Terapi ideal suatu kanker adalah penghancuran sel-sel kanker tanpa merusak jaringan normal di sekitarnya. Sebagian besar sel kanker seharusnya hancur melalui terapi dan bantuan sistem kekebalan tubuh. Jika tidak, potensi tumor terbentuk kembali dengan sendirinya menjadi sangat besar. Meskipun perlakuan terapi standar yang ada saat ini seperti operasi, terapi radiasi, dan kemoterapi telah berhasil mengobati berbagai macam kanker, masih ada banyak kegagalan teknik-teknik tersebut. Saat ini, terapi kanker yang lebih menjanjikan dan terus dikembangkan para ilmuwan adalah metode BNCT (Boron Neutron Capture Therapy).
BNCT merupakan kombinasi metode kemoterapi dan radioterapi untuk menghancurkan sel-sel kanker ganas. Boron (bukan logam) adalah golongan unsur utama ke-3 dalam sistem periodik yang memiliki dua isotop yang stabil secara alami yaitu 11B dan 10B. Keberadaan keduanya di alam cukup melimpah, yaitu sekitar 19,8 %, sehingga sangat layak digunakan dalam proses penangkapan neutron.
Dalam BNCT, senyawa yang mengandung 10B akan terkonsentrasi di dalam sisi sel tumor. Sel tumor ini diradiasi menggunakan neutron. Neutron selanjutnya berinteraksi dengan 10B di dalam sel kanker untuk menghasilkan 2He4 yang berenergi sangat besar dan melepaskan inti 3Li7 dengan radiasi gamma dan energi kinetik sebesar 2,4 MeV. Persamaan reaksinya sebagai berikut:
5B10 + 0n1 \rightarrow [5B11] \rightarrow 2He4 + 3Li7 + 2,4 MeV + radiasi gamma
Partikel 3Li7 and 2He4 berukuran sangat kecil (sekitar satu diameter sel) dan menyebabkan kerusakan yang sangat signifikan terhadap sel yang mengandungnya. Dengan cara ini penghancuran sel kanker dapat dilakukan tanpa menyerang jaringan sel sehat lainnya. Targetnya hanyalah sel kanker yang telah diinjeksi dengan senyawa boron. Perlu diketahui bahwa pada dasarnya atom boron dan neutron itu sendiri tidaklah beracun, tetapi dengan kombinasi senyawa-senyawa lainnya mereka bisa berbahaya. Oleh karena, itu beberapa penelitian dikembangkan untuk mengombinasikan boron dengan senyawa yang tidak beracun dan bisa diterima tubuh dengan ramah, misal boron dikombinasikan dengan beberapa jenis asam amino ataupun gula (glukosa dan turunannya).
Senyawa terboronasi sebagai agen target
Untuk menunjang keberhasilan suatu terapi, senyawa terboronasi sebagai agen target (targeting agent) yang ideal hendaknya mempunyai karakter sebagai berikut: (1) selektivitas yang tinggi, (2) toksisitas rendah (3) kelarutan yang sesuai di dalam air karena sistem dalam sel tersusun sebagian besar berupa air sebagai pelarut, dan (4) penyerapan yang tinggi oleh sel kanker.
BNCT disulkan pertama kali oleh Locher pada tahun 1936 dan uji klinis pertama dilakukan di Brookhaven National Laboratory (BNL) Amerika Serikat pada tahun 1950 dan awal tahun 1960an dengan menggunakan asam borat dan turunannya sebagai agen penghantar. Sayangnya, senyawa boron sederhana punya retensi tumor yang rendah dan tidak selektif. Sejak saat itu, penelitian dikembangkan untuk mensintesis senyawa-senyawa yang mengandung boron mulai dari yang mempunyai berat molekul rendah sampai dengan yang mengandung berat molekul tinggi dan menginjak ke nanopartikel yang terboronasi. Dua contohnya adalah natrium mercaptoundecahydrocloso-dodecaborate, disingkat natrium borocaptate (Na2B12H11SH) atau BSH, serta (L)-4-dihydroxy-borylphenylalanine, biasa disingkat boronophenylalanine atau BPA. Kedua senyawa ini sudah diuji klinis dalam Tahap I dan Tahap II. Untuk meningkatkan kelarutannya dalam air, senyawa BPA yang diperkaya dengan 10B dijadikan senyawa kompleks dengan fruktosa, sedangkan senyawa BSH telah diuji coba klinis BNCT untuk terapi kanker otak.
Uji klinis BNCT
Pada tahun 1951, Sweet, sebagai penggagas pertama kali metode NCT menyatakan bahwa NCT sangat berguna untuk terapi kanker otak sebagai metode pengobatan dengan terapi secara terus menerus terhadap sel kanker yang paling ganas sekalipun dari semua tumor otak glioblastomamultiforme (GBM). Gambar di bawah ini menunjukkan skema prinsip dasar NCT untuk pengobatan tumor otak dan fasilitas terapi BNCT yang ada di Finlandia.
Pertama-tama pasien diberikan suntikan intervena yang berisi senyawa terboronasi yang akan berikatan secara selektif terhadap sel tumor. Dalam uji klinis sejauh ini neutron dibangkitkan di dalam reaktor nuklir. Akan tetapi, partikel pemercepat dapat juga digunakan untuk bertumbukan dengan proton menjadi molekul target yang terbuat dari litium maupun berilium. Neutron akan melewati tabung neutron moderator yang bentuk spektrum energinya cocok digunakan untuk perlakuan BNCT. Sebelum mengenai pasien, berkas neutron diarahkan oleh kolimator. Saat melewati jaringan pasien, neutron diperlambat oleh tumbukan dan menjadi neutron yang berenergi rendah (proses ini disebut termalisasi). Neutron termal ini bereaksi dengan inti boron-10 membentuk boron-11 yang tereksitasi dalam jangka waktu yang sangat singkat (10-12 detik) yang akan pecah menjadi Li-7 dan partikel alfa. Kedua partikel ini (litium dan alfa) menghasilkan spesies terionisasi yang langsung bereaksi dengan kisaran ukuran 5-9 mikrometer (kira-kira ketebalan 1 diameter sel).
Teknik ini dinilai menguntungkan karena terjadinya radiasi dalam rentang waktu sangat singkat sehingga jaringan sel normal dapat terhindar dari radiasi. Selain itu, dengan metode selective targeting tidak akan berbahaya bagi sel-sel normal lainnya. Hanya sel-sel kanker saja yang hancur akibat radiasi neutron tersebut. Metode BNCT telah diuji terutama sebagai pengobatan alternatif untuk tumor otak ganas (glioblastoma), kanker payudara, dan kanker leher. Meskipun sudah cukup berumur dan banyak laporan suksesnya metode ini, terapi kanker dengan BNCT belum memasuki penggunaan klinis secara rutin. Para Ilmuwan masih terus mengembangkan metode maupun senyawa boron yang ideal untuk menunjang berhasilnya metode ini di masa mendatang.
Bahan bacaan:
- http://en.wikipedia.org/wiki/Boron_neutron_capture_therapy
- http://web.mit.edu/nrl/www/bnct/info/description/description.html
- http://www.vtt.fi/uutta/2007/BNCT-hoitoasema.jsp?lang=en
Penulis:
Witri Wahyu Lestari, dosen kimia di UNS Solo, doktor bidang kimia anorganik dari Leipzig University, Jerman.
Kontak penulis: uwitwl(at)yahoo(dot)com.