Orion: Sang Pemburu Perkasa di Angkasa

Musim dingin di belahan bumi utara pastinya ditandai dengan menurunya suhu udara. Namun, secara astronomis, datangnya musim dingin bisa juga ditandai dengan terlihatnya rasi bintang Orion sehingga Orion kadang disebut sebagai rasi musim dingin. Orion adalah rasi bintang yang namanya diambil dari mitologi Yunani yang berarti pemburu.

Peta bintang yang menunjukkan rasi bintang orion (dibatasi garis kuning putus-putus).
Peta bintang yang menunjukkan rasi bintang orion, dibatasi oleh garis kuning putus-putus.

Orion dapat terlihat di hampir seluruh penjuru dunia sehingga tidak mengherankan bila rasi ini mendapat banyak nama. Pemberian nama disesuaikan dengan adat istiadat daerah setempat. Nama ini juga disertai dengan cerita mistis yang diceritakan turun temurun. Orang Indonesia mengenal rasi Orion sebagai rasi Waluku atau bintang bajak. Orang Indonesia meyakini bentuk rasi bintang ini menyerupai bajak yang digunakan di sawah. Sementara itu, di Benua Amerika, rasi ini memiliki beberapa nama berbeda berdasarkan banyaknya variasi suku warga asli benua Amerika, yaitu bangsa Indian. Sebagian besar nama yang diberikan oleh bangsa Indian mengandung cerita perburuan, hampir sama dengan mitologi bangsa Yunani. Perbedaan ini mungkin disebabkan adanya perbedaan budaya mencari makan di waktu lalu.

Ed12-sosbud2-2
Ilustrasi khayalan pola rasi bintang orion sebagai sosok seorang pemburu.

Suku bangsa di daerah subarktik bagian timur menyebut 3 bintang di sabuk Orion sebagai tiga pemburu. Begini kira-kira ceritanya. Zaman dahulu hiduplah tiga anak muda yang menghabiskan waktunya untuk berburu bersama dengan dua anjing mereka. Mereka tinggal bersama dengan nenek mereka. Setiap selesai berburu, mereka selalu memberi nenek mereka hati bintang buruannya. Suatu hari, setelah datang dari berburu dan tidak menemukan satupun hewan buruan, mereka mengambil kayu rotan untuk diberikan kepada nenek mereka. Mereka mengatakan bahwa itu adalah hati hewan.

Nenek mereka yang buta mengambilnya dan mencoba memakannya. Namun setelah mengetahui bahwa ia dibohongi, sang nenek sangat marah kepada cucu-cucunya. Keesokan harinya, saat cucu-cucunya pergi berburu, nenek itu mengambil kaki beruang dan memanaskannya di atas api sambil menari dan menyanyi. Ritual ini menghalangi cucu-cucunya untuk kembali kepadanya dan mengubah mereka menjadi bintang-bintang.

Ketiga anak muda tadi hidup di langit. Suatu hari, ketika berburu, mereka menemukan jejak hewan dan mengikutinya selama berhari-hari. Selama mengikuti jejak hewan tadi, mereka melihat ke bawah ke arah bumi. Kakak tertua hendak kembali ke bumi. Dia berkata kepada adik-adiknya untuk menutupi tubuh mereka dengan selimut dan jangan pernah melihat keluar. Namun, di tengah perjalanan turun ke bumi, adik paling bungsu melihat keluar melalui lubang di selimut sehingga mereka tidak bisa turun ke bumi. Mereka tetap tinggal di langit beserta hewan buruan dan anjing-anjingnya. Nenek mereka menjelma sebagai bintang fajar (Venus). Nenek mereka membawa obor untuk mencari cucu-cucunya.

Suku bangsa Indian yang tinggal di pantai barat sebelah utara menceritakan kisah yang berbeda berkaitan dengan rasi Orion ini. Begini kisahnya. Ada dua jenis kano yang dibuat oleh dua keluarga berbeda. Kano tersebut adalah kanonya dari keluarga Cold Wind dan keluarga Chinook Wind. Kedua kano tersebut berlomba di langit untuk mendapatkan salmon yang telah mati untuk dijadikan konsumsi upacara ritual. Salmon ini terlihat sebagai bintang di antara dua kano.

Kisah ini secara tidak langsung menceritakan keseimbangan antara cuaca dingin dan hangat di daerah tersebut. Cuaca hangat disertai angin yang lembab berhembus dari arah barat daya, disebut angin chinook. Angin ini berhembus melawan angin dingin yang berhembus dari arah utara. Di langit, kano Chinook Wind berada di selatan dan kano Cold Wind berada di utara merefleksikan bahwa Cold Wind selalu datang terlambat untuk menangkap ikan. Kakeknya Chinook Wind menangkap banyak salmon, tetapi Cold Wind mengambilnya. Setelah kejadian ini berlangsung sekian lama, Chinook Wind datang dari sungai Hood dan beristirahat di kediaman kakek mereka. Beberapa saat kemudian, Cold Wind datang dan meminta salmon seperti biasanya. Chinook Wind lantas tidak terima atas perlakuan Cold Wind.

Cold Wind mengajak Chinook Wind untuk bertarung memperebutkan ikan salmon. Meskipun Chinook Wind lebih muda daripada Cold Wind, Chinook Wind tidaklah gentar. Bibi Chinook Wind telah mengajarinya ilmu bela diri sehingga dia tumbuh kuat. Waktunya untuk bertarung pun tiba. Nenek Chinook Wind melemparkan minyak ikan salmon ke atas es sehingga Chinook Wind dapat berdiri dengan stabil. Di pihak lain, saudara perempuan Cold Wind memercikkan air ke atas es berharap Chinook Wind akan terpeleset. Namun, Chinook Wind terlalu kuat untuk Cold Wind sehingga Chinook Wind memenangkan pertarungan. Setelah kejadian itu, Cold Wind tidak pernah dapat merebut ikan salmon milik kakeknya Chinook Wind.

Di langit, kedua kano tersebut berhadapan berlomba mencari salmon, tetapi kano Chinook Wind lebih dekat ke salmon. Cold Wind tidak pernah mendapatkan ikan salmon yang berenang di sungai. Meskipun demikian secara penampakan di langit, bintang yang melambangkan ikan salmon lebih dekat posisinya ke arah kano Cold Wind. Kano Cold Wind direpresentasikan sebagai tiga bintang di sabuk Orion. Dan kano Chinook Wind sebagai tiga bintang di pedang Orion. Di tengahnya, kita dapat melihat nebula Orion M42.

Dari kedua kisah ini dapat disimpulkan bahwa cerita mitologi setempat mengenai rasi bintang sesuai dengan pola mencari makan saat itu. Suku bangsa di subarktik mencari makan dengan berburu karena daerah mereka kurang bagus untuk dijadikan lahan bercocok tanam akibat iklim subarktik yang dingin. Sedangkan suku bangsa di pantai barat sebelah utara hidupnya di sisi sungai dan mencari makan dengan menangkap ikan. Begitu pula halnya dengan orang Indonesia yang cenderung untuk bercocok tanam menggunakan rasi bintang sebagai penanda musim. Waluku atau Orion digunakan sebagai pertanda tibanya musim tanam sesuai dengan wujud waluk, yaitu alat bajak di sawah.

Penulis:
Yudhiakto Pramudya, dosen fisika di Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, meraih doktor dalam bidang fisika temperatur rendah dari Wesleyan University, Amerika Serikat. Kontak: yudhirek(at)gmail(dot)com.

Back To Top