Bentuk Ujung Kepala Shinkansen Meniru Paruh Burung

Pernahkah kita memperhatikan burung pekaka (kingfisher)? Burung ini mempunyai kepala besar dengan bentuk paruh yang khas. Paruh burung ini besar, panjang dan runcing. Burung ini sering mengincar mangsanya yang berupa ikan dari kejauhan. Saat mangsanya telah dipastikan, dalam sekejap burung ini meluncur langsung ke permukaan air dan menyelam dengan ujung paruhnya di depan untuk menusuk ataupun menjepit mangsanya. Sungguh luar biasa, burung ini selalu sukses memburu mangsanya walaupun mangsanya itu berada di dalam air. Sedikit saja riak air berdecak seharusnya mangsanya bisa segera kabur, tetapi bisa dikatakan bahwa burung pekaka nyaris tidak pernah gagal ketika menangkap mangsanya.

Burung pekaka (kingfisher) dan shinkansen generasi 500.
Burung pekaka (kingfisher) dan shinkansen generasi 500.

Shinkansen (bullet train) adalah kereta cepat asal jepang yang kecepatannya mencapai 300 km/jam. Menaiki shinkansen seolah-olah menaiki mobil F1. Shinkansen dirancang dengan teliti dan menggunakan teknologi yang sangat canggih. Salah satunya adalah bentuk ujung shinkansen ini. Memang kalau kita perhatikan bentuk ujung kereta ini berbeda dengan bentuk ujung kereta listrik pada umumnya. Ujung kereta ini berbentuk panjang dan lancip. Ternyata bentuk yang seperti ini dirancang tidak hanya mempertimbangkan aspek aeromodeling, tetapi fenomena lain yang terkait dengan kecepatannya yang sangat tinggi.

Penulis pernah naik shinkansen dari Tokyo ke Kokura, Kyushu. Salah satu jalur yang dilewati adalah jalur ShinOsaka-Hakata. Sekitar 51% dari jalur ini, yang panjangnya mencapai 553,7 km, adalah berupa terowongan. Jumlah terowongannya mencapai 142 buah. Jadi, bisa dibayangkan bagaimana bisingnya ketika kita melalui jalur ini dengan kereta yang melaju cepat keluar masuk terowongan. Akan tetapi, benarkah bising?

Ketika shinkansen dengan kecepatan tinggi memasuki terowongan yang sempit, udara di dalam terowongan akan termampatkan menjadi seperti peluru udara. Udara yang termampatkan ini akan merambat dengan kecepatan suara sampai ujung pintu keluar terowongan sambil diperkuat karena adanya hambatan udara di dalam terowongan. Pada ujung pintu keluar terowongan ini, suara ledakan dan getaran udara terjadi. Hal ini menjadi masalah besar bagi jalur shinkansen yang melewati daerah yang tidak terlalu lapang banyak terowongannya seperti jalur ShinOsaka-Hakata. Banyak sekali penelitian melalui percobaan dan simulasi telah dilakukan untuk mengatasi masalah ini.

Besarnya udara yang termampatkan akan bertambah besar apabila luas penampang kereta bertambah, luas penampang terowongan berkurang, dan sebanding dengan pangkat tiga kecepatan keretanya. Pada awalnya, untuk memperkecil udara yang termampatkan ini, para insinyur pembuat shinkansen generasi 500 memasang kontruksi peredam di depan pintu masuk terowongan. Percobaan ini berhasil dengan menggunakan kereta ujicoba WIN350. Hanya saja, kontruksi ini dikerjakan pada malam hari sehingga perlu waktu lama dan biaya yang besar untuk pemasangan pada semua tempat.

Tambahan pula, dibandingkan di Eropa yang memiliki luas penampang terowongan yang dibangun di medan halus sebesar 85 m2, luas penampang terowongan di Jepang hanya sebesar 65 m2. Pintu masuk terowongan yang sempit membuat usaha untuk mengurangi udara termampatkan menjadi sulit. Tanpa usaha perluasan, mau tidak mau para insinyur perlu memikirkan usaha selanjutnya untuk mengurangi udara termampatkan ini dengan mengurangi luas penampang kereta.

Konstruksi peredam udara termampatkan.
Konstruksi peredam udara termampatkan.

Para insinyur lalu melakukan berbagai percobaan dengan membuat model terowongan. Model itu dimodifikasi dengan memasukkan berbagai bentuk pipa sambil mengukur udara termampatkan yang muncul. Mereka juga memanfaatkan simulasi yang dilakukan dengan menggunakan superkomputer khusus untuk pesawat ruang angkasa. Hasilnya, bentuk ideal untuk meredam udara adalah bentuk yang berupa perubahan luas penampang yang tetap dari ujung ke arah memanjang. Pada praktiknya, bentuk yang mungkin adalah bentuk baji atau bentuk parabola yang diputar. Perusahaan JR Jepang Barat akhirnya memilih bentuk parabola yang diputar. Bentuk inilah yang mirip dengan bentuk paruh burung pekaka. Pengurangan luas penampang kereta dan ujung kereta yang dibuat lancip dan miring berhasil mengatasi masalah udara yang terkompresi. Penelitian ini tentunya sangat bermanfaat bagi para penumpang jalur ShinOsaka-Hakata dalam mewujudkan kereta supercepat di dalam medan yang berbukit-bukit sehingga banyak dibuat terowongan.

Saat shinkansen memasuki terowongan, kita akan merasa seolah-olah panjang keretanya menyusut. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan hambatan udara yang drastis ketika kereta memasuki terowongan. Membayangkan ini akan mengingatkan kita pada burung pekaka saat menerkam mangsanya di dalam air dengan paruhnya. Seolah-olah burung pekaka ini tanpa membuat riak sedikit pun pada akhir sehingga sang mangsa tidak merasakan kehadirannya.

Bentuk paruh burung pekaka yang panjang, lancip, dan runcing merupakan bentuk yang ideal untuk mengatasi perubahan hambatan medan dari udara ke air. Sungguh hebat teknologi shinkansen yang canggih ternyata telah tersedia contohnya di alam. Bila kita berpikir lebih lanjut, tentunya banyak contoh di alam yang bisa kita aplikasikan untuk teknologi mutakhir saat ini.

Bahan bacaan

Penulis:
Miftakhul Huda, peneliti nanoteknologi di Gunma University, Jepang. Kontak: stunecity(at)gmail(dot)com.

Back To Top