Gambut, Kekayaan Indonesia

Tahukah teman-teman apa yang dimaksud dengan tanah gambut? Di antara kita pasti sudah ada yang pernah mendengar istilah tersebut. Tanah gambut merupakan tanah yang sedikit berbeda dan spesial dibandingkan tanah pada umumnya. Untuk lebih jelasnya, mari kita sama-sama kenali keistimewaan tanah gambut tersebut.

Karakteristik gambut

Gambut merupakan tanah yang terbentuk pada kondisi jenuh air dan anaerob (tanpa oksigen) sehingga menyebabkan proses perombakan bahan organik berjalan sangat lambat. Kemudian, terjadilah akumulasi bahan organik atau sisa-sisa tumbuhan yang membusuk dan membentuk tanah gambut.  Melalui studi oleh Budianta tahun 2003, luas lahan gambut Indonesia menempati urutan ke-4 dari luas gambut dunia setelah Kanada, Uni Soviet, dan Amerika Serikat, dengan luas area 26 juta hektar yang tersebar di Pulau Sumatera (Riau, Jambi dan Sumatera Selatan), Kalimantan (Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan), dan Jawa.

Secara umum, tingkat keasaman (pH) tanah gambut berkisar antara 3-5. Semakin tebal bahan organik, keasaman gambut semakin meningkat. Gambut pantai memiliki keasaman lebih rendah dari gambut pedalaman.

Gambar sebelah kiri menunjukkan  gambut yang belum diolah. Gambar kanan merupakan kondisi lahan gambut yang sudah diolah dan dibudidayakan. Sumber gambar: Budianta, 2003 dan dokumentasi pribadi penulis (Mulyani dkk, 2011)
Gambar sebelah kiri menunjukkan gambut yang sudah diolah. Gambar kanan merupakan kondisi lahan gambut yang belum diolah dan dibudidayakan. Sumber gambar: Budianta, 2003 dan dokumentasi pribadi penulis (Mulyani dkk, 2011).

Ekosistem Gambut

Ekosistem gambut merupakan ekosistem yang khas. Kawasan ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan ekosistem lain, baik secara fisik maupun kimianya. Hal ini memungkinkan ekosistem gambut dihuni jenis flora, fauna, dan mikroba yang unik, dan tidak ditemukan di ekosistem lain. Selain itu, ekosistem gambut berguna sebagai penyangga keseimbangan air dan cadangan karbonnya sangat penting bagi lingkungan hidup. Oleh karena itu, ekosistem ini harus dilindungi agar fungsinya dapat dipertahankan sampai generasi mendatang.

Flora dan Fauna

Gambut di Indonesia sebagian besar merupakan gambut rawa lebat dan baru sedikit yang dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Selain itu, terdapat pula gambut tipis yang tersebar di daerah yang terletak di tepi aliran sungai.

Lahan gambut juga merupakan sumber plasma nutfah. Plasma nutfah adalah substansi pembawa sifat keturunan pada tumbuhan, hewan, maupun mikroorganisme. Sumber plasma nutfah flora yang terdapat di lahan rawa gambut merupakan plasma nutfah alami yang hidup di areal hutan. Terjadinya kerusakan ekosistem akibat eksploitasi hutan yang berlebihan (illegal logging), kebakaran hutan, serta penggunaan lahan secara tidak cermat menyebabkan beberapa plasma nutfah menjadi rawan, langka, bahkan sampai punah.

Sebagai contoh, beberapa jenis padi lokal dapat dimanfaatkan sebagai sumber genetik untuk varietas padi yang toleran pada tanah asam dan lahan pasang surut.  Contoh lainnya, dari studi oleh Balittra pada tahun 2001, beberapa jenis tanaman palawija terbukti mampu beradaptasi dengan kondisi lahan pasang surut seperti jagung lokal, kacang tunggak, ubi jalar, dan uwi atau ubi alabio.

Buah-buahan lokal berkualitas juga banyak dijumpai dan dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar lahan rawa gambut, antara lain: durian, manggis liar, srikaya, hingga mangga. Kualitas buah-buahan tersebut pun lebih unggul, di antaranya dengan cita rasa  yang enak dan ukuran buah lebih besar.

Buah-buah eksotis lainnya yang termasuk buah langka yang perlu dilestarikan dan digali potensinya antara lain seperti: buah kapul, lahong, balangkasuwa, ginayun, mentega, pitanak, mundar, gitaan, kalangkala, dan kopuan. Penulis pernah melakukan komunikasi pribadi dengan ibu Madeleine Toewak, seorang pembuat obat tradisional, pada tahun 2011, bahwa banyak buah yang dapat diusahakan sebagai obat tradisional, seperti tanaman pasak bumi, akar kuning, sintuk madu, karamunting, masisin, tapapilak, dan suli.

Jenis flora lainnya yang bernilai ekonomis cukup tinggi dan digemari masyarakat luas seperti anggrek juga banyak ditemui di hutan rawa gambut.  Anggrek dalam hutan rawa Kalimantan Tengah seperti anggrek hitam merupakan jenis anggrek spesifik dan langka sehingga banyak diburu para pehobi anggrek.

Jenis flora eksotik dan langka pada ekosistem gambut.  Atas kiri dan kanan: anggrek dan lahong. Bawah kiri dan kanan: balangkasuwa dan kalangkala.  Sumber gambar: Balittra dan dokumentasi Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.
Jenis flora eksotik dan langka pada ekosistem gambut.
Atas kiri dan kanan: anggrek dan lahong. Bawah kiri dan kanan: balangkasuwa dan kalangkala.
Sumber gambar: Balittra dan dokumentasi Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.

Terdapat setidaknya 122 jenis tumbuhan rawa yang diketahui dapat berpotensi sebagai berpotensi pestisida nabati. Pestisida merupakan bahan yang dapat mengendalikan, menolak, dan membasmi organisme pengganggu.

Selain itu, banyak sekali tanaman khas yang terdapat di hutan gambut, di antaranya adalah kayu ramin  (Gonystylus bancanus), kapur naga (Callophilium soulatri), rambutan hutan (Nephelium sp.), anggrek, meranti rawa (Shorea pauciflora), rengas (Melanorrhaoea walichii), palem merah (Cyrtoctachys lakka), kantong semar (Nephentes mirabilis), bakung (Hanguana malayana), Utricularia spp, jelutung (Dyera costulata), jelutung rawa (Dyera lowii), gemor (Alseodaphne umbeliflora), dan masih banyak lagi. Banyak dari jenis pohon tersebut semakin langka karena eksploitasi berlebihan yang tidak tepat.

Flora dan fauna dominan pada ekosistem hutan gambut. Dari kiri ke kanan: pohon ramin, pohon jelutung, dan orang utan.  Sumber gambar: forestryinformation.wordpress.com dan id.wikipedia.org.
Flora dan fauna dominan pada ekosistem hutan gambut. Dari kiri ke kanan: pohon ramin, pohon jelutung, dan orang utan. Sumber gambar: forestryinformation.wordpress.com dan id.wikipedia.org.

Jamur, bakteri, dan actinomycetes

Tak hanya flora, di hutan gambut terdapat berbagai macam fauna. Fauna yang terdapat di hutan gambut pada kawasan pepohonan di antaranya ialah lutung, siamang, kera ekor panjang, orang utan, dan bekantan; kawasan daratan (teresterial) ialah rusa, harimau, kancil, dan lain-lain; kawasan air ialah kura-kura/labi-labi, buaya, ikan arwana, ikan gabus, patin kuning, patin, lais, jelawat, dan lain-lain, berbagai burung migran dan jenis setempat dapat dijumpai pula di pepohonan untuk mencari makan dan bersarang.

Dari kurang lebih 1,5 juta jenis jamur di dunia, sekitar 200.000 jenis di antaranya terdapat di Indonesia. Jamur-jamur kelompok Basidiomycota banyak ditemukan di hutan rawa gambut, terdiri dari jamur yang tumbuh di kayu, jerami, tanah, akar tumbuhan, serangga, dan di kotoran hewan. Beberapa jenis jamur tersebut seperti Lentinula edodes, Ganoderma lucidum, G. applanatum dan Lentinus dilaporkan dapat menghasilkan senyawa antimikroba yang bersifat sebagai antibakteri, antifungal, maupun antivirus.

Selain jamur, terdapat pula mikroba yang berperan dalam degradasi bahan organik di lahan gambut yaitu actinomycetes yang mampu menghasilkan senyawa antibiotik. Beberapa genus actinomycetes adalah Nocardia, Streptomyces dan Microsomonas. Dari ketiga genus tersebut yang terkenal adalah Streptomyces karena kemampuannya menghasilkan antibiotik Streptomycin.

Gambar atas: Bakteri actinomycetes yang diisolasi dari tanah gambut.  (Sumber gambar: Supriati et al., 2011.) Gambar bawah: Jenis-jenis jamur yang berada di ekosistem gambut. Kiri: Stereum Sp., dan kanan: Trametes sp 1 (Sumber gambar: dokumentasi pribadi penulis (Mulyani dkk, 2009))
Gambar atas: Bakteri actinomycetes yang diisolasi dari tanah gambut.
Sumber gambar: Supriati et al., 2011.
Gambar bawah: Jenis-jenis jamur yang berada di ekosistem gambut. Kiri: Stereum Sp., dan kanan: Trametes sp 1
Sumber gambar: dokumentasi pribadi penulis (Mulyani dkk, 2009).

Nah, sekarang kita sudah kenal lebih dekat dengan tanah gambut. Lahan gambut dapat dimanfaatkan untuk berbagai upaya kesejahteraan manusia, yaitu sebagai lahan pertanian, perkebunan, dan sumber energi. Selain itu, gambut mempunyai fungsi menjaga perubahan iklim dan air di dunia. Namun, terjadinya kebakaran ekosistem gambut secara besar-besaran dapat menyebabkan punahnya plasma nutfah flora, fauna, dan mikroorganisme yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu, pemakaian lahan gambut harus dilakukan secara cermat dan tepat agar lahan gambut tetap lestari.

Bahan bacaan:

  • S. Asikin dan M. Thamrin. 2002. Bahan tumbuhan sebagai pengendali hama ramah lingkungan. Makalah Seminar Nasional Lahan Kering dan Lahan Rawa, 18-19 Desember 2002. BPTP Kalimantan Selatan dan Balai Penelitian pertanian Lahan Rawa. Banjarbaru.
  • R. Atmawijaja. 1988. Pengelolaan lahan gambut di Indonesia dari gatra konservasi dan lingkungan. Kongres gambut I. Himpunan Gambut, Indonesia dan Seminar Gambut I, 9-10 September 1988 di Yogyakarta.
  • Balittra. 2001. Eksplorasi, karakterisasi, dan konservasi sumberdaya genetik aneka tanaman lahan rawa. Laporan Hasil Penelitian T.A. 2000/2001. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, Banjarbaru.
  • R. B. Mulyani, A.A. Djaya, dan P. E. Putir. 2009. Keanekaragaman Jenis Jamur Basidiomycota dari wilayah DAS Kahayan KalimantanTengah. Laporan  Hibah Fundamental Dikti Tahun I. Lembaga Penelitian Universitas Palangkaraya.
  • M. A. Rifai. 1999. Khasanah keanekaragaman jamur nusantara dalam prangko Indonesia. J. Hayati 6: 74-76.
  • L. Supriati, I. R. Sastrahidayat, dan A. L. Abadi. 2005.  Potensi Antagonis Indigenus Lahan Gambut dalam Mengendalikan Penyakit Rebah Semai (Sclerotium rolfsii Sacc.) pada Tanaman Kedelai. J. Habitat XVI(4): 292 – 307.  Faperta Universitas Brawijaya Malang.
  • Sustiyah dan R.B. Mulyani. 2003. Pengujian Jamur Trichoderma spp. dari Tanah Gambut Pedalaman Sebagai Antagonis Terhadap Fusarium oxysporum. Lembaga Penelitian Universitas Palangkaraya.

Penulis:
Rahmawati Budi Mulyani, dosen Fakultas Pertanian Universitas Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Kontak: rahmawati.mulyani(at)yahoo(dot)com..

Back To Top