Penulis akan bercerita sebuah fakta sederhana yang menjadi salah satu fondasi dari lahirnya sebuah revolusi di fisika yang dibawa oleh mekanika kuantum (quantum mechanics). Fakta ini terkenal dengan sebutan “ketidakpastian Heisenberg”, yang pertama kali diformulasikan oleh Heisenberg pada tahun 1927. Meskipun ia dihadiahi penghargaan Nobel untuk penemuannya yang sekilas sangat sederhana, arti fisis dari formulasi yang dirumuskannya masih terus diperdebatkan sampai sekarang. Sebagian fisikawan bahkan berpendapat bahwa Heisenberg agak keliru dalam memaknai formula yang dia buat sendiri. Oya, sebelum melanjutkan baca artikel ini, ada baiknya teman-teman baca juga artikel elektron pembaca pikiran (rubrik fisika majalah 1000guru edisi ke-1).
Sekarang mari kita diskusikan sebuah eksperimen sederhana. Kita letakkan sebuah layar dengan sebuah celah (lubang) berupa lingkaran yang diameternya, \Delta x, kita asumsikan diameter ini bisa diubah-ubah.
Kita tembakkan elektron satu demi satu ke arah celah itu sedemikian rupa sehingga di setiap waktu tidak ada elektron yang masuk celah secara bersamaan. Misalnya, satu jam sekali kita tembakkan satu elektron. Sebagian elektron berhasil melewati celah dan sebagian yang lain yang gagal melewati lubang dipantulkan balik. Lalu, kita lihat bagaimana perilaku elektron yang berhasil melewati celah dengan menabrakkannya ke layar berpendar di belakang layar bercelah.
Nah, fakta dari hasil percobaan mengatakan bahwa kalau ukuran dari celah cukup besar (misalnya lingkaran dengan diameter 1 cm), elektron yang berhasil melewati celah akan terdistribusi di layar berpendar dalam area \Delta L yang proporsional (berbanding lurus) dengan \Delta x:
\Delta L \approx \Delta x
Ini tentu saja sesuai dengan intuisi kita. Misalnya, kita bisa meniru percobaan di atas dengan menggunakan kelereng berdiameter 0,5 cm dan ukuran celah misalnya berdiameter 1 meter. Kelereng yang berhasil melewati celah (lubang) akan terdistribusi di layar berpendar dengan area yang berbanding lurus dengan ukuran celah.
Peristiwa sangat menarik yang bertentangan dengan intuisi di atas akan terjadi kalau kita perkecil ukuran lubang menjadi sangat-sangat kecil. Hasil percobaan menunjukkan, semakin kecil ukuran celah, elektron akan tercerai-berai dan terdistribusi di layar berpendar di area yang berbanding terbalik dengan ukuran celah
\Delta L \approx \displaystyle \frac{a}{\Delta x}
dengan a adalah sebuah konstanta.
Ingat bahwa elektron kita tembakkan satu per satu! Dengan demikian, hasil percobaan elektron bisa diartikan bahwa semakin kecil ukuran celah, interval (dari kemungkinan) sudut cerai elektron yang berhasil melewati celah tersebut semakin besar. Selain itu, karena elektron ditembakkan horizontal, elektron tidak punya kecepatan vertikal sebelum memasuki celah. Fakta bahwa elektron diceraikan dengan sudut tertentu (terhadap horizontal) setelah melewati celah menunjukkan bahwa elektron mendapatkan kecepatan ke arah vertikal. Interval dari nilai kecepatan ini tentu saja sebanding dengan sudut cerai maksimum sehingga juga sebanding dengan \Delta L, yaitu \Delta v = b \Delta L, dengan b berupa sebuah konstanta. Karenanya rumus sebelum ini bisa ditulis seperti
\Delta v \approx \displaystyle \frac{c}{\Delta x}
dengan c adalah konstanta yang tidak sama dengan nol.
Apa artinya ini? Secara matematis, semakin kita perkecil \Delta x, semakin besar \Delta v. Perhatikan bahwa \Delta v menunjukkan ketidakpastian posisi elektron di dalam celah dan menunjukkan ketidakpastian kecepatan vertikal dari elektron setelah melewati celah. Oleh karena itu, formula di atas bisa diartikan bahwa “semakin kecil ketidakpastian posisi elektron di dalam celah, semakin besar ketidakpastian kecepatan arah vertikal dari elektron ketika keluar dari celah, dan sebaliknya”. Inilah kurang lebih isi dari apa yang kemudian terkenal dengan “ketidakpastian Heisenberg”.
Lalu bagaimana kita harus menjelaskan semua itu? Sekilas, fenomena ini mirip dengan apa yang terjadi kalau elektron kita ganti gelombang. Misalnya, kita sering mengamati bahwa ketika gelombang air melewati sebuah celah, maka gelombang akan terdifraksi. Di sisi lain, semakin kecil ukuran celah, maka semakin besar sudut difraksi dari gelombang yang melewati celah tersebut. Analogi ini menginspirasi untuk mengasumsikan bahwa elektron itu gelombang, seperti yang dianjurkan oleh de Broglie (dengan argumentasi lain). Inilah yang dianut fisikawan dan de Broglie mendapat hadiah Nobel untuk ide itu.
Tapi tunggu dulu! Bukankah kita tadi mengasumsikan kalau elektron kita tembakkan satu per satu. Situasi ini tentu berbeda dengan gelombang air di mana molekul-molekul air ramai-ramai berkolaborasi melewati celah. Nah, yang membuat pusing, seandainya pun kita anggap elektron itu gelombang yang tentu menjalar ke mana-mana, hasil percobaan menunjukkan bahwa saat elektron menabrak layar berpendar, hanya lokasi tertentu dari layar yang berpendar, yang menunjukkan bahwa elektron itu partikel yang terlokalisasi di titik tersebut. Kalau elektron itu gelombang tentunya semua area layar berpendar akan berpendar ketika elektron menabrak layar tersebut.
Artinya apa? Kalau kita anggap elektron itu gelombang, maka kita punya dualisme perilaku elektron: saat elektron melewati lubang dia berperilaku seperti gelombang sehingga bisa terdifraksi, sementara saat dia menabrak layar berpendar, dia berperilaku seperti partikel lagi.
Tentu saja tidak semua peneliti setuju dengan penjelasan di atas (termasuk penulis). Kita misalnya bisa bertanya: apa yang membuat elektron berperilaku seperti gelombang di satu situasi dan seperti partikel di situasi lain, dan kapan bisa begini, kapan bisa begitu?
Adakah yang tertarik bertualang memecahkan misteri di dunia mikroskopis ini?
Penulis:
Agung Budiyono, peneliti fisika independen dengan spesialisasi fondasi fisika kuantum dan mekanika statistik, saat ini bertempat tinggal di Juwana dan Sleman. Kontak: agungbymlati(at)gmail(dot)com.