Teman-teman mungkin pernah menggunakan kamera polaroid? Kamera polaroid sejatinya berumur lebih tua jika dibandingkan dengan kamera digital atau kamera smartphone saat ini. Namun, tipe kamera polaroid masih banyak digandrungi oleh kaum muda karena kamera yang dapat mencetak foto secara instan ini memberikan inovasi yang lebih kreatif bagi fotografer-fotografer muda. Saat ini kamera polaroid yang diproduksi memiliki beberapa model yang unik, lebih berwarna, dan simple sehingga membuat para fotografer muda ini dapat berinovasi secara aktif dan ceria ketika menggunakan polaroid.
Edwin Herbert Land (1909 – 1991) adalah orang di balik teknologi kamera polaroid. Beliau berhasil mengaplikasikan penemuan lapisan kristal yang mampu memblokir gelombang cahaya yang melewatinya dan melapisinya pada kacamata sehingga lensa kacamata ini mampu menyerap cahaya dan pemakainya terhindar dari kerusakan akibat sinar UV. Lensa kacamata ini kemudian disebut dengan suspended particle device (SPD) karena memiliki lapisan kristal tadi.
Perkembangan teknologi SPD ternyata tidak hanya terbatas pada lensa kacamata, lho. Saat ini jendela-jendela dan kaca pada bangunan rumah dan gedung pun mulai dilapisi lapisan kristal tersebut agar menghalangi cahaya tertentu ke dalam rumah. Jendela-jendela tersebut mampu mengendalikan jumlah cahaya yang melewatinya karena tersusun dari beberapa lapisan yang dapat membungkus partikel-partikel penghambat cahaya tadi. Agar dapat bergerak lebih leluasa, partikel-partikel ini dilarutkan dalam fluida sehingga membentuk suspensi atau lapisan film tipis. Lapisan ini kemudian dibungkus oleh material transparan seperti kaca atau plastik yang bersifat konduktor.
Pada saat ada aliran listrik yang mengalir melalui bahan konduktor, partikel-partikel pada lapisan ini membentuk garis lurus sedemikian rupa sehingga gelombang cahaya dapat melewati kaca/plastik tadi. Ketika medan listriknya dikurangi, partikel-partikel ini mulai membentuk pola yang tidak beraturan sehingga menyebabkan celah yang yang bisa dilewati cahaya semakin kecil dan jendela terlihat semakin gelap. Ketika aliran listrik dihentikan, jendela akan terlihat hitam dan gelap karena tidak ada lagi celah yang dapat dilewati cahaya.
Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa medan listrik berperan penting dalam penggunaan jendela ini. Untuk membuat jendela ini menjadi ‘jendela pintar’, jumlah arus listrik yang mengalir sistem SPD biasanya dilengkapi dengan alat kendali otomatis. Alat kendali otomatis ini menggunakan sel-sel yang sangat sensitif terhadap rangsangan cahaya (photocell) sehingga celah pada jendela pintar otomatis berubah menyesuaikan dengan perubahan intensitas cahaya. Teknologi SPD ini sudah banyak diaplikasikan pada berbagai produk yang kita gunakan sehari-hari seperti, kacamata dan atap kaca rumah.
Perkembangan terknologi SPD semakin menjanjikan dengan ditemukannya teknologi kristal cair (liquid crystal display, LCD). Teknologi ini sudah banyak digunakan pada benda-benda di sekeliling kita seperti, layar kalkulator, stopwatch, timer display, jam tangan digital, televisi, hingga monitor komputer. Teknologi LCD memanfaatkan teknologi listrik untuk mengubah bentuk kristal cairnya sehingga membentuk tampilan angka dan huruf pada layar.
Teknologi LCD diaplikasikan pula pada kaca jendela. Perbedaannya, kristal cair yang digunakan untuk kaca jendela ini didispersikan dalam bahan polimer sehingga teknologinya disebut dengan polymer dispersed liquid crystal (PDLC). Saat material kristal cair ini dialirkan listrik, molekul-molekulnya langsung berbaris membentuk susunan paralel sehingga membentuk celah yang dapat dilewati cahaya (sama halnya dengan teknologi SPD). Pada kondisi ini jendela terlihat transparan. Ketika tidak ada medan listrik yang mengalir, molekul-molekul kristal cair ini kembali pada bentuknya semula (acak) yang mana cahaya tidak dapat melewatinya.
Kelemahan utama pada teknologi SPD dan PDLC ini ialah kedua teknologi ini memerlukan aliran listrik secara konstan untuk mempertahankan kondisi kaca yang transparan. Jika aliran listrik dihentikan, kaca jendela akan berubah menjadi gelap seketika. Hal ini menyebabkan penggunaan energy yang tidak efisien. Di sinilah alternatif lain perlu dikembangkan, misalnya dengan teknologi elektrokromik (electrochromic window) yang merupakan kebalikan dari teknologi yang diterapkan pada sistem SPD dan PDLC. Pada jendela elektrokromik, aliran listrik justru membuat jendela menjadi gelap sehingga aliran listrik yang digunakan hanya memerlukan beda potensial yang rendah (low voltage).
Sama halnya dengan teknologi SPD dan PDLC, lapisan terluar elektrokromik ialah lapisan kaca yang berfungsi untuk melindungi lapisan-lapisan di bawahnya. Lapisan kedua merupakan lapisan oksida transparan yang bersifat konduktor. Lapisan ketiga merupakan lapisan bahan elektrokromik seperti WO3. Lapisan keempat merupakan lapisan elektrolit dan lapisan berikutnya merupakan tempat berkumpulnya ion-ion yang dihasilkan. Lapisan-lapisan ini kemjudian ditutup oleh lapisan oksida dan lapisan kaca yang sama dengan lapisan kedua dan pertama tadi. Secara keseluruhan, 7 lapisan ini dapat melewatkan gelombang cahaya tampak tanpa adanya aliran listrik.
Ketika terdapat beda potensial yang rendah antara kedua lapisan oksida yang membungkus tiga lapisan di dalamnya akan menyebabkan transfer ion yang bermuatan positif menuju lapisan elektrokromik. Ion positif tersebut dapat merupakan atom hidrogen atau litium. Adanya ion positif pada lapisan elektrokromik menyebabkan perubahan karakteristik optis dan sifat termal bahan sehingga dapat menyerap cahaya tampak. Karena gelombang cahayanya diserap, kaca jendela berubah menjadi gelap (opaque). Saat aliran listrik ini dihentikan, ion-ion positif pada lapisan elektrokromik kembali menuju lapisan elektrolit (tempat penyimpan ion semula). Karena lapisan elektrokromik tidak lagi mengandung ion, sifat optisnya kembali menjadi seperti semula dan kaca terlihat transparan.
Selain kegunaan yang telah disebutkan, manfaat tambahan dari jendela pintar adalah untuk mengatur kondisi suhu ruangan dengan mengubah sifat termal lapisan elektrokromiknya. Dengan demikian, kita dapat meningkatkan efisiensi energi dengan mengurangi penggunaan pendingin ruangan (AC).
Bahan bacaan:
Penulis:
Fran Kurnia, mahasiswa S3 di University of New South Wales (UNSW), Sydney, Australia.
Kontak: fran.kurnia(at)yahoo(dot)com.