Sel Punca pada Usus Halus Kita

Pernahkah teman-teman mendengar istilah sel punca (stem cell) dalam dunia riset kedokteran? Sel punca adalah sel induk yang memiliki potensi tinggi untuk berkembang menjadi banyak jenis sel serta mempunyai kemampuan untuk menjadi sistem perbaikan dalam menggantikan sel-sel tubuh yang rusak. Sistem pencernaan sebagai salah satu sistem terpenting dalam tubuh kita pun memiliki sel punca.

Sistem gastrointestinal/pencernaan adalah salah satu sistem organ yang penting dalam membantu pencernaan, penyerapan, dan metabolisme makanan. Organ-organ dalam sistem ini dimulai dari rongga mulut, esofagus, lambung, usus halus, usus besar, hati, dan pankreas.

Nah, tahukah teman-teman bahwa salah satu organ pencernaan yaitu usus halus, kini tengah banyak diteliti untuk pengembangan teknologi sel punca? Untuk lebih jelasnya, yuk kita sama-sama buka wawasan dan simak artikel kali ini.

Struktur dasar usus halus

Usus halus merupakan organ berongga seperti tabung dan terbagi menjadi tiga bagian utama, yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Secara umum, fungsi usus adalah untuk membantu pencernaan dan penyerapan makanan yang dibantu oleh beberapa enzim yang dihasilkan oleh sel-sel lambung, usus, dan pankreas. Bahan makanan seperti karbohidrat akan dipecah menjadi monosakarida (gula sederhana) seperti glukosa, lemak akan dipecah menjadi asam lemak dan gliserol, protein akan dipecah menjadi asam-asam amino penyusunnya. Selain fungsinya untuk mencerna, usus ini juga mempunyai fungsi kekebalan tubuh yang dapat mencegah masuknya kuman penyakit ke seluruh tubuh.

Mari kita amati lebih jauh tentang struktur usus halus ini dibawah mikroskop. Kalau kita potong melintang sebuah usus dan kita iris-iris menjadi sedemikian tipis, akan kita jumpai struktur seperti cincin yang berlapis-lapis. Secara histologis (ilmu tentang jaringan tubuh), kita akan menjumpai tiga lapisan utama dari potongan melintang usus tersebut, berturut-turut kita sebut sebagai tunica adventitia, tunica muscularis, dan tunica mucosa (dan submucosa).

Seperti halnya jaringan tubuh pada umumnya, lapisan usus tesebut tersusun atas komponen sel dan jaringan penyokong. Tunica adventitia merupakan lapisan paling luar, yang terutama tersusun atas jaringan penyokong dan sel-sel jaringan penyokong seperti fibroblas, serta pembuluh darah kapiler. Tunica muscularis terutama tersusun atas otot polos yang melintang dan membujur. Fungsi otot polos ini membantu pergerakan usus dan pasasemakanan yang dicerna.

Sementara itu, Tunica mucosa merupakan lapisan paling dalam yang menghadap langsung lumen usus (rongga usus). Lapisan ini membentuk struktur unik yang kita sebut kripta Liberkuhn (crypt of Liberkuhn) dan tonjolan jonjot usus yang kita sebut villus (jamak: villi). Struktur ini memungkinkan proses penyerapan makanan yang efisien karena mampu membentuk permukaan usus yang jauh lebih luas daripada sekedar luas permukaan rongga usus. Pada permukaan kripta dan villi ini kita jumpai selapis sel yang berbentuk batang/kolumner (columnar) yang tersusun rapat sepanjang permukaan rongga usus ini. Sel-sel ini melekat pada struktur di bawahnya yang kita namakan lamina basalis.

Gambaran SEM, skema dan mikroskopis jaringan usus halus. Anak panah putih menunjukkan struktur kripta Liberkuhn, sedangkan anak panah merah mengindikasikan villus. Skema menunjukkan distribusi sel usus dan ISC pada kedua struktur utama tersebut (kripta dan villus). Sumber gambar: SEM dan skema diambil dari Barker (2014), sedangkan immunofluorescence usus merupakan koleksi pribadi penulis.
Gambaran SEM, skema dan mikroskopis jaringan usus halus. Anak panah putih menunjukkan struktur kripta Liberkuhn, sedangkan anak panah merah mengindikasikan villus. Skema menunjukkan distribusi sel usus dan ISC pada kedua struktur utama tersebut (kripta dan villus). Sumber gambar: SEM dan skema diambil dari Barker (2014), sedangkan immunofluorescence usus merupakan koleksi pribadi penulis.

Jika kita amati lebih seksama, ternyata lapisan sel kolumner pada usus ini tersusun atas berbagai sel dengan posisi dan fungsi tertentu. Pada area kripta Liberkuhn, kita dapat menjumpai beberapa macam sel. Di dasar kripta kita menjumpai sel yang disebut sebagai sel Paneth (Paneth cell) dan sel induk usus (intestinal stem cells). Selanjutnya, pada perbatasan antara kripta akan kita temukan sekelompok sel yang kita sebut sebagai transit amplifying cells (TA cells) yang merupakan sel yang sangat aktif membelah diri sebelum mengalami pematangan.

Pada daerah villi, kita jumpai berbagai macam sel yang sudah mengalami pematangan (maturasi), misalnya enterocytes (kita sebut sebagai sel penyerapan) yang berfungsi dalam membantu pencernaan dan penyerapan makanan, sel Goblet (Goblet cells) yang menghasilkan mucus (lendir) berfungsi melindungi permukaan usus dan membantu pergerakan makanan yang dicerna sepanjang usus. Jenis sel yang lain adalah sel enteroendokrin (enteroendocrine cells) yang menghasilkan berbagai macam hormon yang berguna dalam membantu pencernaan dan metabolisme.

Sel-sel usus memiliki masa hidup yang relatif cepat (sekitar seminggu). Oleh karena itu, sel usus menjadi salah satu jenis sel yang paling aktif membelah. Setelah mengalami pematangan, sel usus tidak mampu membelah diri. Diperlukan sekelompok sel yang berfungsi sebagai sel punca atau sel induk (stem cell) yang memiliki kemampuan memperbarui diri dan menghasilkan sel usus baru. Sel pada usus halus ini kita kenal sebagai intestinal stem cell (ISC).

ISC memiliki masa hidup yang lama, mampu membelah diri menjadi sel-sel usus dewasa sambil mempertahankan keindukannya. ISC berlokasi di dasar kripta Liberkuhn dan tersusun di antara sel Paneth. Saat membelah diri, sel ini dapat memproduksi semua jenis sel usus dan ISC itu sendiri. Sel-sel usus akan bermigrasi sepanjang kripta, mengalami pematangan dan diferensiasi (menjadi berbagai macam sel usus) dan pada akhirnya mencapai daerah villi sebelum mengalami kematian terprogram (apoptosis) di ujung villi setelah menjalankan fungsinya. Khusus sel Paneth, sel ini akan bergerak kearah dasar kripta Liberkuhn. Sel ini berfungsi sebagai penyokong kehidupan ISC dan menghasilkan berbagai senyawa antibakteri seperti lisozim.

ISC dan pengaturannya

Seperti yang telah disebutkan, ISC perlu dipertahankan hidup agar mampu memproduksi sel usus secara berkelanjutan. Setiap 24 jam, ISC ini akan membelah diri menghasilan sel-sel usus dan ISC itu sendiri.

Untuk mempertahankan kehidupan sel usus ini, diperlukan suatu lingkungan yang mendukung. Sel-sel seluruh tubuh kita berkomunikasi satu sama lain, saling mengirimkan sinyal kimiawi dan meresponnya. Begitu pun yang terjadi dengan ISC dan sel-sel di sekitarnya. Salah satu sistem sinyal terpenting yang mampu mempertahankan kehidupan ISC ini dinamakan sebagai Wnt signaling pathway (jalur sinyal Wnt). Wnt signaling merupakan sinyal yang dimainkan oleh sekelompok molekul, dengan molekul utamanya disebut sebagai Wnt molecules family.

Salah satu molekul dalam Wnt signaling ini adalah Wnt 3a, dihasilkan oleh sel Paneth yang terletak di antara ISC. Sel Paneth ini letaknya selalu berdekatan di antara ISC karena peran pentingnya dalam menyokong kehidupan ISC. Molekul lain yang penting dalam mempertahankan kehidupan ISC yang juga merupakan komponen Wnt signaling ini yaitu molekul yang kita namakan R-spondin family, misalnya R-spondin 1.

Seperti halnya Wnt 3a, R-spondin 1 merupakan molekul yang mudah larut. R-spondin akan menempel pada sebuah reseptor protein membran sel yang dinamakan sebagai Lgr5. Di dalam sistem gastrointestinal ini, hanya ISC yang mengekspresikan molekul Lgr5 sehingga molekul ini sekaligus dapat digunakan sebagai penanda spesifik untuk mengenali ISC. Sebenarnya yang disebut sebagai ISC ini tidak hanya sel dengan Lgr5 positif saja. Ada sekelompok kecil populasi sel di daerah tertentu di kripta Liberkuhn (biasanya sel dengan posisi +4 dari dasar kripta). Sel ini mengekspresikan molekul yang kita namakan sebagai Bmi1. Sel ini sering kita sebut quiescent ISC karena pembelahannya tidak seaktif sel yang mengekspresikan Lgr5.

Selain Wnt signaling pathways yang penting dalam mempertahankan kehidupan ISC, ada satu jalur sinyal penting lainnya yang berperan dalam mengatur diferensiasi ISC menjadi berbagai macam sel usus yang telah disebutkan. Jalur sinyal ini dinamakan Notch signaling pathway. Seperti halnya Wnt signaling, sinyal dari Notch ini melibatkan rangkaian komunikasi banyak molekul yang akhirnya mampu memberi perintah kepada sel untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel usus yang dewasa. Ada sinyal yang penting untuk diferensiasi sel enteroendokrin, sel Goblet, dan sel usus yang berfungsi menyerap makanan. Kerjasama Wnt dan Notch signaling inilah yang akan mengatur keseimbangan jumlah dan fungsi sel-sel pelapis mukosa usus termasuk bagaimana mempertahankan keberadaan ISC.

Intestinal Organoid dan peranannya

Pengetahuan mengenai ISC dan sinyal-sinyal yang penting dalam usus ini digunakan sebagai dasar pengembangan pembuatan intestinal organoid. Intestinal organoid adalah sebuah struktur mirip organ usus yang ditanam di cawan petri di laboratorium. Intestinal organoid yang pertama kali dikembangkan oleh tim dari Hubrecht Institute (Universitas Utrecht, Belanda) merupakan salah satu organoid yang pertama kali dibuat, sebelum munculnya berbagai kultur organoid untuk jaringan lain (otak, retina, dll).

(a) Foto kultur intestinal organoid mencit hari ke-70, (b) contoh gambaran organoid dibawah mikroskop, dan (c) skema umum intestinal organoid. Sumber gambar: Gambar a dan b merupakan koleksi pribadi penulis. Gambar c diambil dari Sato dkk (2009).
(a) Foto kultur intestinal organoid mencit hari ke-70, (b) contoh gambaran organoid dibawah mikroskop, dan (c) skema umum intestinal organoid. Sumber gambar: Gambar a dan b merupakan koleksi pribadi penulis. Gambar c diambil dari Sato dkk (2009).

Pengembangan organoid, termasuk intestinal organoid, ini penting artinya bagi bidang biologi, bioteknologi, teknologi farmasi, dan kedokteran. Dalam bidang biologi dan bioteknologi misalnya, pengembangan intestinal organoid dapat digunakan dalam studi-studi biologi usus, misalnya mengenai regulasi dan perkembangan ISC, fungsi usus dalam kekebalan tubuh, dan rekayasa genetika.

Bidang teknologi farmasi dan kedokteran dapat memanfaatkan metode organoid ini, misalnya untuk pengembangan obat-obatan baru yang melibatkan sistem gastrointestinal, bahkan berpotensi dalam desain obat-obatan untuk diabetes melitus. Contohnya adalah hormon yang bernama GLP-1 dan GIP dari sistem gastrointestinal yang berperan penting dalam mengatur fungsi kerja hormon pankreas. Riset terbaru juga mengindikasikan bahwa ISC dapat berdiferensiasi menjadi sel yang mampu menghasilkan insulin, hormon yang penting dalam mengatur kadar gula darah. Selain itu, berbagai molekul yang disebut small molecule dapat diujicobakan menggunakan intestinal organoid. Sistem organoid ini dapat digunakan untuk skrining ribuan small molecules yang berpotensi sebagai kandidat obat-obatan baru misalnya obat-obatan antidiare, antidiabetes, antikanker, dan antiradang usus.

Ilmu kedokteran mengambil keuntungan dari pengembangan organoid ini. Melalui riset organoid, dapat dikembangkan diagnosis berbagai patologi usus (seperti infeksi, diare, kanker usus, Chron`s disease, dan Hirschprung`s disesase, studi penyakit genetik yang melibatkan usus (misal cystic fibrosis), dan di masa depan dalam pembuatan organ usus buatan untuk mengganti usus yang mengalami kerusakan akibat kanker dan prosedur operasi.

Teknologi iPS cell dan riset intestinal

Pada tahun 2006, tim dari Universitas Kyoto yang beranggotakan Kazutoshi Takahashi dan Shinya Yamanaka berhasil membuat satu jenis sel yang sifatnya mirip sel embrional (embryonic stem cells, ES cells) dari mencit yang sekarang kita sebut sebagai induced pluripotent stem cells (iPS cell). Sel ini dibuat hanya dengan menanam fibroblas dan/atau sel kulit (pada riset berikutnya bisa dari berbagai macam sel) serta menggunakan empat faktor induksi yang sekarang kita kenal sebagai Yamanaka`s factor.

Manfaat pengembangan human iPS cell terletak pada aspek: (1) human iPS cell bersifat pluripoten (sel-sel dapat berdiferensiasi menjadi semua jenis sel dalam tubuh)dan dapat diperbanyak di laboratorium, (2) aspek etika dan hukum yang membatasi penggunaan sel yang berasal dari embrio (calon kehidupan) dapat diatasi, (3) sumber sel yang bisa dibuat iPS cell bisa dari berbagai macam sumber, bahkan bisa dari fibroblas yang diambil dari kulit sekalipun sehingga prosedur pengambilan jaringannya sangat mudah, dan (4) secara teoretis, sel berasal dari diri sendiri sehingga lebih mudah ditransplantasikan karena reaksi penolakan jaringan yang biasa dijumpai pada transplantasi alogenik (dari sumber sel/jaringan orang lain) dapat diminimalkan.

Dalam bidang intestinal, teknologi iPS cell bisa diterapkan untuk pembuatan intestinal organoid dengan cara menginduksi iPS cell menjadi bakal usus (intestinal progenitor) lalu dimatangkan menjadi sel usus yang mengandung ISC dalam kondisi kultur tertentu. Kombinasi kedua teknologi ini (organoid dan iPS cell) diharapkan mampu membuka peluang dalam pengembangan obat-obatan baru, strategi terapi baru, dan pembuatan organ-organ artifisial yang akan bermanfaat dalam memperbaiki fungsi organ tubuh yang rusak.

Bahan bacaan:

  • Takahashi K., Yamanaka S., (2006). Induction of pluripotent stem cells from mouse embryonic and adult fibroblast cultures by defined factors. Cell 126, 663-676.
  • Takahashi K., et al. (2007). Induction of pluripotent stem cells from adult human fibroblat by defined factors. Cell 131, 861-872.
  • Sato, T., Vries, R.G., et al. (2009). Single Lgr stem cell build crypt-villus structures in vitro without a mesenchymal niche. Nature 459, 262-265.
  • Barker N. (2014). Adult intestinal stem cell: critical drivers of epithelial homeostasis and regeneration. Nat. Rev. Mol. Cell. Biol. 15, 19-33
  • Chen Y.J., et al. (2014). De novo formation of insulin-producing “neo-beta cell islets” from intestinal crypts. Cell Reports 6, 1-13.

Penulis:
Beni Sulistiono, Department of Clinical Application, Center for iPS Cell Research and Application (CiRA), Kyoto University, Jepang. Kontak: benisulistionomd(at)yahoo(dot)com

Back To Top