Mengenal PLTN Lebih Dekat: Tak Sekedar Persoalan Radiasi

Berita tentang meledaknya reaktor nuklir atau PLTN di Fukushima, Jepang, pada Maret 2011 membuat panik seluruh penduduk dunia. Perlu diketahui bahwa ledakan ini bukan bersumber dari ledakan nuklir, melainkan ledakan gas hidrogen yang disebabkan karena tidak berfungsinya sistem pendingin pada reaktor. Hal ini menyebabkan selongsong tabung pembungkus bahan bakar yang terbuat dari zirconium alloy bereaksi dengan air pada suhu tinggi dan menghasilkan gas hidrogen.

Bencana tsunami yang diakibatkan gempa 9,0 skala richter yang menghempas Jepang terutama wilayah Tohoku pada tanggal 11 Maret 2011 menyebabkan tidak berfungsinya mesin genset pendingin pada reaktor Fukushima. Sebagai akibatnya, tekanan dalam reaktor meningkat dan menjadikan aktivitas radioaktif bahan bakar nuklir ini menjadi meningkat 1000-10.000 kali, bahkan jutaan kali di dalam teras reaktor. Selain itu, kegagalan dalam sistem pendingin juga menyebabkan bahan bakar nuklir meleleh sehingga sangat berbahaya bagi lingkungan sekitar, lebih-lebih apabila mencemari air laut maupun air tanah. Dengan adanya bencana ini, perlu khawatirkah kita kepada keberadaan PLTN? Mari kita kenal PLTN dengan lebih dekat agar bisa menilainya secara objektif.

Unit PLTN Fukushima-Daichii, Jepang
Unit PLTN Fukushima-Daiichi, Jepang.

Jumlah total PLTN di seluruh dunia saat ini ada 439 unit reaktor yang beroperasi di 31 negara. Negara yang dominan memiliki PLTN adalah Amerika Serikat, Prancis, dan Jepang. Sekitar 30% sumber energi Jepang yang merupakan negara miskin sumber daya energi dipasok oleh PLTN. Jepang sendiri memiliki 54 unit reaktor (lihat datanya di http://www.world-nuclear.org/info/inf79.html) dengan daya bersih sekitar 47,5 GWe (gigawatt electric).   Sementara itu,  Prancis mempunyai 58 unit reaktor, dengan 80% energinya dipasok dari PLTN, dan Amerika Serikat mempunyai sekitar 104 unit reaktor.

PLTN adalah salah satu sumber energi alternatif untuk menghasilkan listrik dalam skala gigawatt (GW) atau bahkan terawatt (TW). Tenaga nuklir atau tenaga atom ini diproduksi dari reaksi nuklir terkontrol yang noneksplosif, tepatnya adalah reaksi pembelahan inti untuk memanaskan air yang menghasilkan uap (steam). Uap ini kemudian digunakan untuk menghasilkan listrik.

Bahan bakar yang digunakan dalam PLTN adalah unsur-unsur radioaktif seperti uranium (235U dan 233U), plutonium (239Pu ), maupun uranium yang diperkaya (oksida uranium), misalnya uranium dioksida (U3O8). Reaksi pembelahan inti dihasilkan dengan menembakkan neutron pada unsur-unsur radioaktif menjadi dua bagian inti atom yang lain atau lebih, disertai dengan energi kinetik (yang dikenal dengan energi produk pembelahan), serta melepaskan radiasi sinar gamma dan neutron bebas.

Neutron-neutron yang dihasilkan selanjutnya diserap oleh inti-inti atom lainnya untuk membentuk lebih banyak proses pembelahan lainnya dan melepaskan neutron lagi. Begitulah seterusnya. Sebagai contoh, mari kita lihat reaksi pembelahan pada uranium seperti yang dilaporkan Hand dan Strassman pada tahun 1939. Penembakan U-235 dengan neutron lambat memecah atom uranium menjadi barium, lanthanum, cerium dan juga unsur-unsur lain dari golongan tengah sistem periodik menjadi unsur yang lebih stabil dari U-235 semula. Selain itu, reaksi itu juga memberikan hasil sampingan neutron dan energi.

^{235}{\rm U} + \ ^{1}_{0}{n} \rightarrow \left({\rm Ba,~La,~Ce,~etc.}\right) + \ ^{1}_{0}{n} + {\rm Energi}

^{238}{\rm U} + \ ^{1}{n} \rightarrow ^{239}{\rm Pu} + 2~^0{e}

^{239}{\rm Pu} +\ ^{1}{n} \rightarrow ^{147}{\rm Ba} + ^{90}{\rm Sr} +\ 3\ ^1{n}

Ditemukan bahwa 0,2 amu (atomic mass unit) per atom dapat diubah menjadi energi sekitar 3,2 x 10-11 J. Kalau dihitung-hitung, jumlah ini sebanding dengan 2,5 juta kalinya energi batu bara. Reaksi atom berantai dapat dikendalikan dengan menggunakan racun neutron dan pengaturan neutron untuk mengubah porsi neutron yang akan terus menyebabkan reaksi fisi berlebih. Reaktor nuklir pada umumnya memiliki sistem otomatis maupun manual untuk menghentikan reaksi fisi jika kondisi tidak aman telah terdeteksi.

Desain unit reaktor secara umum (gambar dari http://www.ems.psu.edu/~pisupati/ACSOutreach/Nuclear.html)
Desain unit reaktor secara umum (gambar dari http://www.ems.psu.edu/~pisupati/ACSOutreach/Nuclear.html).

Sebagian besar reaktor nuklir yang beroperasi saat ini berjenis reaktor fisi atom. Secara umum, skema reaktor nuklir terdiri dari batang bahan bakar, moderator, perisai atau batang kendali, dan pendingin. Batang bahan bakar tersusun atas isotop-isotop radioaktif seperti U-235, U-233, Pu-239, maupun uranium dioksida yang diletakkan dalam tabung zirconium alloy yang diarahkan pada inti. Batang kendali biasanya tersusun dari Boron (B-10) atau Cd, yang berfungsi untuk menyerap neutron. Neutron diserap untuk mencegah terjadinya laju reaksi berbahaya (misalnya melelehnya bahan radioaktif). Moderator bertugas untuk memperlambat gerak neutron tanpa menyerap neutron itu sendiri. Moderator harus memperlambat gerak neutron tanpa menyerap atau bereaksi dengan neutron. Bahan yang digunakan sebagai moderator bisa berupa D2O (air terdeuterasi), H2O, dan grafit. Jika gerak neutron tidak dimoderasi bisa menyebabkan terjadinya melelehnya bahan bakar radioaktif. Usia reaktor nuklir yang layak digunakan maksimal 40 tahun, selebihnya harus lebih sering dikontrol dan berhati-hati atau dimatikan dan diperbaharui lagi.

Beberapa produk pembelahan yang dihasilkan oleh reaksi nuklir bersifat mematikan bagi manusia. Penyimpanan dan pembuangan material yang disebut dengan sampah radioaktif ini adalah tugas yang sangat penting. Di sinilah perisai (kendali) memegang peranan dalam reaktor nuklir. Ruang ini harus disegel untuk ratusan hingga jutaan tahun sampai tingkat radioaktivitasnya telah menurun ke tingkat yang sesuai (aman).  Selain itu, beberapa lapis beton dan baja harus diletakkan di dalam reaktor untuk mencegah keluarnya radiasi dari reaktor. Pendingin berfungsi untuk membawa panas mengubah panas menjadi uap dari reaktor menuju sistem turbin untuk diubah menjadi energi listrik. Pendingin juga menjaga kondisi reaktor cukup dingin untuk mencegah terjadinya pelelehan bahan bakar. Bahan pendingin biasanya berupa air, misalnya berupa perairan terbuka seperti air laut maupun danau maupun berupa molten sodium (natrium cair), seperti PLTN yang beroperasi di Monju, Jepang.

Desain reaktor ada banyak dan berbeda-beda. Ada yang menggunakan bahan bakar dan pendingin dengan menggabungkan skema kontrol yang berbeda. Misalnya, jenis BWR (boiling water reactors), PWR (pressurized water reactors), ABWR (advanced BWR), dan ada pula jenis APWR (advanced PWR). Beberapa desain lain telah direkayasa untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Reaktor untuk kapal selam nuklir dan kapal-kapal angkatan laut besar misalnya, lebih sering menggunakan uranium sebagai bahan bakar. Pilihan bahan bakar yang mampu meningkatkan kerapatan daya reaktor dan memperpanjang masa hidup reaktor biasanya lebih mahal dan berisiko yang lebih besar untuk proliferasi nuklir dari beberapa bahan bakar nuklir lainnya.

Sejumlah desain baru untuk pembangkit tenaga nuklir, yang dikenal sebagai reaktor generasi IV, merupakan subjek penelitian aktif dan dapat digunakan untuk pembangkit listrik praktis di masa mendatang. Banyak dari desain baru yang secara khusus mencoba membuat reaktor fisi bersih, aman dan kurang dari risiko proliferasi senjata nuklir. Unit reaktor pasif yang aman seperti ESBWR (Economic Simplified Boiling Water Reactor) yang tersedia sudah dioperasikan juga. ESBWR merupakan jenis reaktor fisi, yang mungkin layak di masa depan, mengurangi atau menghilangkan banyak risiko yang terkait dengan pemecahan inti atom.

Mengapa banyak pihak yang pro maupun kontra terhadap keberadaan PLTN ini? Di satu sisi, biaya pembangunan dan operasional PLTN jauh lebih murah daripada instalasi energi alternatif lainnya seperti panel energi matahari, energi angin, maupun panas bumi, dengan kapasitas energi yang dihasilkan juga jauh lebih besar (kapasitas sampai ribuan gigawatt). Oleh karena itu, hal ini sangat menguntungkan untuk negara-negara industri maupun negara yang miskin sumber daya alam. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri sisi lainnya, yaitu apabila terjadi kebocoran maupun ledakan reaktor nuklir berakibat fatal dan massal. Radiasi dari unsur-unsur radioaktif hasil pembelahan inti mempunyai jangkauan radiasi sangat luas, bahkan antarnegara, yang disebarkan lewat udara, angin, maupun air.

Senyawa–senyawa radioaktif hasil reaksi pembelahan, misalnya: iodin-131, cesium-137, strontium-90 maupun plutonium sangat membahayakan bagi kehidupan. iodin-131 dan cesium-137 mempunyai efek yang mirip. Iodin-131 terakumulasi pada thyroid gland memicu terjadinya kanker tiroid, sedangkan cesium-137 dapat tersebar di seluruh bagian tubuh. Untuk strontium-90, ia dapat terakumulasi pada jaringan tulang karena bisa jadi muncul kesalahan proses dalam penyerapan kalsium sehingga memicu terjadinya kerusakan tulang, kanker tulang maupun kerusakan DNA. Untuk plutonium, ia akan tertinggal dalam tubuh dalam jangka waktu puluhan tahun mengancam jaringan dan organ tubuh dengan radiasi dan meningkatkan resiko kanker. Plutonium juga merupakan logam beracun yang dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal.

Untuk mengantisipasi terkenanya radiasi pascaledakan reaktor nuklir biasanya dibagikan tablet iodin-127 yang bersifat nonradioaktif. Dengan persediaan iod yang cukup dalam tubuh, terutama pada kelenjar gondok, tubuh akan kebal terhadap radiasi dari iodin-131 yang bersifat radioaktif hasil dari reaksi pembelahan inti. Selain itu, radiasi sinar gamma maupun neutron sendiri sangat berbahaya bagi lingkungan.

Ed06-teknologi-3

Bencana nuklir serius yang menerpa Chernobyl (Ukraina) tahun 1986, Fukushima (Jepang) tahun 2011, dan Three Mile Island (daerah PennsylvaniaHarrisburgUSA) tahun 1979 menjadikan pengelolaan PLTN sebagai suatu pelajaran kehati-hatian. Sebagian ilmuwan dan pakar teknologi menyarankan untuk beralih ke beberapa energi alternatif lain, seperti sel surya, tenaga angin, tenaga panas bumi, biogas, maupun sel bahan bakar. Tentunya selalu ada sisi positif dan negatif dari masing-masing sumber energi alternatif. Para pakar nuklir sendiri saat ini sedang mengembangkan semacam unit reaktor yang pasif dan lebih aman untuk masa depan dengan menggunakan sistem reaktor yang berbasis reaksi fusi atom, seperti yang terjadi di matahari. Beberapa aturan memang harus dibuat untuk memadukan antara sisi keamanan, ekonomi dan teknis dari desain reaktor yang berbeda untuk aplikasi tertentu. Lebih-lebih aturan yang memerhatikan aspek moralitas dan kemanusiaan yang lebih utama.

Bahan bacaan:

Penulis:
Witri Wahyu Lestari, dosen kimia di UNS Solo, doktor bidang kimia anorganik dari Leipzig University, Jerman.
Kontak penulis: uwitwl(at)yahoo(dot)com.

Back To Top