihat) yang menumbuk sebuah partikel serbuk dan seberapa cepat molekul cairan bergerak. Semua ini dapat dihitung hanya dengan diberi informasi seputar gerakan acak partikel serbuk yang dapat terlihat. Hasil penelitian Einstein ini bersama dengan penelitian lainnya pada tahun 1906 oleh ilmuwan Polandia bernama Marian Smoluchowski menjadi solusi penjelasan terhadap gerak Brown yang dapat diterima hingga saat ini. Lebih lanjut lagi, gerak Brown dapat menjadi bukti tidak langsung dari keberadaan atom dan molekul. Berbekal pemahaman terhadap gerak Brown dan konsep matematika gerak acak, ilmuwan Prancis bernama Jean Perrin kemudian menghitung ukuran atom dan memprediksi bilangan Avogadro dengan cukup akurat.

Penelitian terhadap gerak Brown menjadi salah satu tonggak dimulainya pengembangan konsep matematis untuk keteracakan serta teori probabilitas. Saat ini, konsep matematika keteracakan diterapkan pada berbagai aspek kehidupan kita, tidak hanya untuk menjelasakan pergerakan atom. Contohnya adalah analisis pasar stok, identifikasi citra, analisis sidik jari, pengujian keaslian objek seni, pelacakan hewan, mutasi genetis, komunikasi sinyal, dan berbagai simulasi komputer.

Dari kisah gerak Brown ini, tampak jelas bahwa suatu konsep matematika yang baru itu dapat lahir dari menjelaskan satu fenomena yang spesifik, kemudian dikembangkan ke bidang-bidang lain yang jauh lebih luas aplikasinya. Barangkali poin inilah yang menjadi hal paling menarik dalam mempelajari dan menerapkan matematika. Setuju?

Bahan bacaan:

Penulis:
Ahmad Ridwan T. Nugraha, peneliti fisika, alumnus ITB dan Tohoku University.
Kontak: art.nugraha(at)gmail(dot)com.

Gerakan 1000guru adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bersifat nonprofit, nonpartisan, independen, dan terbuka. Semangat dari lembaga ini adalah “gerakan” atau “tindakan” bahwa semua orang, siapapun itu, bisa menjadi guru dengan berbagai bentuknya, serta berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Back To Top