Saat ini teman-teman mungkin sering mendengar istilah makanan organik. Sebetulnya apa makanan organik itu dan apa yang membedakannya dari makanan konvensional? Apakah makanan organik lebih sehat dan lebih bergizi dibandingkan dengan makanan konvensional? Mari kita bahas sekilas dalam artikel ini.
Label organik berhubungan dengan proses bagaimana produk pertanian ditanam dan diolah, termasuk di dalamnya buah-buahan, sayuran, padi-padian, produk turunan susu, dan daging. Pertanian organik bertujuan untuk menghemat pemakaian air dan mengurangi polusi. Namun, kritik menyatakan bahwa pertanian organik belum tentu menghemat air karena produksi panen pertanian organik biasanya lebih rendah dibandingkan panen hasil pertanian konvensional per luas tanah.
Oleh karena itu, untuk mengimbangi hasil panen pertanian konvensional, pertanian organik membutuhkan tanah yang lebih luas dan air yang lebih banyak. Alternatif lain adalah menggunakan tumbuhan hasil pemuliaan tanaman dengan hasil yang lebih tinggi dibanding tumbuhan pangan biasa.
Apakah label “organik” dan “natural” itu sama?
Tidak. Dua label tersebut adalah dua hal yang berbeda. Label organik diatur oleh banyak badan di dunia yang memiliki standar tersendiri. Misalnya, label “USDA organic” (Departemen Pertanian Amerika Serikat) hanya dapat disematkan pada kemasan makanan apabila sekurang-kurangnya 95% bahan yang digunakan berasal dari bahan pertanian organik. Masalahnya, banyak lembaga lain yang dapat memberikan label organik, mulai dari badan dengan reputasi baik sebagaimana USDA, sampai dengan organisasi yang kredibilitasnya tidak dapat dipastikan. Bahkan, lebih buruk lagi, label organik disematkan tanpa ada audit sama sekali.
Lantas, bagaimana dengan label “natural” dan semacamnya? Label tersebut bisa disematkan pada produk tanpa pengawasan. Oleh karena itu, konsumen yang ingin mengonsumsi produk organik harus jeli sebelum membeli.
Makanan organik: Apakah lebih bergizi?
Jawaban paling singkatnya adalah tidak. Anda bisa saja mendapat jawaban sebaliknya dari situs-situs pengusung pertanian organik. Namun, mereka tidak bebas dari conflict-of-interest sehingga selayaknya tidak dijadikan referensi utama. Makanan organik memang mengandung 30% lebih sedikit residu pestisida dibandingkan makanan konvensional. Ayam dan daging organik juga mengandung lebih sedikit bakteri yang resistan terhadap antibiotik. Namun, baik daging organik ataupun konvensional, keduanya masih mungkin mengandung bakteri yang menyebabkan keracunan makanan.
Penelitian dalam hal kandungan nutrien menunjukkan bahwa ada sedikit perbedaan pada kandungan fosfor di banyak makanan organik dan sedikit lebih banyak asam lemak omega-3 pada susu dan ayam organik. Hanya saja, secara keseluruhan tidak ada perbedaan yang berarti.
Haruskah membeli produk organik?
Keputusan ini akan berbeda untuk tiap keluarga. Apabila Anda membeli makanan organik dengan anggapan mereka lebih bergizi, sebaiknya Anda berpikir ulang. Namun, apabila Anda khawatir dengan residu pestisida dan memiliki uang berlebih, silakan membeli makanan organik.
Bagi konsumen yang tidak memiliki anggaran besar, mencuci sayur dan buah dengan air dan sedikit detergen lembut, ataupun mengupas bahan makanan sebelum konsumsi kurang lebih sama baiknya dengan makanan organik. Harga adalah faktor penting dalam menentukan aktivitas konsumtif. Oleh karena itu, penulis beranggapan bahwa lebih baik membeli lebih banyak ragam produk konvensional, sayuran, buah dan daging, ketimbang membeli produk organik dengan anggaran yang sama hanya mendapat lebih sedikit macam makanan.
Bahan bacaan:
- http://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/nutrition-and-healthy-eating/in-depth/organic-food/art-20043880?pg=2
- http://www.health.harvard.edu/blog/organic-food-no-more-nutritious-than-conventionally-grown-food-201209055264
- http://www.forbes.com/sites/kavinsenapathy/2016/06/15/the-latest-reason-why-the-organic-industry-should-disgust-and-offend-you/
Penulis:
Ajeng K. Pramono, mahasiswa S3 Jurusan Biologi, Tokyo Institute of Technology, Jepang.