Hiperglikemia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan level glukosa darah yang melebihi normal (> 110 mg/dl). Apabila hiperglikemia tidak diberi pengobatan atau perawatan secara tepat, penyakit tersebut akan berlanjut ke tahap yang lebih parah, yaitu diabetes, yang ditandai dengan naiknya level glukosa darah melebihi 200 mg/dl. Penyakit diabetes terbagi menjadi dua jenis, yaitu diabetes tipe 1 dan tipe 2. Mayoritas penderita diabetes di dunia (sekitar 90%) mengalami diabetes tipe 2 atau biasa juga disebut dengan NIDDM (Non-insulin dependent diabetes mellitus).
Diabetes tipe 2 dapat terjadi akibat beberapa hal yang saling berkaitan. Di antaranya ada tiga sebab, yaitu resistensi insulin dan gangguan produksi insulin pada beberapa jaringan (otot, hati, dan adiposa) yang menyebabkan gangguan pada asupan glukosa; kelebihan konsumsi karbohidrat dan trigliserida; serta kelebihan berat badan dan inaktifitas secara fisik. Saat ini kasus diabetes sedang meningkat di seluruh dunia. International Diabetes Federation menyebutkan bahwa lebih dari 415 juta orang di seluruh dunia menderita diabetes pada tahun 2015 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 642 juta pada tahun 2040. Data proyeksi tersebut bermakna negatif sehingga perlu dilakukan suatu strategi untuk meminimalisasi terjadinya peningkatan kasus diabetes, yaitu dengan mengendalikan level glukosa darah pada penderita diabetes tipe 2.
Salah satu strategi dalam mengendalikan level glukosa darah pada penderita diabetes tipe 2 adalah membatasi penyerapan glukosa melalui penghambatan enzim penghidrolisis atau enzim pemecah karbohidrat yang terdapat pada permukaan usus halus (α-glukosidase dan α-amilase). Enzim-enzim tersebut berperan dalam pemecahan oligosakarida dan disakarida menjadi monosakarida yang siap cerna, sehingga penghambatan enzim-enzim tersebut diharapkan dapat menurunkan level glukosa darah.
Penghambatan enzim penghidrolisis karbohidrat sebaiknya dilakukan dengan produk-produk alami. Hal ini dikarenakan produk alami (seperti tanaman) bersifat tidak toksik serta memiliki lebih sedikit efek samping dibanding produk sintetis (seperti obat kimia). Saat ini sudah banyak produk alami yang digunakan sebagai terapi antihiperglikemia. Produk alami merupakan sumber utama dari senyawa bioaktif (antimikrobia, antioksidan, penghambat α-glukosidase, dll.), yang biasa digunakan dalam obat tradisional.
Dalam artikel ini, kita akan membahas sedikit sumber tanaman penghambat enzim penghidrolisis karbohidrat. Kita juga akan mengenal komponen bioaktif serta mekanisme penghambatan enzim penghidrolisis karbohidrat yang terkandung pada tanaman tersebut sehingga nantinya dapat diketahui manfaatnya dalam mengendalikan level glukosa darah pada penderita diabetes tipe 2. Banyak spesies tanaman di dunia ini yang dikaitkan dengan pengobatan pada penyakit diabetes. Komponen pada tanaman yang berperan dalam pengobatan penyakit diabetes adalah senyawa bioaktif yang berperan dalam penghambatan enzim penghidrolisis karbohidrat, seperti kandungan polifenol (khususnya flavonoid).
1. Kurma
Kurma (Phoenix dactylifera L.) banyak diproduksi di Tunisia (mencapai 246.000 ton pada 2015). Buah kurma terkenal dengan keberadaan banyak jenis komponen bioaktif, seperti karotenoid, polifenol (khususnya flavonoid), tannin, dan sterol. Buah kurma juga memiliki potensi medis dalam pencegahan dan pengendalian diabetes mellitus yang dikaitkan dengan komponen fenol, antioksidan, dan penghambat kuat α-glukosidase dan α-amilase.
2. Marigold
Marigold (Tagetes erecta L.) yang dikenal sebagai tanaman ornamental dan obat tradisional dari China, tersedia di berbagai belahan di dunia. Di China, sejumlah besar Marigold dibudidayakan untuk tujuan mengekstraksi lutein. Namun, residu setelah ekstraksi lutein dengan heksan biasanya dibuang atau hanya digunakan sebagai pupuk. Padahal terdapat senyawa bioaktif dalam residu tersebut, seperti polifenol dan flavonoid. Quercetagetin, komponen flavonoid utama yang terdapat dalam residu marigold, memiliki senyawa flavonol yang khas (tambahan gugus C6-OH pada struktur quercetin). Beberapa peneliti melaporkan bahwa quercetin memiliki sifat penghambatan yang kuat pada α-glucosidase, α-amilase, dan lipase.
3. Rhinacanthus nasutus
Rhinacanthus nasutus L. (Famili Acanthaceae) merupakan tanaman obat dari Thailand dan Asia Tenggara. R. nasutus terkenal sebagai obat tradisional pada berbagai penyakit, seperti diabetes mellitus. Di China dan Taiwan, R. nasutus sering dikonsumsi sebagai teh herbal. Rhinacanthin-C (RC), komponen aktif utama dari R. nasutus, telah dilaporkan memiliki aktivitas hipoglikemik, hipolipidemik, dan pancreas protective pada tikus diabetes.
4. Pouteria torta
Pouteria torta (famili Sapotaceae) merupakan tanaman yang terdapat di daerah Cerrado, Brazil. Dilaporkan Pouteria torta memiliki kandungan myricetin-3-O-β-D-galactopyranoside, myricetin-3-O-α-L-arabinopyranoside, dan myricetin-3-O-α-L-rhamnopyranoside. Ekstrak yang didapatkan dari beberapa bagian dari tanaman ini menunjukkan beberapa aktivitas biologis, seperti sitotoksik dan penghambatan enzim in vitro. Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa ekstrak akuades dan ethanol dari daun P. torta menunjukkan 94% dan 91% penghambatan α-amilase secara in vitro.
Aktivitas penghambatan enzim penghidrolisis karbohidrat berkaitan dengan kandungan fenolik dari ekstrak tanaman. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat potensi keterkaitan antara aktivitas penghambatan enzim dengan aktivitas antioksidan sehingga penting untuk dilakukan studi tentang keterkaitan kedua jenis aktivitas tersebut.
Aktivitas penghambatan enzim biasanya memiliki dua mekanisme, yaitu penghambatan kompetitif dan penghambatan non-kompetitif. Oleh karena itu, penting untuk diketahui jenis mekanisme penghambatan enzim dari komponen bioaktif yang terkandung dalam ekstrak tanaman.
Mekanisme penghambatan enzim, khususnya enzim penghidrolisis karbohidrat dapat dijelaskan melalui Lineweaver-Burk plots. Plot tersebut menggambarkan hubungan antara konsentrasi penghambat (inhibitor) dan nilai 1/V (kecepatan reaksi). Apabila nilai 1/V meningkat (kecepatan reaksi menurun) seiring meningkatnya konsentrasi penghambat (inhibitor) serta terjadi perpotongan pada sumbu x grafik tersebut, maka mekanisme penghambatan enzim berupa penghambatan non-kompetitif. Berdasarkan Lineweaver-Burk plots, mekanisme penghambatan α-glukosidase pada quercetagetin (turunan quercetin) dan rhinacanthin-C berupa penghambatan non-kompetitif. Mekanisme tersebut ditunjukkan dengan adanya perpotongan di sumbu x (horizontal) pada plot tersebut. Mekanisme penghambatan enzim dari ekstrak tanaman tersebut (quercetagetin dan rhinacanthin-C) berbeda dengan acarbose yang memiliki mekanisme penghambatan kompetitif pada enzim α-glucosidase.
Perbedaan dari mekanisme penghambatan kompetitif dengan penghambatan non-kompetitif adalah terletak pada cara penghambat (inhibitor) dalam mengganggu kinerja enzim. Pada penghambatan kompetitif, penghambat (inhibitor) akan bersaing dengan substrat untuk mendapatkan sisi aktif dari enzim sehingga hal tersebut mengganggu reaksi antara enzim dengan substrat. Sedangkan pada penghambatan non-kompetitif, penghambat (inhibitor) akan menempel pada sisi lain dari enzim, yang mengakibatkan sisi aktif dari enzim akan berubah sehingga tidak dikenali oleh substrat dan mengganggu reaksi enzim dengan substrat.
Penghambatan enzim ini dibutuhkan dalam kondisi tertentu, seperti pada sesuatu yang difokuskan pada artikel ini, yaitu kondisi agar pencernaan karbohidrat menjadi terhambat akibat adanya penurunan kinerja enzim penghidrolisis karbohidrat (α-amilase dan α-glukosidase) dalam menghidrolisis karbohidrat menjadi gula sederhana (glukosa). Maka dari itu, dampak yang paling mungkin dari terhambatnya kinerja enzim penghidrolisis karbohidrat tersebut adalah menurunnya level/respon glukosa darah sehingga hal ini bermanfaat bagi penderita hiperglikemia, khususnya diabetes tipe 2.
Pengujian respon glukosa darah pada makhluk hidup biasanya dilakukan dengan menggunakan hewan coba (in vivo), seperti tikus atau mencit. Dalam pengujiannya, tikus atau mencit biasanya diberi asupan glukosa/maltosa/sukrosa berlebih yang disertai dengan asupan kontrol (biasanya acarbosa) dan asupan sampel (ekstrak tanaman) agar nantinya dapat diketahui respon glukosa darah dari tikus atau mencit tersebut. Respon glukosa darah dari hewan coba tersebut dapat menggambarkan pengaruh dari asupan sampel (ekstrak tanaman) sehingga dapat diketahui kebermanfaatan ekstrak tersebut dalam bidang medis (khususnya pada perawatan/pengendalian penyakit diabetes tipe 2).
Berdasarkan studi in vivo, ekstrak kurma partenokarpi (buah terbentuk tanpa proses penyerbukan) dapat menurunkan respon glukosa darah pada mencit yang diberi asupan maltosa berlebih. Hasil dari studi tersebut mirip dengan sampel ekstrak Zingiber mioga pada tikus dan mencit yang diberi asupan tinggi sukrosa. Hasil dari studi in vivo tersebut dapat mengkonfirmasi hasil studi tentang penghambatan enzim penghidrolisis karbohidrat sehingga dapat dikatakan bahwa penghambatan enzim penghidrolisis karbohidrat dapat menurunkan respon glukosa darah pada makhluk hidup (dengan menggunakan subjek berupa hewan coba).
Ekstrak tanaman yang mengandung komponen bioaktif dapat menghambat aktivitas enzim penghidrolisis karbohidrat (α-amilase dan α-glukosidase) melalui mekanisme penghambatan non-kompetitif. Penghambatan enzim penghidrolisis karbohidrat tersebut dapat menurunkan respon glukosa darah pada hewan coba (mencit/tikus). Maka dari itu, ekstrak tanaman berpotensi menggantikan acarbose (agen anti-hiperglikemia komersial) sebagai agen anti-hiperglikemia alternatif melalui penghambatan enzim penghidrolisis karbohidrat.
Bahan Bacaan:
- Abed H. E., Chakroun M., Fendri I., Makni M., Bouaziz M., Drira N., Mejdoub H., Khemakhem B., Extraction optimization and in vitro and in vivo anti-postprandial hyperglycemia effects of inhibitor from Phoenix dactylifera parthenocarpic fruit, Biomed. & Pharm. 88 (2017) 835-843.
- IDF, 2015, International Diabetes Federation, Diabetes Atlas 2015. Available from http://www.idf.org/diabetesatlas.
- Jo S-H., Cho C-Y., Lee J-Y., Ha K-S., Kwon Y-I., Apostolidis E., In vitro and in vivo reduction of post-prandial blood glucose levels by ethyl alcohol and water Zingiber mioga extracts through the inhibition of carbohydrate hydrolyzing enzymes, BMC Compl. and Altern. Med. 16 (2016) 111.
- Sales P. M. d., Souza P. M. d., Dartora M., Resck I. S., Simeoni L. A., Fonseca-Bazzo Y. M., Magalhaes P. d. O., Silveira D., Pouteria torta epicarp as a useful source of α-amylase inhibitor in the control of type 2 diabetes, Food and Chem. Toxic. xxx (2017) 1-8.
- Shah M. A., Khalil R., Ul-Haq Z., Panichayupakaranant P., α-Glucosidase inhibitory effect of rhinacanthins-rich extract from Rhinacanthus nasutus leaf and synergistic effect in combination with acarbose, J. of Funct. Foods 36 (2017) 325-331.
- Wang W., Xu H., Chen H., Tai K., Liu F., Gao Y., In vitro antioxidant, anti-diabetic and antilipilemic potentials of quercetagetin extracted from marigold (Tagetes erecta ) inflorescence residues, J. Food Sci. Technol. 53 (2016) 2614-2624.
Penulis:
Bovi Wira Harsanto, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu dan Teknologi Pangan, UGM Yogyakarta.
Kontak: boviwiraharsanto(at)gmail(dot)com.