Elektron Bisa Merasakan Keberadaan Medan Magnet Tanpa Melewatinya?

The next great era of awakening of human intellect may well produce a method of understanding the qualitative content of the equations.
[Richard Feynman]

Penulis akan melanjutkan dongeng tentang keanehan yang terjadi dunia mikroskopis dengan menggunakan percobaan dua celah (simak serial sebelumnya: 1, 2, 3). Kali ini kita akan membahas sebuah fenomena, yaitu elektron bisa merasakan keberadaan medan magnet tanpa pernah melewatinya. Wueleh-wueleh! Fenomena ini dinobatkan di majalah New Scientist sebagai salah satu dari 7 keajaiban fisika kuantum.

Ed10-fisika-1

Mari kita lakukan percobaan dua celah sebagai berikut. Perhatikan diagram di atas. Di sebelah kiri ada oven yang memproduksi elektron dan satu set sirkuit magnet yang mengarahkan elektron untuk bergerak ke kanan. Di tengah-tengah, kita taruh layar dengan dua celah yang kecil dan berukuran sama. Satu di atas dan satu lagi di bawah. Di belakangnya lagi kita taruh sebuah layar. Suatu lokasi di layar tersebut akan berpendar saat elektron menabraknya (layar berpendar).

Kemudian, elektron kita tembakkan satu per satu melewati salah satu celah dan menabrak layar berpendar. Yang kita lakukan kemudian adalah mencacat distribusi dari posisi elektron menabrak layar berpendar. Hasil dari percobaan ini (seperti yang kita diskusikan pada rubrik fisika edisi ke-8 bila kita tidak tahu celah mana yang dilewati elektron) adalah grafik naik turun seperti yang ditunjukkan di diagram. Karena kemiripannya dengan pola interferensi pada gelombang, kita sebut fenomena ini sebagai “sifat gelombang” elektron (bedakan dengan pernyataan “elektron adalah gelombang”).

Nah sekarang, seperti ditunjukkan di diagram, kita taruh sebuah silinder M tepat di belakang layar dengan dua celah. Silinder ini berada di luar daerah jangkauan elektron yang keluar dari salah satu dari dua celah sehingga tidak ada elektron yang menabrak silinder. Kemudian, kita buat medan magnet sedemikian rupa sehingga nilainya yang tidak nol hanya di dalam silinder, sedangkan nilainya di luar silinder  adalah nol. Apa yang terjadi bila kita tembakkan elektron satu per satu?

Untuk pembaca yang belum pernah belajar tentang teori elektromagnet, yang terjadi adalah sebuah benda yang bermuatan listrik (seperti elektron) yang bergerak dalam medan magnet akan mengalami sebuah gaya yang berbanding lurus dengan besar dari muatan benda tersebut dan berbanding lurus dengan besarnya medan magnet. Gaya ini disebut gaya Lorentz. Dalam percobaan kita, karena medan magnet di luar silinder nol, dan elektron tidak pernah bisa masuk silinder, gaya Lorentz yang bekerja pada elektron juga nol. Artinya, teori elektromagnet memprediksi bahwa elektron akan berperilaku sama seperti ketika tidak ada medan magnet. Oleh karena itu, kita bisa berharap untuk mendapatkan distribusi posisi elektron di layar berpendar yang sama seperti ketika tidak ada medan magnet di dalam silinder M.

Hal yang mengejutkan adalah hasil percobaan mengatakan kenyataan sangat berbeda dengan dugaan kita. Ternyata, distribusi posisi elektron di layar berpendar ketika ada dan tidak ada medan magnet malah berlainan satu sama lain. Inilah misterinya. Ada hal selain gaya Lorentz yang disebabkan oleh keberadaan medan magnet yang membuat perilaku elektron berbeda meskipun saat elektron tidak pernah melewati medan magnet tersebut!

Lebih menariknya lagi, fenomena yang teramati dalam percobaan tersebut bisa ‘dihitung’ dengan menggunakan teori mekanika kuantum. Bahkan, fenomena ini pertama diprediksi sebagai implikasi dari teori kuantum mekanik, baru kemudian diverifikasi dalam eksperimen. Efek ini pertama kali diprediksi oleh W. Ehrenberg dan R. Siday tahun 1949, dan disempurnakan lagi secara independen 10 tahun kemudian oleh Y. Aharonov dan D. Bohm. Fenomena tersebut dikenal dengan sebutan Aharonov-Bohm effect. Meskipun bisa dihitung, efek ini bertentangan dengan intuisi kita. Menghitung dan mengerti adalah dua hal yang berlainan. Dalam konteks inilah, perkataan Feynman dalam pendahuluan memiliki makna yang mendalam.

Penulis:
Agung Budiyono, peneliti fisika independen dengan spesialisasi fondasi fisika kuantum dan mekanika statistik, saat ini bertempat tinggal di Juwana dan Sleman. Kontak: agungbymlati(at)gmail(dot)com.

Back To Top