Sepenting Apa Sih Memilih Jurusan yang Tepat?

Pertanyaan pada judul tulisan ini dapat dibaca dengan intonasi keragu-raguan, sinis atau kepastian. Tergantung pada pembaca. Namun, penulis membacanya dengan intonasi yang sedikit sinis. Kenapa demikian? Di Indonesia pemilihan jurusan dimulai pada jenjang SMA. Pada kurikulum 2013 jurusan diganti dengan peminatan yang maknanya terlihat berbeda dengan inti yang sama. Perbedaannya ada pada lintas minat dan pendalaman minat. Penjurusan atau peminatan dimulai di kelas X. Meskipun memiliki nama yang tidak sama, misalnya IPA diganti dengan MIA, jurusan tersebut masih menjadi favorit bagi kebanyakan siswa.

Dalam tulisan ini penulis akan menggunakan kata penjurusan dibanding peminatan. Alasannya, ketika SNMPTN, anak IIS (IPS) tidak dapat memilih jurusan kedokteran meskipun lintas minatnya ada pelajaran biologi. Hal tersebut terjadi ketika SNMPTN 2016. Untuk kebijakan tahun 2017 pun kurang lebih sama. Hal yang masih terjadi adalah siswa MIA ingin memilih jurusan akuntansi pada SNMPTN yang sebenarnya jurusan tersebut untuk siswa IIS. Peraturan pun membolehkannya sehingga terkadang menjadi masalah bagi sebagian siswa.

Penulis pernah menemukan di lapangan ketika ada siswa IIS menangis mengetahui ada anak MIA yang memilih jurusan dan perguruan tinggi yang sama dan siswa MIA tersebut memiliki nilai lebih tinggi dibandingnya. Perasaan yang dikemukakan biasanya sedih dan sebal sebab siswa tersebut bukan dari jurusan IIS.

Contoh kasus yang penulis kemukakan adalah dari sekian banyak kasus tentang penjurusan. Ketidaktepatan pemilihan jurusan terutamanya datang dari tuntutan orang tua. Banyak orang tua menginginkan anaknya di jurusan MIA karena mereka menganggap jurusan MIA dapat diterima di jurusan mana pun ketika mendaftar di perguruan tinggi. Kenyataannya memang demikian. Hampir semua jurusan di perguruan tinggi dapat dimasuki jurusan MIA. Sayangnya, tidak semua jurusan di perguruan tinggi dapat dimasuki oleh siswa dari jurusan bahasa, IIS, dan keagamaan. Ketika ada siswa yang ingin berada di jurusan IIS tetapi orang tuanya menyarankan masuk jurusan MIA dengan alasan di atas, berarti selama tiga tahun di SMA anak tersebut mempelajari pelajaran yang kurang diminati.

Ketepatan jurusan akan membuat anak lebih menikmati pembelajaran yang dijalaninya. Tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar, sangat disayangkan apabila disia-siakan dengan mempelajari hal-hal yang tidak disukai. Misalnya, anak berminat pada sejarah namun berada di kelas MIA. Bagaimana perasaan si anak? Mungkin dia tetap dapat menjalani hari-hari di sekolah bisa jadi dengan nilai akademik yang baik. Namun, alangkah bagusnya apabila sang anak sudah di IIS semenjak awal masuk. Di sinilah pentingnya peran orang tua memberi saran yang sesuai dengan kebutuhan dan minat anak. Sebabnya, dengan penjurusan yang sudah dimulai sejak kelas X, guru-guru di sekolah belum mengetahui betul bakat dan minat siswa.

Hal yang dapat dilakukan guru di sekolah untuk mendeteksi kecenderungan potensi siswa (biasanya oleh guru BK) hanyalah dengan mengumpulkan instrumen-instrumen berikut ini: (1) nilai UN, (2) nilai tes masuk, (3) tes minat dan bakat, (4) rekomendasi dari SMP, dan (5) angket pilihan jurusan yang ditandatangani orang tua. Penggunaan kelima instrumen tersebut pun masih tergantung dari kebijakan sekolah sang anak. Tidak semua sekolah menggunakannya.

Orang tua sangat berperan pada pemberian saran untuk angket pilihan jurusan yang diinginkan anak. Angket tersebut berfungsi untuk diisi dan didiskusikan antara anak dan orang tua. Sebelum menyarankan sang anak memilih jurusan ada baiknya orang tua menanyakan hal-hal di bawah ini:

  1. Jurusan apa yang diminati anak dan alasan memilih jurusan tersebut. Apabila anak terlihat bingung dapat dilanjutkan dengan pertanyaan berikutnya.
  2. Pelajaran apa yang disukai oleh anak, bukan pelajaran yang dirasa mudah namun yang menantang dan membuatnya tertarik.
  3. Alasan pelajaran yang disukainya, dikarenakan dia tertarik atau karena menyukai gurunya.
  4. Selain bertanya pada anak, orang tua pun berkonsultasi dengan guru BK dan wali kelasnya di tingkatan sekolah sebelumnya (SMP). Bukan hanya bertanya tentang anak dapat masuk di SMA favorit atau tidak, tetapi yang perlu ditanyakan adalah bagaimana sang anak di kelas dan minatnya di pelajaran.
  5. Anak juga diminta menceritakan cita-citanya di masa depan bukan hanya ditanya ingin menjadi apa.

Diskusi yang terjalin harmonis akan membantu sang anak mengetahui minatnya atau ketertarikannya. Hal ini penting dilakukan agar anak selama tiga tahun masa SMA-nya tidak merasa salah jurusan atau sia-sia. Perlu diketahui bahwa baik itu jurusan IIS, MIA, bahasa, dan keagamaan tidak ada yang lebih baik satu sama lain. Yang menjadikannya lebih baik adalah ketika anak tepat berada di jurusan yang tepat dan unggul dalam jurusannya tersebut. Atau bisa juga anak tidak unggul, tetapi ia dapat menikmati proses belajarnya di sekolah. Orang tua sudah semestinya mengetahui kemampuan anaknya. Sebisa mungkin anak memilih jurusan memang berdasarkan keinginannya dan cocok bukan hanya sekedar mengikuti saran atau perintah dari orang tua. Jangan sampai ada pernyataan dari anak, “Saya mengambil jurusan ini karena disuruh orang tua”.

Perlu juga dipahami anak kelas X berada pada usia sekitar 14-15 tahun. Usia ini termasuk usia pubertas dan remaja awal yang berada pada tanggung jawab orang tua. Biasanya mereka belum mengetahui banyak tentang jurusan. Salah kaprah yang sering ada, mereka hanya mengetahui bahwa jurusan MIA adalah jurusan anak pintar dan favorit. Semenjak dari kelas X inilah harusnya anak sudah mulai mencari tahu jurusan yang akan diambilnya ketika kuliah. Itulah mengapa ketepatan jurusan sejak dini amat penting untuk menentukan langkah berikutnya di perkuliahan.

Bahan bacaan:

Penulis:
Pepi Nuroniah, mahasiswa pascasarjana Jurusan Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Malang.
Kontak: pepinuroniah(at)gmail(dot)com.

Back To Top