Seiring menipisnya cadangan energi fosil dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan energi hijau bebas emisi, minat akan penggunaan energi terbarukan yang ramah lingkungan (sustainable energy) juga menjadi semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan berkembangnya penelitian, serta dihasilkannya produk-produk industri terkait dengan energi baru terbarukan, terutama di negara-negara maju. Menurut Worldwatch Institute, lembaga penelitian independen yang berpusat di Washington mengatakan bahwa Jerman telah mencanangkan penggunaan energi baru terbarukan sebesar 45% pada tahun 2030. Sedangkan Ulrike Lehr, seorang ilmuwan dari GWS (the Institute of Economic Structures Research) mengatakan dalam publikasinya bahwa target tersebut adalah sebesar 40% pada tahun 2030 yang berdampak terhadap pengurangan emisi karbon sebesar 80%. Gambar berikut ini menunjukkan produksi bersih energi listrik berdasarkan sumbernya pada tahun 2016. Dapat dilihat bahwa energi angin menduduki posisi paling tinggi diantara beberapa jenis energi terbarukan lainnya.
Pada artikel kali ini, akan dibahas lebih spesifik mengenai pengaruh perputaran turbin terhadap energi yang dihasilkan pada kincir angin. Pemanfaatan energi angin sendiri sebenarnya sudah dimulai sangat lama. Namun, pada masa itu penggunaan energi angin lebih banyak difungsikan sebagai pompa air jika dibandingkan sebagai sumber energi listrik. Seiringi berjalannya waktu, energi angin mulai banyak digunakan sebagai penghasil listrik.
Kincir angin adalah alat yang digunakan untuk merubah energi angin menjadi energi listrik. Dimana ilah kincir akan berputar karena tiupan angin dan berturut-turut bilah tersebut akan memutar rotor dan generator, sehingga menghasilkan energi listrik. Secara logika, semakin cepat perputara bilah maka energi listrik yang dihasilkan akan semakin besar. Benarkah demikian? Pada kenyataanya, hal ini tidaklah benar. Ketika bilah berputar sangat kencang, seketika putaran ini akan menghasilkan energi listrik yang lebih besar, namun pada kondisi ini momen putar dari rotor sangatlah kecil, sehingga turbin tidak mampu mempertahankan putarannya dalam waktu lama dan akan kehilangan energi seketika.
Hal utama yang perlu diperhatikan dalam mendesain sebuah turbin adalah kombinasi antara momen putar dan kecepatan putar itu sendiri. Pada tahun 1919, seorang fisikawan Jerman bernama Betz menjelaskan bahwa turbin yang paling ideal di muka bumi hanya mampu mengubah energi angin menjadi energi gerak sebesar 59,3%, dengan asumsi viskositas udara diabaikan. Pada gambar terakhir, dapat dilihat bahwa power coefficient (koeffisien daya) pada beberapa jenis turbin akan naik seiring dengan naiknya tip speed ratio (rasio kecepatan putaran) hingga mencapai puncak sebelum akhirnya akan turun. Dengan demikian dapat kita katakan bahwa kecepatan putar yang lebih tinggi tidak berarti akan menghasilkan energi yang lebih tinggi. Namun yang terpenting adalah menjaga rasio antara perputaran turbin dengan kecepatan angin, agar turbin dapat bekerja secara optimal.
Bahan bacaan:
- http://www.worldwatch.org/node/5430. Diakses pada tanggal 24 September 2017.
- http://www.gws-os.com/de/. Diakses pada tanggal 6 November 2017.
- http://workgreen.ca/content/small-wind. Diakses pada tanggal 6 November 2017.
- http://www.esc.gov.yk.ca/wind.html. Diakses pada tanggal 6 November 2017.
- Lehr, et al. Energy Policy 36(1), 108-117, 2008.
- Betz, Introduction to the theory of flow machines (D.G. Randall, Trans), Oxford: Pergamon Press, 1996.
Penulis:
Galih Bangga, Institute of Aerodynamics and Gas Dynamics, University of Stuttgart, Jerman.
Kontak: galih(dot)senja(at)gmail(dot)com.