Kisah Tiga Katak (Sepenggal Kisah Motivasi)

Masih teringat tentunya di benak kita saat kita duduk di taman kanak-kanak, bagaimana ibu guru mengajak kita menyanyikan lagu “Kodok Ngorek” sambil jongkok dan melompat-lompat  mirip kodok. Mungkin sebagian dari kita akan berpikir kalau dongeng tentang katak hanya pantas diceritakan pada anak-anak Taman Kanak-kanak. Apa benar demikian? Mari kita simak kisah tiga katak berikut.

Ed05-pendidikan-1

Kisah Katak Pertama

Dikisahkan di suatu negeri, ada dua katak (A dan B) yang sama-sama tercebur dalam susu. Si katak A berpikir kalau terceburnya ini sudah digariskan sebagai takdirnya sehingga  matipun tidak apa-apa. Oleh karena itu, dia hanya berdiam diri di dalam cairan susu itu. Akhirnya benarlah, dia mati dalam susu tersebut. Memang benar kata orang, meskipun dalam gelimangan susu (baca: kenikmatan), kalau dia tidak bertindak apapun, dia sendiri akan mati dan kenikmatan itu malah akan menjadi racun bagi dirinya. Sementara itu, si katak B melompat-lompat sekuat tenaganya di dalam susu. Hampir tiap menit dia melompat-lompat seolah-olah mengaduk susu itu hingga lambat laun susu menjadi kental dan padat layaknya membuat keju. Akhirnya, dia berhasil keluar dari kubangan susu. Inti dari cerita dua katak ini mengajarkan kita untuk selalu bergerak dan bergerak atau membuat suatu perubahan yang lebih baik dalam bidang apapun, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, ataupun pendidikan.

Ed05-sosbud-2

Kisah Katak Kedua

Ada sebuah kisah berbeda  lagi tentang katak dari suatu negeri, yang terkenal dengan judul “Froschkönig” (Pangeran Katak). Cerita katak ini memang lebih ke cerita fabel dan terasa seperti di negeri khayalan.  Meski demikian, ada nilai bijak yang bisa kita petik. Dikisahkan anak raja yang cantik jelita sedang bermain bola emas di taman kerajaan. Dengan tidak sengaja, ternyata bola emas tadi tercebur dalam sumur dekat kerajaan sehingga si putri raja menangis tersedu-sedu. Dia berteriak minta tolong, tapi sayangnya tidak ada siapapun yang lewat, hanya ada katak jelek di situ. Si katak memahami perasaan sang putri. Sang putri kemudian berjanji kalau si katak mau menolongnya, apapun permintaan si katak akan dituruti. Setelah terjadi kesepakatan antara sang putri dan si katak. Akhirnya, si katak berhasil menolong sang putri. Sang putri menjadi bahagia karena kembali menemukan bola emasnya. Kejadian ini sempat diceritakan sang putri pada ayahandanya, sang baginda raja.

Setelah beberapa bulan, di suatu acara perjamuan makan kerajaan, datanglah si katak. Dia dijamu makan di situ juga dan ingin makan sepiring dengan dengan putri. Mula-mula sang putri agak sewot dengan permintaan sang katak, walaupun akhirnya keinginan itu diturutinya. Tidak hanya itu, setelah perjamuan selesai, sang putri menuju kamar tidurnya. Si katak pun tidak mau ketinggalan. Dia ingin mengikuti putri ke kamarnya. Tentu saja sang putri menolak dan marah-marah sehingga si katak diusirnya.

Ayahanda yang mengetahui kejadian itu, menasihati sang putri bahwa setiap berjanji seharusnya kita tepati. Kita harus memegang komitmen dangan apa yang sudah kita ikrarkan. Akhirnya, sang putri menuruti nasihat baginda raja, dicarinya si katak dan dipersilakan menemani ke kamar. Si katak tidak marah dan menemani sang putri di sudut kamarnya. Oleh karena sang putri menepati janji, terjadilah keajaiban. Ternyata si katak menjelma menjadi pria tampan. Pria tampan tersebut adalah seorang pangeran muda yang baik hati. Singkat cerita, sang putri jatuh cinta pada pangeran muda itu. Mereka menikah dan bahagia setelah itu.

Setiap kebaikan tentunya akan dibalas oleh Tuhan dengan kebaikan, begitu juga sebaliknya. Itulah kisah Froschkönig yang memberikan contoh tentang bagaimana memenuhi janji dan komitmen kita. Semoga kita bisa mengambil manfaatnya.

Kisah Katak Ketiga

Beda lagi kisah si katak berikut ini. Si katak ini diceritakan ikut perlombaan panjat pinang. Tiang yang harus dipanjat sekitar 10 meter dan sangat licin. Banyak sekali katak lain yang juga ikut perlombaan itu. Satu katak mencoba memanjat, namun akhirnya jatuh. Katak kedua mencoba, kemudian jatuh juga. Begitu juga dengan katak-katak berikutnya. Berkali-kali mereka mencoba memanjat walaupun jatuh terus. Banyak sekali penonton yang berkomentar, “Ah, itu mustahil. Katak-katak tak akan mampu mencapai puncak tiang itu.”

Omongan-omongan para penonton itu memang membuat si katak semakin tak yakin apakah dirinya bisa memanjat tiang itu sampai puncak. Semua katak yang lainpun akhirnya menyerah dan gagal. Tinggallah satu katak tokoh cerita ini yang terus memanjat dengan pantang menyerah. Setelah sekian kali mencoba, akhirnya dialah satu satunya yang berhasil mencapai puncak tiang itu dan berhasil menjadi juara. Usut-diusut ternyata si katak pemenang ini tuna rungu. Dia tidak bisa mendengar komentar-komentar penonton yang kemungkinan besar bisa membuat patah semangat.

Ed05-pendidikan-3

Apa yang kita bisa ambil dari kisah katak tuna rungu ini? Dalam mengejar cita-cita memang tak ada gunanya kita mendengarkan komentar atau omongan negatif dari orang lain yang sering kali menjadikan kendor semangat kita. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa memaksimalkan dan mengoptimalkan usaha/ikhtiar dan doa kita untuk mencapai impian itu. Berpikirlah positif bahwa kita bisa mencapainya dan tentunya harus dengan jalan yang benar dan halal. Begitulah tiga cerita katak yang di dalamnya bisa kita petik pelajaran berharga.

Semoga bermanfaat.

Penulis:
Witri Lestari (Leipzig University, Jerman) dan Isti Winayu (Waseda University, Jepang).
Kontak: uwitwl(at)yahoo(dot)com dan loving_himawari(at)yahoo(dot)com.

Back To Top