Bagi teman-teman yang suka mengikuti berita sains pasti telah mendengar bahwa Nobel Fisika tahun 2015 ini diberikan kepada Takaaki Kajita dan Arthur McDonalds. Penelitian yang mereka lakukan bersama para kolega telah membuktikan bahwa neutrino, salah satu jenis partikel yang pernah dianggap tidak memiliki massa oleh model standar fisika partikel, justru memiliki suatu massa. Tahukah teman-teman seberapa pentingnya penemuan itu?
Apa itu neutrino?
Pada awal abad ke-20, penelitian fisika inti (fisika nuklir) merupakan salah satu bidang yang paling terdepan. Salah satu topik penelitian yang paling menarik adalah mengenai peluruhan beta. Contoh dari peluruhan beta adalah 14C meluruh menjadi 14N dan elektron, yang awalnya dibayangkan terjadi dalam skema seperti ini:
^{14}C_{6} \rightarrow ^{14}N_{7} + e
Dilihat dari nomor atom dan nomor massanya, persamaan di atas tampak sudah benar. Namun, karena satu atom karbon meluruh menjadi dua partikel, hukum kekekalan energi dan momentum (konservasi energi dan momentum) meramalkan bahwa energi dari elektron hanya akan memiliki satu nilai saja (diskret). Ternyata dari hasil pengukuran, elektron yang dipancarkan dari peluruhan beta didapati memiliki berbagai macam nilai. Hal ini membingungkan para fisikawan kala itu. Hasil pengamatan tersebut mungkin mengindikasikan hukum kekekalan energi telah dilanggar!
Untungnya Wolfgang Pauli dapat melihat benang merahnya yang dapat menyatakan hukum kekekalan energi tidaklah dilanggar. Pada tahun 1900, ia memprediksi sebuah partikel lain yang tidak terdeteksi (oleh instrumen yang ada saat itu), yang membawa sebagian energi dari elektron (e). Partikel ini dianggap nyaris tidak berinteraksi dengan apapun sehingga Pauli bahkan meramalkan bahwa sampai kapanpun partikel ini tidak mungkin dapat terdeteksi, tidak ada teknologi yang dapat melihat keberadaan partikel ini karena tak bermuatan dan tak bermassa.
Partikel yang diprediksi oleh Pauli ini kemudian diberi nama neutrino, atau lebih tepatnya jenis neutrino elektron (νe). Dengan penambahan neutrino, neraca peluruhan karbon-14 menjadi nitrogen-14 dimodifikasi menjadi:
^{14}C_{6} \rightarrow ^{14}N_{7} + e + v_{e}
Untungnya prediksi Pauli bahwa keberadaan neutrino tidak dapat dideteksi itu terbukti salah. Pada tahun 1956 neutrino berhasil terdeteksi dalam sebuah eksperimen di reaktor Savannah River. Penemuan neutrino ini kemudian diganjar hadiah Nobel Fisika pada tahun 1995.
Saat ini diketahui bahwa neutrino terdiri dari tiga jenis. Jenis yang pertama adalah neutrino elektron (νe), yang dihasilkan dari peluruhan beta. Neutrino kedua adalah neutrino muon (νμ) yang dihasilkan dari peluruhan partikel muon dan peluruhan partikel pion bermuatan. Jenis ketiga adalah neutrino tau (ντ) yang dihasilkan dari peluruhan partikel tau. Klasifikasi partikel-partikel elementer ini dirangkum dalam sebuah teori yang bernama model standar fisika partikel (baca juga rubrik fisika Majalah 1000guru edisi Januari 2011).
Model standar fisika partikel (penelitinya mendapatkan Nobel Fisika pada tahun 1979) meramalkan bahwa ketiga neutrino yang disebutkan di atas tidak ada hubungannya satu sama lain. Satu jenis neutrino tidak dapat berubah menjadi jenis neutrino yang lain. Selain itu, model standar memprediksi bahwa neutrino tidak memiliki massa. Kalaulah neutrino memiliki massa, pastinya satu jenis neutrino dapat berubah bolak-balik menjadi jenis neutrino yang lain (istilah lainnya adalah dapat melakukan “osilasi”).
Permasalahan dengan Matahari
Di matahari peluruhan beta terjadi setiap saat dan bahkan peluruhan beta merupakan bagian tidak terpisahkan dari reaksi fusi yang terjadi di matahari. Dari pengamatan suhu, kecemerlangan dan sifat-sifat lain dari matahari, fisikawan dapat membuat model mengenai proses yang ada di dalamnya. Untuk mengecek apakah model matahari benar, fisikawan mencoba mendeteksi neutrino elektron yang datang dari dalam matahari.
Pada tahun 1960-an, eksperimen di tambang Homestake berhasil mendeteksi keberadaan neutrino elektron dari matahari. Akan tetapi, didapati satu masalah besar. Jumlah neutrino elektron yang datang hanya sepertiga dari yang diharapkan. Pengukuran demi pengukuran terus dilakukan, namun hasil yang didapat tetap sama. Para fisikawan pun kebingungan. Apakah ada yang salah dengan model proses di matahari? Berbagai model baru digagas untuk menjelaskan proses di matahari. Sayangnya tak satupun model matahari baru yang bisa menjawab persoalan ini. Jangan-jangan ada yang salah dengan pemahaman tentang neutrino?
Jawaban dari Bumi
Jawaban dari permasalahan neutrino matahari pertama kali datang dari observatorium neutrino Sudbury di Kanada. Pada tahun 2001, mereka mengumumkan hasil pengamatan neutrino yang datang dari matahari. Yang mereka dapatkan adalah jumlah total neutrino dari matahari bersesuaian dengan jumlah total neutrino yang diramalkan oleh model matahari. Namun, model matahari meramalkan seluruh neutrino yang datang adalah dalam bentuk neutrino elektron.
Pengamatan observatorium neutrino Sudbury kemudian menyatakan bahwa neutrino yang datang cuma sepertiganya berupa neutrino elektron, sisanya berupa campuran antara neutrino muon dan neutrino tau. Penemuan ini menggegerkan dunia fisika. Ternyata neutrino berubah sifatnya di perjalanan dari matahari menuju bumi dan hal ini hanya dimungkinkan jika neutrino memiliki massa.
Hasil eksperimen dari observatorium Sudbury juga didukung dengan pengamatan yang dilakukan oleh para peneliti Jepang di observatorium Superkamiokande. Eksperimen ini mencoba mengukur jumlah neutrino muon yang dihasilkan oleh sinar kosmik yang menabrak atmosfer bumi. Ternyata yang mereka dapatkan adalah setengah dari neutrino muon dari sisi jauh bumi yang sampai ke detektor telah berubah menjadi neutrino elektron.
Dua kolaborasi eksperimen tentang neutrino itulah yang baru-baru ini diganjar penghargaan Nobel Fisika 2015 karena telah mengubah cara pandang para fisikawan terhadap neutrino. Takaaki Kajita dan Arthur McDonalds masing-masing adalah peneliti yang memperjuangkan pentingnya pengukuran massa neutrino ini dan merekalah yang memulai desain pengukurannya. Masing-masing kemudian menjadi pemimpin di laboratorium Super-Kamiokande dan observatorium Sudbury.
Pentingnya Kolaborasi
Meskipun hanya dua individu yang diganjar penghargaan, sesungguhnya Nobel Fisika 2015 ini adalah penghargaan untuk kerja keras tim dan kolaborasi. Tanpa kolaborasi yang solid dalam membangun sistem laboratorium raksasa untuk mendeteksi neutrino, penemuan sifat neutrino ini sepertinya mustahil terwujud. Untuk pekerjaan besar ini, kerja keras tim dan kolaborasi tersebut diganjar pula “Breakthrough Prize 2016”.
Tim yang mendapatkan penghargaan Breakthrough Prize tidak hanya kolaborasi Super-Kamiokande ataupun Observatorium Sudbury, tetapi juga tim lain dari kolaborasi KamLAND, K2K, T2K, hingga Daya Bay. Masing-masing dari tim tersebut memberikan kontribusi atas bertambahnya pengetahuan kita mengenai sifat-sifat neutrino. Sayangnya dari hampir 1000 anggota peneliti di tim-tim tersebut, masih belum ada satu pun ilmuwan Indonesia yang terlibat. Sejauh ini beberapa peneliti Indonesia baru terlibat di kolaborasi CMS di CERN Eropa.
Gerbang Menuju Teori Baru
Fenomena perubahan neutrino ini sama sekali tidak diramalkan oleh model standar fisika partikel. Artinya, pemahaman kita tentang alam semesta harus diubah dan para fisikawan sedang bekerja untuk mengubah itu. Berbagai eksperimen di seluruh dunia berlomba-lomba untuk menguji teori alternatif dari model standar sedang dilakukan. Di Jepang dengan Kamiokande, di Amerika dengan LBNE, Kanada dengan SNO+, Prancis dengan Double Chooz, Itali dengan Borexino, Jerman dengan KATRIN, Korea dengan RENO, China dengan Daya Bay, India dengan INO. Kapan Indonesia menyusul? Semoga kita bisa menjadi salah satu kontributornya.
Bahan bacaan:
- http://www.nobelprize.org/nobel_prizes/physics/laureates/2015/
- https://en.wikipedia.org/wiki/Solar_neutrino_problem
- https://en.wikipedia.org/wiki/Neutrino_oscillation
- http://www-sk.icrr.u-tokyo.ac.jp/sk/index-e.html
- http://www.sno.phy.queensu.ca/
- http://majalah1000guru.net/2011/01/secuil-tentang-alam/
Penulis:
Reinard Primulando, peneliti fisika partikel dan dosen di Unpar Bandung.
Kontak: reinard_p(at)yahoo(dot)com.