Observasi Gerhana Bulan untuk Mengukur Jarak Bumi dari Bulan

Salah satu cara mengukur jarak Bumi-bulan adalah melalui pengamatan gerhana bulan. Orang Yunani sudah mengetahui ini sejak dahulu kala. Dilihat dari Bumi, ukuran bulan kira-kira sama dengan ukuran matahari, dengan diameter sudut ϴ0 sekitar 0,53 derajat. Misalkan sebuah koin berdiameter 2 cm digunakan untuk menghalangi cahaya matahari atau bulan. Jika koin tersebut diletakkan lebih jauh dari jarak 1/tan(0,53/2) cm (216 cm) dari mata, koin tersebut tidak dapat sepenuhnya menutupi matahari atau bulan. Daerah gelap karena cahaya terhalang oleh koin akan membentuk kerucut. Semakin jauh dari uang koin, ukuran bayangannya semakin kecil. Sampai pada jarak 108 kali diameter koin, bayangan dari koin akan menjadi titik.

Gambar kiri menunjukkan bayangan koin ϴ0 sebagai diameter sudut matahari terlihat dari Bumi. Gambar kanan adalah ilustrasi fenomena umbra, penumbra dan antumbra (sumber: Wikipedia).

Informasi di atas dapat digunakan untuk mengetahui ukuran bayangan Bumi pada jarak tertentu dari Bumi. Sebaliknya, informasi tersebut juga dapat digunakan untuk mengetahui jarak Bumi-bulan jika ukuran bayangan Bumi diketahui. Mari kita pelajari salah satu fenomena gerhana bulan yang terjadi pada 15 Juni 2011 sebagai contoh untuk menghitung jarak Bumi-bulan. Gambar berikut ini adalah penampakan bulan setelah keluar dari bayangan Bumi.

Gambar kiri menunjukkan fase-fase gerhana bulan 15 Juni 2011 setiap beberapa menit sambil keluar dari bayangan Bumi. Gambar kanan adalah ilustrasi bulan dan bayangan Bumi (rekonstruksi penumbra, lingkaran merah).
Lintasan bulan ketika melalui bayangan Bumi pada fenomena gerhana bulan 15 Juni 2011, lengkap dengan waktunya. Gambar dari Wikipedia.

Pusat bulan menempuh garis hitam pada gambar dalam waktu 2 jam. Dari gambar di atas diperoleh perbandingan panjang lintasan bulan dalam selang waktu 2 jam dan diameter umbra adalah 114/144. Dalam kerangka acuan dengan pusat Bumi dan matahari diam, bulan mengitari Bumi dalam selang waktu 29 hari 12 jam 44 menit, yang disebut sebagai periode sinodis.

Untuk menyederhanakan perhitungan dapat diasumsikan bahwa orbit bulan berbentuk lingkaran. Selama satu periode sinodis T,  bulan menempuh jarak 2πR, dengan R adalah jarak Bumi-bulan. Panjang lintasan yang ditempuh bulan dalam selang waktu t adalah

d_t = \displaystyle\frac{2\pi R t}{T}.

Sementara itu, diameter umbra pada jarak R dari Bumi adalah

d_\textrm{umbra} = 2R_b - 2R \tan \left(\displaystyle\frac{\theta_0}{2}\right)

dengan Rb adalah jari-jari Bumi.

Dari dua persamaan di atas dan perbandingan panjang lintasan bulan dalam selang waktu t terhadap diameter umbra kita mendapatkan persamaan berikut ini untuk jarak Bumi-bulan:

R = \displaystyle\frac{R_b}{\displaystyle\frac{d_\textrm{umbra} \pi t}{d_t T} + \tan\left(\displaystyle\frac{\theta_0}{2}\right)}.

Jari-jari Bumi diketahui sebesar 6370 km. Untuk t = 2 jam, T = 708,7 jam, ϴ0 = 0,53 derajat, dan dt/dumbra = 114/144, diperoleh jarak Bumi-bulan 401301 km. Hasil yang tidak terlalu buruk. Sedikit ketidakakuratan perhitungan berasal dari asumsi bahwa lintasan bulan berbentuk lingkaran dengan kecepatan orbit bulan yang konstan.

Cara lain menghitung jarak Bumi-bulan adalah dengan membandingkan diameter sudut bulan terhadap diameter sudut lingkaran umbra. Dari gambar di atas diperoleh perbandingan 52/144. Dengan demikian,

\displaystyle\frac{2R_b - 2R \tan(\theta_0 / 2)}{2 R \tan(\theta_0 / 2)} = \displaystyle\frac{144}{52}

R = \displaystyle\frac{52 \times R_b}{196 \tan(\theta_0 / 2)} = 370229~\textrm{km}

Pada masa kini, jarak Bumi-bulan dapat diperoleh dengan cara menyorotkan sinar laser pada beberapa cermin yang telah dipasang di bulan. Cermin-cermin itu dipasang dalam beberapa tahap sejak misi Apollo 11. Dengan mengetahui waktu tempuh cahaya bolak-balik dari Bumi-bulan-Bumi, kita dapat mengukur jarak Bumi-bulan. Diketahui bahwa jarak terdekat Bumi-bulan adalah 362570 km dan jarak terjauhnya 405410 km.

Perhitungan jarak Bumi-bulan dari pengamatan gerhana bulan yang telah kita lakukan ini memerlukan informasi mengenai jari-jari Bumi. Bagaimana kita bisa menghitung jari-jari Bumi? Eratosthenes, orang Yunani yang hidup di Alexandria, Mesir, pada abad ke-3 sebelum Masehi mengetahui bahwa pada saat tertentu di Syene (Aswan), matahari tepat berada di atas kepala. Pada saat yang sama di Alexandria, di utara Syene, matahari membentuk sudut α = 7,5 derajat terhadap vertikal. Dengan mengetahui jarak Syene-Alexandria (misalkan dAl-Sy), kita dapat menghitung jari-jari Bumi dengan rumus Rb = dAl-Sy / α.

Perhitungan jari-jari Bumi oleh Eratosthenes. Jika matahari tepat berada di atas kepala ketika di Syene dan sudut antara tongkat vertikal terhadap bayangannya adalah α ketika di Alexandria, maka α juga merupakan sudut antara garis lurus dari Alexandria ke pusat Bumi dengan garis lurus dari Syene ke pusat Bumi. Gambar diambil dari http://galileoandeinstein.physics.virginia.edu/

Pola pikir orang zaman dahulu ternyata canggih juga, ya? Mereka sudah menyimpulkan sejak ribuan tahun lalu bahwa Bumi itu bulat. Tanpa asumsi Bumi bulat, tentunya kita tidak mungkin menghitung jarak Bumi-bulan seperti yang sudah dibahas di atas.

Bahan bacaan:

Penulis:
Zainul Abidin, dosen STKIP Surya, alumnus College of William & Mary, Amerika Serikat.
Kontak: zxabidin(at)yahoo(dot)com.

Gerakan 1000guru adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bersifat nonprofit, nonpartisan, independen, dan terbuka. Semangat dari lembaga ini adalah “gerakan” atau “tindakan” bahwa semua orang, siapapun itu, bisa menjadi guru dengan berbagai bentuknya, serta berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Back To Top