Ketika Variasi Jenis Kelamin Mulai Membingungkan

Pada umumnya, kita dengan mudah mengetahui jenis seks manusia, perempuan atau laki-laki, berdasarkan ciri fisiknya. Kita juga sering menemui variasi ciri fisik yang menjadi abu-abu di antara kedua jenis seks ini. Kasus Alterina Hofan di Indonesia tahun 2010 yang lalu merupakan masalah seputar gradasi seksualitas. Alter dituduh jaksa bersalah mengubah status jenis kelamin pada Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga dengan motif ingin menikahi Jane, istrinya sekarang. Jaksa menuntut 5 tahun penjara. Belakangan, tindakan Alter dinilai hakim bukan tindak pidana sehingga dilepaskan dari tuntutan penjara.

Dilihat dari sejarah hidupnya, sejak lahir, Alter mempunyai payudara dan vagina. Orang tuanya pun membuatkan akta kelahiran Alter berjenis kelamin wanita. Ketika memasuki masa akil baligh, Alter mengalami pertumbuhan penis dan psikologisnya menjadi seorang laki-laki. Diapun tidak mengalami menstruasi dan tidak memiliki rahim. Fakta itu yang membuat Alter mengubah status seksualnya menjadi laki-laki.

Kontroversi di atas menunjukkan kadang terjadi kerumitan dalam menentukan jenis seks manusia. Para ahli sering kerepotan memutuskan apakah faktor genetis, hormon, ataukah ciri-ciri fisik yang menentukan jenis seks. Dengan peningkatan pesat populasi manusia, kita harus siap menemukan variasi seksual yang bakal lebih banyak terjadi.

Pada masa lalu, hidup begitu mudah ketika menentukan jenis seks hanya perlu melakukan identifikasi ciri fisik. Ketika bayi lahir, dapat mudah dilihat apakah ada penis (dan testis) atau vagina. Secepat itu pula jenis kelamin dapat ditentukan dari ciri fisik langsung. Kemudian diketahui beberapa orang yang memiliki ciri-ciri seks ganda, perempuan dan laki-laki. Ada orang yang memiliki penis sekaligus vagina. Ada juga yang tiba-tiba berubah dari perempuan ke laki-laki seperti kasus Alter yang telah diceritakan (ataupun bisa juga ada perubahan sebaliknya dari laki-laki ke perempuan). Karena masyarakat tidak memiliki pemahaman yang cukup, orang dengan variasi ini cenderung dipinggirkan secara sosial.

Ilmu genetika manusia semakin berkembang dengan diketahuinya kromosom penentu jenis seks. Kromosom XX dimiliki oleh perempuan, sedangkan kromosom seks XY dimiliki oleh laki-laki. Verifikasi seks kemudian menjadi terkenal. Uji ini pertama kali digunakan secara kontroversial dalam olahraga pada uji pertandingan olahraga yang dimulai pada kejuaraan Atletik Eropa tahun 1966. Pelaksanaan tes ini dilakukan karena kekhawatiran ada laki-laki yang yang mengikuti pertandingan atletik yang seharusnya dilakukan hanya untuk perempuan saja. Tes genetis yang dilakukan ketika itu hanya sesederhana uji kromosom XX dan XY saja.

Belakangan muncul variasi lain pada konfigurasi kromosom ini. Ada sindrom Klinefelter di mana seorang pria yang memiliki kelebihan kromosom X,  menjadi XXY. Variasi Klinefelter ini membuat perkembangan testis terganggu dan berkurangnya kesuburan. Pada beberapa individu dengan sindrom Klinefelter, terjadi pertumbuhan sekunder payudara meskipun memiliki ciri fisik pria (penis dan testis). Dan banyak pula perkembangan lain  seputar variasi jumlah kromosom ini, mulai dari XXYY, XXX, XYY, dan lain-lain memiliki gejala berbeda dan kadang mematikan. Sains pun terus berkembang. Ditemukan pula beberapa kasus manusia dengan kromosom XX yang memiliki organ seks laki-laki (yang seharusnya perempuan). Sebaliknya, ditemukan manusia dengan kromosom XY yang memiliki organ seks perempuan (yang seharusnya laki-laki). Jenis seks mendadak tidak dapat lagi ditentukan hanya dengan kromosom XX dan XY saja.

Selain itu, ternyata di dalam kromosom Y terdapat gen SRY (Sex-determining Region Y) yang menjadi gen pemicu pertumbuhan seksual pria. Kadang-kadang gen SRY ini dapat berpindah ke kromosom X sehingga kromosom X ini dapat memicu pertumbuhan seksual pria ini. Variasi ini dinamakan XX male syndrome. Sebaliknya, pada beberapa kasus manusia dengan kromosom XY, gen SRY yang terletak pada kromosom Y-nya rusak. Hal ini menyebabkan gen SRY tidak dapat mengekspresikan ciri seks laki-laki. Kemudian hal ini menyebabkan manusia dengan kromosom XY menjadi perempuan. Variasi ini disebut sindrom Swyer atau XY gonadal dysgenesis.

Sumber gambar: http://www.nature.com/scitable/topicpage/genetic-mechanisms-of-sex-determination-314
Sumber gambar: http://www.nature.com/scitable/topicpage/genetic-mechanisms-of-sex-determination-314

Topik genetika seksual terus berkembang. Dengan berbagai riset, penentuan seks menjadi semakin akurat, meskipun juga semakin rumit (dan makin mahal). Riset menunjukkan ada variasi dalam menentukan jenis seks yang tidak sesederhana di masa lalu. Penemuan selanjutnya semakin membuka tabir rahasia variasi seksual pada manusia. Pemahaman mekanisme penentuan seks pada manusia diharapkan akan mengembangkan perilaku sosial manusia dalam menyikapi variasi ini. Sosial di sini dimaksudkan seluas-luasnya: moral, agama, dan segala macam nilai yang hidup dalam masyarakat. Apakah mungkin manusia lebih bijak setelah memahami variasi seksual dalam diri dan masyarakatnya sendiri? Sebuah pertanyaan yang perlu segera dijawab umat manusia.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa kelainan genetis semacam ini tidak sama dengan penyakit homoseksualitas. Pelaku homoseks jelas menderita gangguan psikologis yang tidak disebabkan genetika, melainkan lebih karena faktor lingkungan. Sementara itu, penderita kelainan genetis yang menyebabkan sulitnya menentukan jenis kelamin ini pada akhirnya dapat ditentukan mana yang lebih dominan gennya. Keputusan yang tegas apakah penderita kelainan tersebut seorang laki-laki atau perempuan kemudian bisa diambil.

Ada banyak kasus di seluruh dunia mengenai perubahan dan variasi ciri seksual. Salah satu kasus yang umum terjadi adalah Sindrom Klinefelter yang terjadi pada kisah Alterina Hofan. Sindrom Klinefelter terjadi pada level genetika di mana, seorang pria yang memiliki kelebihan kromosom X,  menjadi XXY. Sindrom Klinefelter merupakan variasi kromosom seksual yang sering terjadi, mencapai 1 dari 1000 laki-laki. Beberapa penelitian bahkan menunjukkan angka kejadiannya mencapai 1 dari 500 pria memiliki kelebihan kromosom X, meskipun tidak seluruhnya menampakkan terjadinya Sindrom Klinefelter ini. Salah satu kasus yang  menarik adalah Ted Prince seorang yang terlahir sebagai laki-laki kemudian bertransformasi menjadi Chloe Prince yang lebih tampak seperti perempuan.

Bahan bacaan:

Penulis:
Cokhy Indira Fasha, bekerja di B. Braun Medical. Kontak: cokhy.lubis(at)gmail(dot)com.

Back To Top