Untuk mengamati benda berukuran kecil, mungkin alat yang muncul dalam pikiran kita pertama kali adalah mikroskop. Mikroskop biasa memanipulasi cahaya untuk menampilkan benda yang begitu kecil sehingga tampak besar. Karena cara kerjanya dengan memanfaatkan cahaya, mikroskop ini mempunyai keterbatasan dalam tingkat ketelitian yang dipengaruhi oleh panjang gelombang cahaya. Mikroskop ini tidak bisa dipakai untuk mengamati benda-benda yang berukuran lebih kecil dari panjang gelombang cahaya tampak.
Selain mikroskop biasa ini, tentu kita pernah mendengar yang namanya mikroskop elektron atau Scanning Electron Microscope (SEM). SEM bekerja dengan memanipulasi pulsa-pulsa (pancaran) elektron seperti halnya cahaya pada mikroskop biasa dan ditabrakan pada permukaan obyek atau benda. Hasil tabrakan elektron dengan benda yang berupa gelombang ataupun partikel subatom ditangkap oleh sensor dan kemudian diolah oleh komputer menjadi gambar perbesaran dari permukaan benda tersebut.
Sama seperti mikroskop biasa, ketelitian SEM dipengaruhi oleh panjang gelombang elektronnya. Berkat penelitian dan kemajuan teknologi yang pesat saat ini ketelitian SEM telah mencapai 0,1 nm atau setingkat dengan besarnya satu atom. Dengan SEM, benda sekecil 1/1000000000 m atau 1 nanometer (nm) bisa dilihat. Hal ini membuka pintu besar dalam perkembangan teknologi elektronik yang memanfaatkan teknologi nanometer dewasa ini.
Dalam dunia pengamatan dan penelitian skala nanometer, kebutuhan untuk mengetahui tekstur yang luas dan tinggi rendah (3 dimensi) dari suatu permukaan adalah hal yang sangat penting. Walaupun tingkat ketelitian mendatar (2 dimensi) SEM sekarang sudah begitu tinggi, SEM tidak bisa menampilkan hasil pengamatan 3 dimensi. Alat yang mampu menampilkan hasil pengamatan 3 dimensi dengan tingkat ketelitian mendatar dan ketelitian vertikal sangat tinggi adalah SPM (Scanning Probe Microsope). Selain itu, kelemahan SEM lainnya adalah sampel harus dimasukkan ke dalam ruangan bertekanan rendah (hampa udara) dan dibombardir dengan pancaran electron sehingga akan menyebabkan kerusakan pada sampel organik.
Berbeda dengan mikroskop biasa dan SEM yang memanfaatkan manipulasi cahaya dan elektron, SPM menggunakan probe atau jarum yang disebut dengan cantilever. Metode penggunaan cantilever ini tentu saja sangat berbeda dengan metode-metode sebelumnya. Metode ini ibaratnya kita menggunakan tangan untuk meraba-raba bidang yang kita periksa. Misalkan kita menggunakan tangan meraba-raba seluruh permukaan tubuh gajah. Setelah selesai kita bisa menggambarkan bentuk permukaan yang kita raba dan menyimpulkan bahwa benda tersebut gajah. Hanya saja, SPM menggunakan cantilever sebagai pengganti tangan. Jadi, pengamatannya dilakukan secara tidak langsung. Tentu saja untuk menghasilkan ketelitian sampai di bawah nanometer digunakan cantilever dengan diameter ujung (tip) yang juga berukuran beberapa nanometer.
Jenis SPM sendiri ada bermacam-macam berdasarkan prinsip kerjanya. Ada STM (Scanning Tunnelling Microscope), AFM (Atomic Force Microscope), NSOM (Near-field Scanning Optical Microscope). Prinsip kerjanya pada dasarnya sama, yang berbeda hanyalah energi, kekuataan, serta gaya yang bekerja di antara cantilever dan sampel yang dijadikan dasar dalam menentukan tekstur permukaan sampel. Energi, kekuataan, dan gaya inilah yang biasanya menentukan jenis SPM seperti contoh di atas. Kali ini SPM yang akan dibahas adalah jenis AFM.
AFM bekerja dengan cara memanfaatkan gaya tarik-menarik dan tolak-menolak yang bekerja antara cantilever dan permukaan sampel pada jarak beberapa nanometer. Persamaan gaya ini dinyatakan dalam persamaan potensial Lennard-Jones. Gaya tarik menarik terjadi saat cantilever dan sampel saling menjauh. Sementara itu, gaya tolak-menolak terjadi saat cantilever dan sampel saling mendekat.
Pada AFM, cantilever bekerja meraba-raba (melakukan scanning) permukaan sambil menjaga jarak antara cantilever dengan permukaan sampel tetap sama beberapa nanometer. Gaya tarik-menarik dan tolak-menolak yang terjadi di antaranya menyebabkan perubahan posisi cantilever. Perubahan posisi cantilever selama meraba-raba permukaan sampel ditangkap dengan laser dan menyebabkan perubahan pantulan laser pada sensor photodiode. Perubahan posisi tangkapan laser pada photodiode ini diolah dengan rangkaian elektronik dan komputer untuk kemudian diwujudkan dalam bentuk data gambar 3 dimensi pada layar monitor. Data gambar 3 dimensi inilah hasil pengamatan menggunakan AFM yang merupakan gambar 3 dimensi tekstur permukaan sampel.
Selama proses perabaan (scanning), pengaturan jarak antara cantilever dan permukaan sampel serta pergerakan sampel diatur secara simultan dan sinergis melalui komunikasi antara rangkaian elektronik (komputer) dengan cantilever dan material piezoelektrik. Dengan memanfaatkan gaya tersebut, berbagai macam sampel dapat diamati, tidak terbatas hanya pada benda yang bisa menghantarkan listrik saja. AFM juga bisa bekerja pada suhu ruangan dan tekanan udara biasa. Hal ini menyebabkan sampel organik pun bisa diamati dengan AFM. Untuk meningkatkan kemampuan AFM, diperlukan diameter ujung tip yang sangat kecil dan juga frekuensi resonansi cantilever yang tinggi agar sensitivitas terhadap perubahan posisi cantilever meningkat dan AFM bisa bekerja dengan lebih cepat.
Penelitian dalam rangka meningkatkan kemampuan dan menemukan metode baru SPM maupun AFM ini terus berlanjut. Salah satu tujuannya adalah agar dapat dimanfaatkan dalam scanning terhadap DNA secara instan. Prinsip kerja berdasarkan efek Raman juga sedang ramai diteliti. Baru-baru ini diusulkan metode kerja dengan pengambilan datanya secara 3 dimensi, alias tidak hanya hasil datanya saja yang 3 dimensi. Hal ini mengindikasikan bahwa pengembangan SPM masih akan terus berlanjut.
Pertanyaan yang mungkin bisa teman-teman jawab, “Apakah benda dengan ukuran beberapa nanometer saat diamati dengan SPM/AFM terlihat berwarna atau tidak?” Jika kesulitan menjawabnya, kata kuncinya adalah: panjang gelombang cahaya tampak.
Semoga bermanfaat!
Bahan bacaan:
- http://en.wikipedia.org/wiki/Atomic_force_microscopy
- http://www.s-graphics.co.jp/nanoElektronics/kaitai/spm/index.htm
Penulis:
Miftakhul Huda, peneliti nanoteknologi di Gunma University, Jepang. Kontak: stunecity(at)gmail(dot)com.