Mekanisme Resistensi Antibiotik

Antibiotik bisa membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mempunyai target tertentu dalam bakteri, yaitu menghambat sintesis asam nukleat (pembentuk inti sel bakteri), menghambat sintesis dinding sel bakteri dan menghambat sintesis protein bakteri.

Bakteria (http://scienceaid.co.uk/biology/micro/bacteria.html)
Struktur Bakteri (http://scienceaid.co.uk/biology/micro/bacteria.html).

Secara alami, pemakaian antibiotik akan menyebabkan resistensi, yang artinya bakteri menjadi resisten atau kebal terhadap antibiotik. Namun, resistensi antibiotik ini makin cepat terjadinya bila kita menggunakan antibiotik secara tidak rasional. Karena bila bakteri dipapar dengan antibiotik terus, lama-kelamaan bakteri tersebut akan membuat mekanisme mempertahankan diri.

Resistensi antibiotik ini sebenarnya bisa terjadi secara alami (innate resistance). Artinya, resistensi akan terjadi walaupun antibiotik tersebut belum pernah dikenalkan pada bakteri. Selain itu, ada yang namanya resistensi dapatan (acquired resistance). Resistensi dapatan ini merupakan masalah besar. Resistensi dapatan merupakan akibat adanya perubahan komposisi genetik bakteri sehingga antibiotik yang awalnya sensitif (bisa membunuh atau menghambat bakteri) menjadi tidak sensitif lagi, mengakibatkan resistensi. Resistensi ini bervariasi, terkadang perubahan genetis hanya berakibat penurunan aktivitas antibiotik,  tetapi tidak sampai menghilangkan keseluruhan efektivitas antibiotik.

Strategi bakteri untuk menurunkan kemampuan kerja atau aktivitas antibiotik terjadi melalui beberapa cara yaitu: (1) penetralan antibiotik oleh enzim dalam bakteri, (2) membatasi kadar antibiotik dalam bakteri dengan menurunkan influx dan meningkatkan efflux, (3) mengubah target antibiotik sehingga antibiotik tidak mampu lagi membunuh bakteri, atau (4) menghilangkan target antibiotik dengan membentuk jalur metabolik baru.

Bakteri mungkin menggunakan satu atau beberapa strategi untuk melawan satu jenis antibiotik tertentu. Satu strategi bisa menyebabkan resistensi terhadap beberapa jenis antibiotik, atau bahkan multi resisten terhadap antibiotik dari berbagai jenis. Bakteri tertentu mampu menghasilkan enzim yang membuat antibiotik jadi tidak aktif lagi. Terbentuknya enzim yang menginaktivasi antibiotik ini diduga merupakan penyebab tersering resistensi berbagai jenis antibiotik.

Perubahan enzim ini bisa diturunkan melalui perantara kromosom atau plasmid (DNA diluar kromosom yang bisa bereplikasi atau berkembang biak secara otonom). Penurunannya bisa dengan cara bertahap atau sekaligus. Contohnya, bakteri Staphylococcus menghasilkan enzim beta lactamase yang akan menghambat antibiotik jenis beta lactam (misalnya penisilin) sehingga antibiotik ini tidak bisa bekerja melawan bakteri. Perubahan permeabilitas membran sel menyebabkan penurunan masuknya (influx) antibiotik dan mengaktifkan pengeluaran (efflux) antibiotik. Akibatnya, akumulasi antibiotik di dalam bakteri menurun. Karena kadarnya menurun, efektivitas antibiotik juga akan menurun. Contohnya adalah bakteri yang resisten terhadap antibiotik tetrasiklin.

Perubahan target antibiotik dengan cara mengubah tempat pengikatan antibiotik didalam bakteri. Antibiotik jenis tertentu (contohnya aminoglikosida) biasanya akan terikat oleh ribosom (organel dalam sel bakteri untuk membentuk protein) bakteri dan menghambat sistesis protein. Bila bakteri menjadi resisten terhadap aminoglikosid, tempat pengikat antibiotik akan diubah. Sebagai akibatnya, antibiotik menjadi tidak terikat lagi sehingga antibiotik tidak bisa beraksi melawan bakteri.

Strategi bakteri yang lain adalah dengan membentuk jalur metabolik alternatif. Contohnya resistensi dapatan terhadap kotrimoksazol disebabkan terbentuknya enzim dihydrofolate reductase yang resisten terhadap antibiotik dari plasmid atau transposon (DNA yang mampu berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dalam kromosom yang sama atau berbeda). Elemen genetik yang bisa bergerak atau mobile ini menyebabkan penyebaran resistensi antibiotik antarbakteri menjadi cepat terjadi.

Proses-proses di atas merupakan mekanisme resistensi antibiotik di dalam bakteri (mikroorganisme). Namun, permasalahan terbesar saat ini adalah resistensi antibiotik dari satu spesies bakteri ternyata dapat disebarkan ke sekelompok bakteri lain melalui perubahan gen sehingga masalah resistensi ini sudah menjadi masalah ekologi yang luas.

Pemakaian antibiotik yang tidak rasional (tidak tepat atau berlebihan) disinyalir merupakan penyebab bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik. Akibatnya, antibiotik tidak lagi efektif membunuh ataupun menghambat aktivitas bakteri. Pemakaian antibiotik yang tidak rasional sering terjadi pada pasien rawat jalan di komunitas ataupun pasien yang dirawat inap di rumah sakit, baik sebagai pengobatan (terapi) ataupun pencegahan (profilaksis). Selain itu, resistensi ini diduga juga berkembang akibat penggunaan antibiotik dalam industri agrikultur, khususnya produksi makanan. Masalah resistensi ini bukan hanya menjadi masalah lokal tapi sudah merupakan masalah global.

‘Drug resistance follows the drug like a faithful shadow’ (Paul Ehrlich)

Bahan bacaan:

  • G. J. Ebrahim, Bacterial resistance to antimicrobials, J.Trop.Pediatr. 56, 141-143 (2010).
  • L. F. Chen, T. Chopra, K. S. Kaye, Pathogens resistant to antibacterial agents, Infect. Dis. Clin. N. Am. 23, 817-845 (2009).

Penulis:
Indah Kartika Murni, staf kesehatan di RSUP dr Sardjito dan dosen Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta. Kontak: ita_kartika(at)yahoo(dot)com.

Back To Top