Suasana malam musim semi adalah salah satu ikon wisata Teluk Toyama yang terkenal dengan kunang-kunang lautnya. Kerlap-kerlip cahaya biru terlihat saat nelayan mulai menarik pukat hela pertengahan (midwater trawl, salah satu jenis alat penangkap ikan). Masyarakat setempat menyebutnya “Hotaru-ika” (Hotaru: kunang-kunang, Ika: cumi-cumi).
Hewan ini bukanlah serangga kunang-kunang layaknya nama yang disematkan, melainkan jenis cumi-cumi penghuni laut dalam (kedalaman > 200 m) yang mampu menghasilkan cahaya di permukaan tubuhnya. Nama ilmiah spesies ini adalah Watasenia scintillans famili Enoploteuthidae, cumi-cumi yang paling banyak dikaji emisi cahayanya secara kimiawi.
W. scintillans sangatlah unik karena cahaya yang dipancarkannya berasal dari reaksi kimia intrasel di organ photophore (organ penghasil cahaya) yang terletak di beberapa bagian tubuhnya. Lima organ photophore di bola mata, tiga organ photophore berwarna hitam di ujung lengan keempat sisi ventral (depan), dan ratusan titik photophore di sisi ventral mantel dan kepala. Cahaya biru dihasilkan ketika senyawa coelenterazine disulfate (luciferine, senyawa penghasil cahaya) dikatalisis oleh luciferase (enzim oksidatif yang terikat dengan membran) yang melibatkan ATP dan Mg2+ .
Dalam keadaan gelap gulita, hewan di laut dalam mempunyai mekanisme penglihatan baik dari cahaya yang dipantulkan atau dipancarkan organisme lain. Fungsinya untuk mengenali apakah mereka lawan jenis, mangsa, atau pemangsa sehingga organisme tersebut bisa memilih untuk mendekat, mengintai, atau menjauhi.
Uniknya, di dalam lima organ photophore di bola mata W. scintillans terdapat retina yang sedemikian rupa canggih sehingga mampu membedakan warna dan arah stimulus cahaya. Apabila ada objek asing yang mendekat dari atas, si kunang-kunang laut akan menyamarkan diri dalam gelap dengan memancarkan cahaya dari bola matanya saja. Tak hanya itu, hewan ini juga bisa memancarkan cahaya seperti corong ke arah bawah. Fungsinya sebagai pemandu cahaya seperti serat optik sehingga dia dapat menghindar dalam gelap tanpa takut kehilangan arah.
Bagaimana dengan organ photophore lainnya? Tiga organ photophore berwarna hitam yang terletak di ujung lengan keempat sisi ventral menghasilkan kilatan cahaya untuk mengejutkan pemangsa atau menarik mangsa. Sementara itu, titik-titik photophore di seluruh permukaan tubuhnya akan menyala terang saat musim reproduksi tiba. Wah, bisa tebak yang terakhir ini untuk apa, ya?
W. scintillans hidup di laut gelap dengan kedalaman > 200 m, suhu 5°C, dan tekanan bawah laut yang tinggi selama 12-13 bulan (untuk betina) dan 11-12 bulan (untuk jantan). Di musim semi (akhir Maret hingga awal Mei), si kunang-kunang laut ini naik ke permukaan dan berkumpul di Teluk Toyama untuk bereproduksi. Seperti halnya ikan salmon, makhluk kecil ini berjuang menembus zona yang benar-benar berbeda semasa dia tumbuh: cahaya ekstrem, suhu hingga 12°C, dan tekanan yang jauh lebih rendah dengan tujuan untuk menurunkan sifat-sifatnya ke generasi selanjutnya.
Cumi-cumi ini akan mati setelah bertelur karena alokasi energi mereka telah habis untuk menghasilkan cahaya, bergerak, dan bereproduksi. Sementara itu, generasi baru yang telah menetas akan menuju ke laut dalam secara bertahap. Dengan kata lain, W.scintillans bermigrasi secara vertikal. Si kunang-kunang laut hanya muncul beberapa kali dalam setahun. Hal ini dilatarbelakangi bukan hanya migrasi vertikal, melainkan juga migrasi horizontal yang mereka lakukan antara perairan dangkal dan laut lepas.
Tahukah kalian bahwa cumi-cumi dan gurita rentan terhadap air keruh? Nah, ketika musim tanam di daratan tiba (dimulai di musim semi hingga musim panas) air sungai yang melewati lahan pertanian akan membawa sedimen tanah ke laut sehingga menyebabkan air laut keruh. Lantas, cumi-cumi akan menghindari daerah pantai dan berpindah ke laut lepas. Karena kemunculannya begitu spesial, salah satu akuarium di Toyama tak mau melewatkan kesempatan untuk memamerkan koleksi hewan ini di akhir bulan Maret hingga awal Mei.
Si kunang-kunang laut ini menjadi produk lokal musiman di daerah Toyama, Jepang. Bukan hanya santapan populer bagi manusia saja, W. scintillans juga menjadi mangsa utama beberapa predator laut, baik di Laut Jepang maupun di Samudera Pasifik. Menurut penelitian Yamamura dkk (1993), W. scintillans dimangsa oleh cumi-cumi yang lebih besar, hiu, salmon, kod pasifik, Pollock, anjing laut utara dan lumba-lumba. Data predator W. scintillans ini dirangkum pada tabel.
Bahan bacaan:
- “Micronekton of the North Pacific”, PICES Scientific Report No. 30 (2005).
- Yamamura et al. Predation on firefly squid Watasenia scintillans by demersal fishes off Sendai Bay, North Japan. pp. 633–639.
- Tsuji, F.I. 1985. ATP-dependent bioluminescence in the firefly squid, Watasenia scintillans.
- Teranishi, K. Shimomura, O. 2008. Bioluminescence of the arm light organs of the luminous squid Watasenia scintillans.
- Hamanaka, T. et al. 2011. Luciferase activity of the intracellular microcrystal of the firefly squid, Watasenia scintillans .
- Kawahara, M. Gleadall, I.G. Tsukahara Y. 1998. A note on the fibre-optic light-guides in the eye photophores of Watasenia scintillans.
Penulis:
Dewi T. Setyaningrum, mahasiswi jurusan Biologi Kelautan, Tohoku University, Jepang.