Pernahkah kita menghubungkan ilmu fisika yang dipelajari di sekolah dengan kejadian-kejadian di sekitar kita? Kejadian-kejadian di sekitar kita sangat erat kaitannya dengan konsep fisika. Contohnya, berkendara, paku yang dipalu ke lantai, aktivitas menelepon dan menyalakan lampu. Aktivitas-aktivitas tersebut sangat erat sekali dengan konsep fisika. Karena pada dasarnya fisika merupakan ilmu alam yang dapat dilihat gejala dalam kehidupan sehari-hari.
Fakta di lapangan bahwa lebih dari 50% siswa mengatakan fisika itu sulit. Alasan utamanya adalah terlalu banyak rumus. Mungkin ada benarnya. Namun, kita bisa membuat fisika menjadi asyik minimalnya untuk diri kita sendiri. Caranya adalah dengan mengaitkan fisika ke berbagai aspek kehidupan kita.
Bahasan pertama adalah tentang ban sepeda motor. Ada lelucon tentang ban sepeda motor yang cukup terkenal, “Kenapa ban belakang sepeda motor lebih cepat gundul dibandingkan ban depan?” Jawabannya, “Karena ban belakang pusing memikirkan cara mendahului ban depan dan tak pernah berhasil.” Cukup menarik, bukan? Jika dilihat dari konsep fisika, jawaban sebenarnya adalah karena ban belakang sepeda motor lebih sering dipakai untuk mengerem dan digunakan untuk roda pertama putaran mesin. Artinya, gesekan dan selip dengan jalan lebih banyak pada roda belakang dibandingkan pada ban depan.
Misalkan seorang pengendara sepeda motor melakukan perjalanan dari Malang menuju Surabaya. Jarak antara Malang dengan Surabaya sekitar 90 km atau 90.000 m. Jika waktu yang ditempuh pengendara tersebut 2 jam, kecepatan rata-rata pengendara tersebut sebesar 45 km setiap jamnya. Dalam simbol yang biasa dijumpai di sekolah, kita dapat tuliskan:
v = \displaystyle\frac{\Delta s}{\Delta t } = \displaystyle\frac{90}{2} = 45~\mathrm{km/jam}
dengan v sebagai kecepatan rata-rata (km/jam), Δs perubahan jarah (km), dan Δt perubahan waktu (jam). Simbol Δ dibaca “delta”.
Dalam kenyataannya tidak mungkin kecepatan sepeda motor tersebut selalu tetap (konstan). Terkadang karena jalanan lengang sepeda motor dipacu lebih cepat. Karena ada “lampu merah”, sepeda motor harus mengerem dan berhenti. Ketika sepeda motor kecepatannya bertambah, kita menyebutnya percepatan. Dengan kata lain, percepatan terjadi karena adanya perubahan kecepatan.
Misalkan mula-mula kecepatannya 42 km/jam, kemudian dalam waktu 20 detik kecepatannya menjadi 60 km/jam. Maka, dapat diketahui perubahan kecepatan benda sebesar 18 km/jam dan percepatan yang dialami pengendara tersebut sebesar 18 km/jam/20 detik. Kok terasa aneh ya, percepatannya 18 km/jam/20 detik. Disinilah perlunya hitungan matematika dalam hal mengubah (konversi) satuan. Yuk kita telusuri:
Kita tahu 1 km = 1000 m dan 1 jam = 3600 detik sehingga
a = \displaystyle\frac{\Delta v}{\Delta t} = \displaystyle\frac{18 \times 1000/3600}{20} = \displaystyle\frac{5}{20} = 0,25~\mathrm{m/detik}^2
dengan a sebagai percepatan (m/detik2), Δv perubahan kecepatan (m/detik) dan Δt perubahan waktu (detik).
Sebaliknya, jika pengendara melakukan pengereman, istilahnya adalah perlambatan, yang berarti kecepatan benda yang semula cepat berubah menjadi lebih lambat. Perlambatan diberi simbol negatif (–) di depan nilai besarannya. Konsep fisika yang berhubungan dengan bahasan di atas adalah gerak lurus beraturan (GLB) untuk kecepatan tetap dan gerak lurus berubah beraturan (GLBB) untuk percepatan yang tetap.
Sekarang, sadarkah kita berapa kali ban sepeda motor tersebut berputar? Kemungkinan tidak. Coba kita lihat sama-sama. Diameter ban sepeda motor yang dijumpai adalah sekitar 50 cm atau 0,5 m.
Gambar di atas menunjukkan bahwa setiap ban berputar satu kali sama dengan panjang lintasan terluar ban (keliling lingkaran). Keliling lingkaran ban adalah
K = \pi d = 3,14 \times 0,5 = 1,57~\mathrm{m}
dengan K sebagai keliling ban (m), d adalah diameter ban (m), dan π bernilai kurang lebih 3,14.
Karena jarak yang ditempuh pengendara tersebut 90 km atau 90.000 m, kita dapat menghitung jumlah putaran yang dialami oleh ban tersebut, yakni jarak tempuh pengendara dibagi dengan keliling ban: 90.000/1,57. Hasilnya lebih dari 57.000 kali putaran. Dapatkah kita membayangkan dalam perjalanan dari Malang ke Surabaya yang memerlukan waktu 2 jam, ban telah berputar sebanyak 57.000 kali?
Sungguh kegigihan yang luar biasa dalam mencapai tujuan. Putaran demi putaran ditempuh, terkadang harus bergesekan dengan batu, pasir, dan lumpur, terkadang berdecit dengan dengan aspal karena pengereman mendadak, terkadang bocor terkena paku. Begitu juga kehidupan, kadang mulus kadang tidak, dan kadang mendapat masalah yang berat.
Belajar dari ban, kita bisa katakan bahwa keyakinan dan sikap pantang menyerah akan membawa kita pada sebuah cita-cita yang diimpikan. Sejauh apapun, setinggi apapun dapatlah kita meraihnya dengan usaha yang sungguh-sungguh. Jika ban tersebut berhenti berputar atau malah kembali, pengendara tersebut tidak akan pernah sampai di Surabaya. Kejarlah mimpimu. Semangat!
Bahan bacaan:
- Giancoli, Douglas C., 2001, Fisika Jilid I (terjemahan), Jakarta : Penerbit Erlangga.
- Halliday dan Resnick, 1991, Fisika Jilid I, Terjemahan, Jakarta : Penerbit Erlangga.
- Ediyanto, 2005, Fisika terapan jilid 1: dasar, teori, dan aplikasi, Malang: Pusat Kajian Selatan Selatan.
- Asrofi, Ediyanto, Vita, 2006, Fisika untuk SMK Kelas X, Malang: Kitto Book.
Penulis:
Ediyanto, Mahasiswa S-3 di Jurusan Educational Development, Graduate School for IDEC, Hiroshima University, Jepang. Kontak: ediace09(at)yahoo.co.id