“Sudahlah bro! Apa yang telah terjadi adalah milik masa lalu dan sudah tidak bisa diubah. Ayo move on!”
Itulah sebuah nasihat yang biasa kita dengar ketika mendapatkan hasil yang tidak kita harapkan. Misalnya, nilai ujian kecil, ditolak calon suami/istri, atau mungkin juga ketika Manchester United kalah dari Southampton.
Apakah masa lalu tidak bisa kita ubah? Benarkah apa yang kita lakukan sekarang tidak bisa mengubah apa yang terjadi di waktu lampau? Bukankah trivial (centang-perentang) bahwa sebab selalu mendahului akibat (kausalitas)?
Prinsip Komplementaritas
Untuk membahas masalah tersebut dalam konteks fisika, mari kita diskusikan percobaan dua celah seperti ditunjukkan pada gambar 1 (simak juga rubrik fisika edisi Juni 2011 dan Juni 2014).
Pada gambar 1, elektron yang diproduksi sebuah oven ditembakkan satu per satu ke layar dengan dua celah (A dan B). Di belakangnya, kita taruh lagi layar berpendar yang mencatat lokasi elektron itu mendarat. Ingat baik-baik bahwa elektron kita tembakkan satu per satu. Untuk setiap satu elektron yang kita tembakkan, ia akan mendarat di layar berpendar dengan acak meskipun nilai parameter dari oven dan alat-alat percobaan lain tetap sama.
Setelah sekian ribu elektron kita tembakkan, distribusi lokasi pendaratan elektron akan membentuk pola naik-turun yang biasa kita lihat pada interferensi gelombang biasa. Misalnya, bila gelombang air kita lewatkan dua celah, gelombang air yang melewati dua celah tersebut akan saling berinterferensi membentuk pola naik-turun seperti yang kita temukan di ekperimen dua celah dengan elektron di atas. Inilah alasan utama para fisikawan mengatakan bahwa elektron punya sifat gelombang.
Namun, apakah elektron benar-benar sebuah gelombang (misalnya) seperti gelombang air? Kalau benar elektron itu gelombang seperti halnya gelombang air, dia akan melewati dua celah A dan B secara bersamaan. Tapi ingat sekali lagi bahwa elektron ditembakkan satu per satu pada percobaan sesuai gambar 1.
Kalau elektron itu benar-benar gelombang, kita bisa nyatakan, “Setiap satu elektron akan melewati dua celah dalam waktu bersamaan dan kemudian berinterferensi dengan dirinya sendiri.” Sedikit catatan bahwa meskipun terdengar aneh, banyak fisikawan (tidak termasuk penulis artikel ini) percaya bahwa di level mikroskopis sebuah benda bisa berada di dua (atau lebih) tempat dalam waktu yang bersamaan asal tidak dilihat.
Untuk menguji pernyataan di atas, mari kita tembakkan sinar pada kedua celah itu dan mengamati percikan cahaya akibat tubrukan antara elektron dan cahaya dengan memakai detector cahaya seperti diilustrasikan pada gambar 2. Dengan melihat lokasi percikan cahaya, kita bisa tahu apakah elektron melewati satu di antara dua celah tersebut atau justru melewati keduanya sekaligus.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa apabila kita mendapatkan percikan cahaya datang dari celah A, kita tidak pernah mendapatkan percikan cahaya dari celah B. Sebaliknya juga begitu, apabila kita mendapatkan percikan cahaya datang dari celah B, kita tidak mendapatkan percikan cahaya dari celah A.
Dari percobaan sesuai gambar 2 ini, kita berkesimpulan bahwa setiap elektron hanya bisa melewati satu celah dalam satu waktu, seperti partikel biasa. Inilah alasan mengapa fisikawan mengatakan bahwa elektron punya sifat partikel. Fakta penting dari percobaan yang kedua ini, distribusi lokasi elektron di layar berpendar tidak lagi berbentuk pola interferensi seperti yang kita dapatkan di percobaan pertama (gambar 1)!
Dua percobaan tersebut (gambar 1 dan gambar 2) membuat banyak fisikawan berkesimpulan bahwa elektron punya dua sifat, yaitu sifat gelombang dan partikel. Sifat gelombang dan partikel dari elektron ini hanya muncul satu-satu tergantung dari konfigurasi eksperimen. Ada konfigurasi eksperimen yang hanya menunjukkan sifat partikel dari elektron, dan ada pula yang menunjukkan sifat gelombangnya saja.
Apabila kita ingin mengetahui sifat partikel dari elektron, kita harus memasang detektor yang mencatat lewat celah mana elektron masuk, tetapi kita akan kehilangan pola interferensi di layar berpendar (gambar 2). Karena interferensi adalah bukti dari sifat gelombang, ketika kita mendapatkan sifat partikel elektron dengan mengkonfirmasi bahwa ia lewat salah satu celah saja, maka kita akan kehilangan sifat gelombangnya.
Sebaliknya, untuk mendapatkan pola interferensi atau dengan kata lain untuk mengetahui sifat gelombang dari elektron, kita tidak boleh memasang detektor yang mencatat lewat celah mana elektron masuk (gambar 1). Karenanya, kita tidak punya akses untuk mengamati sifat partikel dari elektron.
Mengapa semua ini bisa terjadi? Mengapa elektron bisa berperilaku seperti partikel di satu percobaan atau berperilaku seperti gelombang di percobaan yang lain? Mengapa elektron tidak bisa berperilaku seperti partikel dan gelombang pada saat yang bersamaan di satu percobaan? Tidak ada yang tahu jawabnya.
Alih-alih mengetahui jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut, kebanyakan fisikawan (tidak termasuk penulis) lebih percaya pada Niels Bohr (sang guru fisika kuantum) yang mengatakan bahwa itu tidak bisa dijelaskan. Bohr berpostulat bahwa karakteristik seperti itu adalah prinsip dasar yang disebut prinsip komplementaritas, yang mengatur dunia mikroskopis dengan cara yang sangat misterius.
Prinsip komplementaritas juga terlihat dengan jelas pada percobaan Mach-Zehnder yang pernah dibahas pada rubrik fisika edisi September 2014. Hebatnya, fisika kuantum dengan segala rumus-rumusnya yang abstrak (yang oleh Einstein disebut black magic calculus) justru bisa memprediksi dengan sangat tepat semua hasil eksperimen. Ingat bahwa memprediksi sesuatu (secara kuantitatif) tidak serta merta sama dengan menjelaskannya (secara kualitatif).
Penghapus Kuantum
Sekarang kita kembali ke permasalahan utama mengenai catatan masa lalu seperti yang disebutkan di awal tulisan. Mari kita ulangi percobaan kedua (gambar 2). Dengan menembakkan sinar ke arah dua celah, kita telah berhasil “memberi tanda” pada setiap elektron “dengan label celah mana elektron masuk”. Maksudnya, dengan mengamati lokasi percikan cahaya yang tertubruk elektron, kita bisa tahu lewat celah mana elektron masuk.
Pada ekperimen ini, elektron berperilaku seperti partikel biasa yang masuk lewat salah satu celah saja. Karenanya, kita bisa menganggap percikan cahaya yang tertubruk elektron sebagai “catatan” tentang fakta bahwa elektron melewati salah satu celah saja. Perhatikan baik-baik bahwa, seperti pada umumnya, sebuah catatan dibuat “setelah” peristiwa yang hendak dicatat terjadi. Dalam konteks percobaan kita, percikan cahaya (proses penandaan) terjadi “setelah” elektron melewati satu dari dua celah.
Selanjutnya, kita dapat bertanya, “Apa yang akan terjadi kalau catatan tersebut kita hapus?” Untuk menghapus catatan bahwa elektron telah masuk lewat salah satu dari dua celah, mari kita lakukan percobaan seperti pada gambar 3.
Kita lewatkan percikan cahaya akibat tubrukan antara cahaya dengan elektron (yang bisa datang dari lokasi celah A atau B) ke sebuah lensa seperti pada gambar 3. Dengan demikian, kita tidak tahu lagi, dari celah mana percikan cahaya itu datang. Jalur percikan cahaya dari celah A dan B dicampur oleh lensa sehingga tidak bisa lagi dibedakan apakah ia datang dari lokasi celah A atau B.
Dengan cara ini, catatan yang kita buat tentang “lewat celah mana elektron masuk” telah kita hapus. Efeknya, distribusi lokasi elektron di layar berpendar menunjukkan pola interferensi naik-turun kembali, seperti di percobaan pertama pada gambar 1. Hasil percobaan ini mengonfirmasi prinsip komplementaritas Bohr, yaitu apabila kita tidak tahu lewat jalur mana elektron masuk (karena catatan tentang itu sudah dihapus), elektron akan berperilaku seperti gelombang, dan karenanya dia “pasti telah masuk lewat dua celah”.
Anehnya, proses penghapusan catatan di atas terjadi setelah kita pastikan bahwa elektron telah “masuk lewat salah satu celah saja”. Untuk memperjelas, mari kita tulis runtutan peristiwa yang terjadi di percobaan ketiga ini (gambar 3) sesuai arah waktu:
- Elektron masuk “lewat salah satu” dari dua celah seperti partikel
- Kita catat/tandai lewat celah mana elektron masuk dengan menembakkan cahaya.
- Kita hapus catatan tersebut dengan melewatkan percikan cahaya (penanda) ke sebuah lensa yang mencampur cahaya yang datang dari kedua lokasi celah.
- Akibatnya, elektron seolah-olah telah berperilaku seperti gelombang yang masuk “lewat kedua celah”, yang kita konfirmasi dengan melihat bahwa distribusi lokasi elektron di layar berpendar membentuk pola interferensi.
Fakta pada poin (4) bahwa elektron masuk “lewat kedua celah” menganulir fakta sebelumnya pada poin (1) bahwa elektron telah masuk “lewat satu celah saja”. Artinya, kalau interpretasi kita benar, aksi yang kita lakukan di masa sekarang, yaitu menghapus catatan tentang lewat celah mana elektron masuk, telah mengubah masa lalu elektron, dari masuk melalui satu celah menjadi masuk melalui dua celah. Hebatnya lagi, semua itu juga bisa diprediksi dengan tepat menggunakan rumus-rumus fisika kuantum.
Kalau Anda tidak percaya retro-kausalitas (bahwa efek/akibat bisa mendahului sebab), fakta tentang hasil percobaan di dunia mikroskopis ini sekali lagi memberi kita sebuah paradoks. Cerita ini sebenarnya adalah modifikasi dari paradoks serupa yang telah diceritakan di rubrik fisika majalah 1000guru edisi Juni 2011, Juni 2014, dan September 2014.
Berhubung sampai saat ini paradoks tersebut masih jadi perdebatan hangat para fisikawan, penulis pun ingin mengajak pembaca memecahkan paradoks ini. Atau, adakah pembaca yang merasa ganjil dengan semua/sebagian dari cerita di atas? Terlepas dari benar atau tidaknya interpretasi kita, skema percobaan yang telah dijelaskan di sini telah dilakukan beberapa ilmuwan dengan peralatan yang lebih canggih, terutama dengan melakukan penandaan (pelabelan) tanpa mengganggu yang ditandai.
Bahan bacaan:
- Agung Budiyono, “Which way experiment: jalan mana yang kau pilih?” Rubrik Fisika Majalah 1000guru Edisi Juni 2011, http://majalah1000guru.net/2011/06/jalan-mana-yang-kaupilih/
- Zainul Abidin, “Eksperimen celah ganda dan pilihan yang tertunda”, Rubrik Fisika Majalah 1000guru Edisi Juni 2014, http://majalah1000guru.net/2014/06/eksperimen-celah-ganda/
- Agung Budiyono, “Tester bom kuantum” Rubrik Fisika Majalah 1000guru Edisi September 2014, http://majalah1000guru.net/2014/09/tester-bom-kuantum/
- http://en.wikipedia.org/wiki/Delayed_choice_quantum_eraser
Penulis:
Agung Budiyono, peneliti independen dengan spesialisasi fondasi fisika kuantum dan mekanika statistik, saat ini bertempat tinggal di Juwana dan Sleman. Kontak: agungbymlati(at)gmail.com.