Pernahkah Anda mencoba membuat sebutir telur mentah “berdiri” sehingga bagian yang lebih panjangnya dapat terus tegak di arah vertikal tanpa penahan apapun?
Kegiatan membuat telur berdiri ini rupanya bukan hal yang asing dalam beberapa budaya, bahkan sampai menjadi aktivitas khusus pada perayaan hari tertentu. Namun, ada mitos yang tampaknya perlu diluruskan terkait perayaan tersebut dari sisi konsep fisika dan astronomi sederhana.
Salah satu perayaan yang di dalamnya ada kegiatan membuat telur berdiri adalah Peh Cun, atau lebih dikenal sebagai Duanwu Festival (端午節) dalam komunitas Cina internasional. Peh Cun diperingati pada tanggal 5 bulan 5 di kalender Cina, sekitar akhir Mei s.d. awal Juni dalam kalender Masehi. Peh Cun sendiri disebut sebagai dialek Hokkien untuk kata pachuan (扒船, arti: mendayung perahu) karena biasanya dalam hari ini diadakan lomba mendayung perahu naga.
Meski begitu, dalam perayaan Peh Cun, yang paling sering menjadi perhatian media adalah kegiatan mendirikan telur.
Konon katanya, tepat pada jam 12 siang di hari Peh Cun, telur bisa didirikan dengan lebih mudah dari biasanya. Kegiatan mendirikan telur ini seringkali menyertakan masyarakat yang sebenarnya tidak memperingati hari Peh Cun itu sendiri, untuk bersama-sama mendirikan telur. Sebuah percobaan bahkan pernah dicatatkan di buku rekor MURI (Museum Rekor Indonesia) dengan jumlah telur berdiri terbanyak.
Nah, kita lalu bisa ajukan pertanyaan sederhana: Mengapa kata mereka telur lebih mudah berdiri di hari Peh Cun? Alasan yang sering diajukan, di antaranya ada seperti berikut ini: konfigurasi Matahari-Bulan-Bumi segaris sehingga gravitasinya lebih seimbang. Ada juga yang bilang, Matahari mencapai titik kulminasi terdekat dengan Bumi sehingga gravitasi Matahari lebih kuat. Benarkah demikian? Mari kita kupas kedua alasan tersebut.
Konfigurasi Matahari-Bulan-Bumi segaris?
Tampaknya asumsi ini berasal dari sistem penanggalan kalender Cina sendiri yang menggunakan bulan baru sebagai patokan awal bulan. Pada bulan baru, posisi Bulan mencapai konjungsi, atau posisi bujur ekliptika yang sama dengan Matahari. Efek gabungan dari gravitasi Matahari dan Bulan pada posisi bulan baru ataupun bulan purnama telah umum dikenal (dan diajarkan di mata pelajaran IPA di sekolah dasar) sebagai pasang purnama. Pada kondisi ini, pasang air laut mencapai tinggi maksimumnya akibat arah gaya tarik Bulan yang sejajar dengan gaya tarik Matahari.
Menilik konfigurasi matahari-bulan-bumi, sebenarnya tanggal 5 dari satu bulan kalender lunar masih termasuk awal untuk terjadinya pasang purnama. Terlebih lagi jika memperhitungkan periode antara dua bulan baru, yang sekitar 29,53 hari, secara kasar Bulan sudah berada di posisi setengah jalan menuju bulan separo. Oleh karena itu, tak relevan juga jika dikatakan pada saat tersebut efek gabungan dari gravitasi Matahari dan Bulan paling kuat. Pun demikian, terhadap air laut yang sedemikian berlimpahnya di Bumi itu saja, pasang purnama tertinggi ‘hanya’ sekitar 15 meter, di Teluk Fundy, Kanada. Pasang setinggi ini, masih tergolong relatif kecil jika dibandingkan dengan rata-rata kedalaman laut, yang rata-rata berkisar dari ratusan hingga ribuan meter. Dan yang paling jelas, jika Matahari, Bulan dan Bumi segaris, seharusnya terjadi gerhana Matahari dong…
Matahari mencapai titik kulminasi terdekat?
Titik kulminasi atas adalah titik saat suatu benda langit dalam pergerakannya terlihat paling tinggi jika diamati seorang pengamat. Dalam konsep populer, bagi Matahari, titik kulminasi atas dicapai pada jam 12 siang. Namun ini pun tidak selamanya begitu. Sebenarnya Matahari jarang sekali mencapai titik kulminasi (atau posisi tertingginya di langit) tepat pada jam 12 siang. Terkadang lebih lambat dan terkadang lebih cepat. Selisih antara sampainya Matahari ‘sebenarnya’ pada titik kulminasi ini, dengan pukul 12 siang, dikenal sebagai persamaan waktu. Sekadar informasi tambahan, konsep persamaan waktu sering dipakai ketika memperhitungkan waktu sholat bagi penganut agama Islam.
Kembali ke masalah hari Peh Cun, ketika bicara masalah ‘dekat’, pengamatan membuktikan bahwa pada hari Peh Cun itu Bumi sebenarnya justru sedang bergerak menuju titik aphelion, posisi terjauh yang bisa dicapai Bumi dari Matahari. Bumi mencapai posisi aphelion kira-kira setiap tanggal 4 Juli, sementara perihelion dicapai pada 3 Januari. Secara teknis, pada awal Juni, jarak Bumi ke Matahari melebihi nilai 1 satuan astronomi. Jadi, alasan ini pun mengada-ada saja jika digunakan sebagai pembenaran gampangnya membuat telur berdiri pada hari Peh Cun.
Rupanya cerita tak usai pada hari Peh Cun saja…
Masyarakat Barat juga memiliki mitos serupa untuk telur berdiri. Hal yang berbeda adalah waktunya. Konon katanya, menurut orang Barat, telur bisa didirikan tiap ekuinoks (khususnya ekuinoks musim semi), yaitu suatu waktu ketika panjang siang dan malam kurang lebih sama-sama 12 jam. Ekuinoks terjadi 2 kali setahun, yang pertama pada sekitar tanggal 20 Maret, dikenal sebagai vernal equinox (ekuinoks musim semi), yang kedua pada sekitar 22 September, dikenal sebagai autumnal equinox (ekuinoks musim gugur).
Penamaan ekuinoks didasarkan pada musim di belahan Bumi utara. Definisi formal untuk ekuinoks sendiri adalah masa ketika sumbu rotasi Bumi menghadap ke arah 90 derajat dari arah Matahari. Oleh karena itu, panjang hari setara di seluruh penjuru Bumi pada saat ekuinoks. Akan tetapi, adakah hubungannya dengan telur yang berdiri? Nyatanya, tidak.
Meskipun kata-kata semacam “panjang siang dan malam sama-sama 12 jam” mungkin terdengar begitu hebat di telinga beberapa orang, sebagaimana halnya kata-kata seperti “Matahari dan Bumi segaris”, sebenarnya hal semacam ini sangatlah biasa. Tidak ada pengaruh ilmiah yang signifikan dari kedua kalimat tersebut, apalagi dalam menghubungkannya dengan telur yang berdiri. Jika ada yang menghubungkannya dengan jarak Bumi-Matahari, sebelumnya sudah disebutkan bahwa Bumi mencapai perihelion pada 3 Januari dan aphelion pada 4 Juli. Lagi-lagi tidak ada hubungannya.
Dari sudut pandang seorang yang skeptis, tentu saja kebenaran dari efek yang disebutkan dalam tulisan ini terhadap “kemampuan” sebutir telur untuk berdiri sangat dipertanyakan. Mengapa tidak ada ajang mendirikan telur pada musim gugur? Mengapa hanya telur yang didirikan?
Singkat kata sebagai penutup tulisan ini, telur sebenarnya bisa diberdirikan kapan saja, bermodalkan kesabaran yang cukup. Tentu saja, kekasaran permukaan telur, kekasaran permukaan bidang berdirinya telur akan berpengaruh. Namun yang pasti, tidak ada efek dari Bulan, atau bahkan dari siang hari yang 12 jam. Foto telur berdiri pada artikel ini bahkan merupakan hasil keisengan penulis sekitar 1 jam sebelum mulai menulis. Kalau tidak percaya, silakan buktikan sekarang juga. Mudah kok. ;)
Bahan bacaan:
- http://www.badastronomy.com/bad/misc/egg_spin.html
- http://urbanlegends.about.com/od/errata/a/equinox_eggs.htm
- Eksperimen telur berdiri yang dilakukan dalam berbagai waktu berbeda membuktikan bahwa telur dapat diberdirikan kapan saja jika cukup kesabaran: http://francesa.phy.cmich.edu/people/osborn/egg1.html
Penulis:
Gianluigi Grimaldi Maliyar, alumnus Tohoku University, Jepang.
Kontak: gian.gmaliyar(at)gmail(dot)com.