“Iki Semprit, jajanan lawas. Mbatu yo duwe jajanan lawas aranane Ladu asale ‘langgeng seduluran’. Nggawene soro, tapi mangane cepet,” kata bapak dalam obrolan tentang kue khas lebaran di malam menjelang hari raya. Terjemahnya: “Ini Semprit, jajanan kuno. Kota Batu juga punya jajanan kuno, disebut Ladu, asalnya dari ‘Langgeng Saduluran’. Membuatnya susah payah, makannya cepat.”
Ladu, jajanan apakah itu? Ladu adalah salah satu jajanan khas dari kota Batu, Jawa Timur, yang dibuat dari bahan campuran ketan dan gula. Jajanan berwarna putih kecoklatan ini memiliki rupa mirip bantal, kopong di bagian dalamnya. Begitu Ladu masuk mulut, tekstur yang lembut akan segera membelai lidah, mengeluarkan kombinasi rasa manis dan gurih yang ringan. Nyam…
Di daerah asalnya, Gunungsari, Bumiaji, Kota Batu, Ladu dibuat pada saat menjelang Idul Fitri. Ladu dinamakan langgeng seduluran karena dahulu Ladu menjadi salah satu hidangan wajib ketika silaturahmi di hari Idulfitri. Di masa kecil dulu, penulis memang sering menemukan jajanan ini di antara deretan kue suguhan lebaran. Tapi akhir-akhir ini, rasa-rasanya Ladu sudah tergeser dengan banyaknya jenis snack dan jajanan ringan zaman now. Bahkan, penulis hanya bisa menemui Ladu sebagai suguhan di daerah yang jauh lebih ndeso.
Ya, Ladu menjadi salah satu jajanan tempo dulu yang mulai langka, seiring dengan semakin berkurangnya pembuat Ladu. Bisa jadi, salah satu faktornya adalah proses pembuatan Ladu yang lama, masih manual, dan membutuhkan energi serta ketelitian tinggi. Selain itu, harga bahan baku yang semakin tinggi juga menjadi alasan langkanya pembuat kue Ladu.
Ladu dibuat dari beras ketan murni, tanpa campuran beras biasa. Proses pembuatannya dimulai dengan pengolahan beras ketan. Pertama, beras ketan pilihan direndam selama 24 jam sebelum digiling menjadi tepung. Kedua, tepung beras ketan kemudian ditumbuk secara manual menggunakan alu hingga kalis. Ssst... konon katanya Ladu yang dibuat dengan mesin penumbuk juga tidak akan berhasil, loh! Omong-omong, proses pembuatan Ladu ini sekilas mirip dengan pembuatan kue Mochi Jepang dengan cara tradisional.
Sambil ditumbuk, adonan Ladu diberi tambahan gula dengan takaran tertentu. Menurut pembuat Ladu di Gunungsari, jenis beras dan takaran gula juga menjadi faktor penentu utama berhasil atau tidaknya pembuatan Ladu. Wow, sampai sedetail itu, ya! Keberhasilan membuat Ladu dapat dilihat ketika menumbuk adonan. Adonan liat dan tidak mudah putus adalah indikator berhasilnya pembuatan Ladu. Sebaliknya, jika adonan mudah putus, bisa jadi si pembuat harus bersiap-siap kecewa jika Ladu buatannya tidak mengembang sebagaimana seharusnya.
Adonan Ladu yang sudah kalis kemudian dipipihkan dengan penggilas kayu, lalu dijemur di bawah terik matahari selama sehari. Waktu penjemuran pun tidak boleh melebihi satu hari. Adonan yang sudah kering dipotong dengan ukuran 1×1 cm, kemudian dipanggang dalam oven selama 10-15 menit. Kue Ladu yang sudah matang akan mengembang. Ketika Ladu menjadi dingin, Ladu harus sesegera mungkin disimpan dalam wadah kedap udara untuk menjaga kerenyahannya. Jika tersimpan dengan baik, Ladu bisa dikonsumsi hingga enam bulan setelah masa pembuatan.
Bagi teman-teman yang penasaran dengan kue Ladu khas kota Batu, bisa menyempatkan diri untuk mengunjungi Kampung Ladu di Gunungsari, Bumiaji. Teman-teman bisa menemui para pembuat Ladu yang tinggal hanya beberapa orang saja dan belajar dari mereka. Semoga dengan mengenal jajanan khas daerah-daerah di Indonesia kita jadi makin semangat melestarikannya, ya. Siapa tahu, bisa jadi peluang bisnis yang menjanjikan. :)
Nah, itu sekilas cerita tentang Ladu dari kota asal penulis. Bagaimana dengan jajanan tempo dulu dari daerah asal teman-teman?
Bahan bacaan:
- http://travel.id/si-ladu-putih-manis-di-kota-batu/
- http://travel.radarmalang.id/ladu-jajan-asli-gunungsari-kota-batu-yang-melintasi-zaman/
- https://foto.tempo.co/read/31680/ladu-jajanan-khas-lebaran-dari-kota-batu
Penulis:
Annisa Firdaus Winta Damarsya, redaktur Majalah 1000guru.
Kontak: annisafirdauswd(at)yahoo.co.id